Perjuangan Bidan Desa Bone Bertaruh Nyawa Terobos Banjir Selamatkan Ibu Hamil

Perjuangan Bidan Desa Bone Bertaruh Nyawa Terobos Banjir Selamatkan Ibu Hamil

Tim detikSulsel - detikSulsel
Sabtu, 19 Mar 2022 05:30 WIB
Bidan di Bone bertaruh nyawa seberangi banjir demi bantu warga melahirkan (Dok. Istimewa)
Foto: Perjuangan bidan desa di Bone bertaruh nyawa seberangi banjir demi bantu warga melahirkan (Dok. Istimewa)
Bone -

Bidan desa di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), Mega Armini berjuang penuh menerobos banjir ke desa terisolir. Dia bertaruh nyawa demi bisa membantu warga melahirkan.

Mega menyeberangi banjir di Desa Bontojai, Kecamatan Bontocani, Bone, Rabu (16/3).Mega mengaku dia sebenarnya takut untuk menerobos banjir, namun aksinya itu harus.

"Sebenarnya takut juga menyeberang karena deras banjirnya. Tapi demi keselamatan pasien harus dilewati banjirnya," kata Mega Armini kepada detikSulsel, Jumat (18/3).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mega mengatakan, desa tujuannya sebenarnya bisa diakses menggunakan sepeda motor. Hanya saja jalannya ekstrem terutama karena saat ini musim penghujan.

"Bisa ji sebenarnya naik motor, Pak, karena cuman motor yang bisa ke atas tetapi tinggi sekali airnya. Jadi kalau banjir begini setengah jam perjalanan untuk sampai. Jalannya ekstrem, jelek, harus ki menanjak baru ada lagi turunan," kata Mega.

ADVERTISEMENT

Mega ternyata sudah lama berdedikasi ke para warga desa terisolir. Mega terhitung sudah 10 tahun menjadi bidan desa di lokasi.

"Namanya bidan desa tugas pokoknya harus diutamakan. Tidak peduli nyawa asal bisa membantu ibu dan bayinya dan sudah sering ma lewat di situ. Pernah malah jam 1 malam saya lewat," ungkapnya.

Untuk diketahui, Desa Bontojai merupakan desa terpencil di Kecamatan Bontocani dengan warga sebanyak 78 KK. Jarak dari kota Watampone 120 km atau perjalanan 3 jam lebih.

Secara geografis, jarak Bontojai bahkan lebih dekat ke Kabupaten Maros. Desa ini memiliki dua dusun terpencil, yakni Bahollangi yang perbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Madello perbatasan Pattuku berbatasan dengan Maros.

"Jarak ke puskesmas itu jauh, kadang itu ibu kalau sudah bukaan 8 (mau melahirkan) dia lebih memilih untuk ditangani di rumahnya. Kalau naik mobil dari desa ke puskesmas kecamatan dua jam," sebut Mega.

Menurut Mega, kondisi saat ini sebenarnya jauh lebih baik karena warga hanya perlu meneleponnya jika ada kondisi darurat. Jauh sebelumnya, warga juga harus menyebrang sungai jika mau meminta pertolongan.

"Selama ada jaringan warga sisa menelepon nanti saya yang datangi tempatnya, ini sudah berlangsung 3 tahun semenjak ada mi jaringan," kata Mega.

Mega tak menampik terkadang was-was apabila harus ke lokasi sendirian. Namun dia mengaku tak masalah demi tanggung jawab sebagai bidan.

"Kadang itu saya takut, Pak. Apalagi kalau sendiri jalan di tengah hutan. Tapi, itu tadi Pak, demi tugas dan tanggung jawab rasa takut hilang seketika," ucapnya




(hmw/asm)

Hide Ads