Cerita Bidan di Bone Bertaruh Nyawa Terobos Banjir Bantu Pasien Melahirkan

Cerita Bidan di Bone Bertaruh Nyawa Terobos Banjir Bantu Pasien Melahirkan

Agung Pramono - detikSulsel
Jumat, 18 Mar 2022 18:00 WIB
Bidan di Bone bertaruh nyawa seberangi banjir demi bantu warga melahirkan (Dok. Istimewa)
Foto: Bidan desa di Bone bertaruh nyawa seberangi banjir demi bantu warga melahirkan (Dok. Istimewa)
Bone -

Seorang bidan desa di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), Mega Armini menyita perhatian setelah nekat menerobos banjir demi menolong warga melahirkan. Mega bertaruh nyawa demi menolong persalinan warga karena tidak ada bidan lain di desa terpencil tersebut.

"Sebenarnya takut juga menyeberang karena deras banjirnya. Tapi demi keselamatan pasien harus dilewati banjirnya," kata Mega Armini kepada detikSulsel, Jumat (18/3/2022).

Mega menyeberangi banjir di Desa Bontojai, Kecamatan Bontocani, Bone pada Rabu (16/3). Dia mengatakan, lokasi warga bersalin sebenarnya bisa dilewati menggunakan sepeda motor, namun harus melewati jalan ekstrem berhubung saat ini musim penghujan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bisa ji sebenarnya naik motor, Pak, karena cuman motor yang bisa ke atas tetapi tinggi sekali airnya. Jadi kalau banjir begini setengah jam perjalanan untuk sampai. Jalannya ekstrem, jelek, haruski menanjak baru ada lagi turunan," kata Mega.

Mega mengaku sudah menjadi bidan desa lebih dari 10 tahun. Dia mengaku selalu rajin terjun ke lokasi setiap ditelepon oleh pasien.

ADVERTISEMENT

"Namanya bidan desa tugas pokoknya harus diutamakan. Tidak peduli nyawa asal bisa membantu ibu dan bayinya dan sudah sering ma lewat di situ. Pernah malah jam 1 malam saya lewat," ungkapnya.

Desa Bontojai merupakan desa terpencil di Kecamatan Bontocani. Jarak dari kota Watampone 120 km atau perjalanan 3 jam lebih.

Secara geografis, jarak Bontojai lebih dekat dari Kabupaten Maros. Desa ini memiliki dua dusun terpencil, yakni Bahollangi yang perbatasan dengan Kabupaten Gowa, Madello perbatasan Pattuku yang ke arah Perbatasan Maros. Di sana ada sebanyak 78 KK.

"Jarak ke puskesmas itu jauh, kadang itu ibu kalau sudah bukaan 8 (mau melahirkan) dia lebih memilih untuk ditangani di rumahnya. Kalau naik mobil dari desa ke puskesmas kecamatan dua jam," sebut Mega.

Mega menceritakan, jaringan di tempatnya timbul tenggelam. Apabila ada orang minta tolong harus pergi mencari jaringan di atas gunung baru menelepon.

"Selama ada jaringan warga sisa menelepon nanti saya yang datangi tempatnya, ini sudah berlangsung 3 tahun semenjak ada mi jaringan," kata Mega.

Mega tak menampik terkadang was-was apabila harus ke lokasi sendirian. Namun dia mengaku hal itu tak jadi masalah demi tanggung jawab sebagai bidan.

"Kadang itu saya takut, Pak. Apalagi kalau sendiri jalan di tengah hutan. Tapi, itu tadi Pak, demi tugas dan tanggung jawab rasa takut hilang seketika," ucapnya.




(hmw/sar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads