Perwira Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) AKBP Mustari didakwa melakukan pemerkosaan berkali-kali terhadap remaja putri. Namun dakwaan tersebut dibantah sang perwira dengan mengatakan justru dia berjasa membantu biaya sekolah korban.
AKBP Mustari awalnya menjalani sidang dakwaan di Ruangan Kartika, Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Gowa pada Rabu (18/5). Jaksa penuntut umum Andi Ichlazul Amal mendakwa AKBP Mustari bersalah melanggar Pasal 81 Ayat 1 dan Ayat 2 UU 17 tentang Perlindungan Anak.
Dalam uraian dakwaannya, jaksa mengungkap terdakwa Mustari melakukan pemerkosaan dengan dua cara. Cara pertama adalah pemerkosaan disertai ancaman sebagaimana dakwaan Pasal 81 Ayat 1.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dakwaan dasarnya itu kan kalau dia Pasal 81 Ayat 1 itu ancaman kekerasan sama kekerasan. Persetubuhan (pemerkosaan), tapi cara untuk melakukan persetubuhan itu dengan kekerasan," kata Andi.
Lebih lanjut jaksa Andi memaparkan terdakwa Mustari juga melakukan pemerkosaan yang disertai bujuk rayu. Uraian ini merujuk pada dakwaan Pasal 81 Ayat 2.
"Kalau 81 Ayat 2 tapi caranya itu bujuk rayu, tipu muslihat," kata Andi.
Seminggu berikutnya, Rabu (25/5), terdakwa AKBP Mustari membacakan eksepsi di hadapan majelis hakim. Dalam pembelaannya, Mustari membantah pemerkosaan dengan klaim selama ini dia justru membantu membayar biaya sekolah korban.
Terdakwa juga menegaskan tuduhan pemerkosaan yang dialamatkan jaksa bersifat sepihak, yakni murni berdasarkan pengakuan korban. Mustari menegaskan dakwaan jaksa tak sesuai prinsip hukum.
"Itu (eksepsi) dinyatakan tidak sesuai prinsip hukum atau dengan kata lain hanya berdasarkan yang bersifat berdiri sendiri, atau bersifat kata-kata omongan dari saksi (korban) sendiri," ujar jaksa Andi.
Andi mengungkapkan terdakwa dalam eksepsinya juga menegaskan ancaman dan pemerkosaan itu hanyalah omongan kosong korban saja. Kemudian terkait visum, terdakwa Mustari juga membantah dengan mengatakan luka vital korban merupakan luka lama.
"Ada visum yang dia bantah itu karena di hasil visum kan ada luka bekas robek yang lama. Jadi dia berusaha mengaburkan bahwa eksepsi bahwa apakah si Mustari ini yang melakukan persetubuhan. Sehingga ada visum luka robek, artinya luka lama," jelasnya.
Terdakwa Mustari juga mengklaim sebenarnya menolak korban bekerja di rumahnya sebagai asisten rumah tangga. Dia berdalih telah mempertimbangkan usia korban yang masih di bawah umur.
"Akhirnya dia jelaskan bahwa awalnya si terdakwa menolak anak itu bekerja di situ. Dikarenakan masih anak-anak," ungkapnya.
Namun kenyataannya AKBP Mustari tetap mempekerjakan korban. Untuk ini Mustari berdalih hal ini ia lakukan untuk membantu membayarkan uang sekolah korban.
Terdakwa Mustari juga berdalih hanya memerintahkan korban membersihkan area luar rumahnya di Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa. Sementara di dalam rumah terdakwa mengaku tidak pernah meminta korban melakukannya.
Mustari juga mengaku tidak mengikat jam kerja korban. Dia mengaku korban hanya bekerja jika segala urusan sekolahnya sudah selesai.
"Dia (AKBP Mustari) bilang datang saja kapan ada waktumu. Datang saja ke rumah kalau ada waktu mu, kamu datang. Tetap saya biayai sekolahmu Rp 350 ribu per bulan. Dia katanya hanya membersihkan di pekarangan rumah. Tidak masuk ke rumah," jelasnya.
(hmw/nvl)