Belakangan ini publik kerap dihebohkan dengan uang panai wanita Bugis-Makassar yang nilainya sangat fantastis, hingga mencapai miliaran rupiah. Sejarahnya, uang panai diberikan kepada wanita yang merupakan keturunan bangsawan atau darah biru.
Uang panai atau biasa juga disebut doe' panai', atau panaik dalam bahasa Makassar, atau doe' manre' dalam bahasa Bugis merupakan besaran uang yang wajib dipenuhi laki-laki yang akan meminang gadis dari suku Bugis-Makassar. Uang panai ini dibayarkan pihak laki-laki ke pihak perempuan sebelum melangkah ke prosesi perkawinan.
Uang panai dalam tradisi pernikahan masyarakat suku Bugis-Makassar memiliki kedudukan yang sangat penting. Bahkan lebih penting dibandingkan mahar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budayawan Bugis-Makassar Universitas Hasanuddin (Unhas), Burhan Kadir M.A menjelaskan, dalam sejarahnya uang panai pada masyarakat suku Bugis telah ada sejak zaman kerajaan. Namun, dulu uang panai hanya diberikan jika akan meminang wanita keturunan bangsawan.
"Dulu uang panai hanya diberikan pada laki-laki yang meminang perempuan bangsawan atau berdarah biru," ujarnya kepada detikSulsel, Selasa (31/5/2022).
Burhan mengatakan uang panai ini berawal dari kebiasaan masyarakat suku Bugis-Makassar terdahulu. Dimana uang panai sebagai penghormatan kepada seorang perempuan yang akan dipersunting.
"Bahkan uang panai' dahulu diartikan sebagai pembeli darah atau memberikan penghargaan kepada pihak perempuan dari keturunan bangsawan," jelasnya.
Namun, berbeda dengan saat ini dimana panai dinilai dengan uang, pada zaman dulu panai' diberikan dalam bentuk daerah kekuasaan atau memberikan gelar tertentu.
"Sejak masa kerajaan Bugis-Makassar panai dalam perkawinan bangsawan raja-raja itu selalu ada, hanya saja dalam bentuk memberi kekuasaan daerah tertentu atau memberikan gelaran tertentu," imbuhnya.
Burhan menambahkan, suku Bugis-Makassar terdahulu tidak akan melaksanakan pernikahan jika uang panai tidak menemukan kesepakatan. Hal ini sebagai gambaran pentingnya uang panai sebagai salah satu syarat dalam pernikahan suku Bugis-Makassar.
"Uang panai bagi suku Bugis sangatlah penting dan menjadi bagian utama dalam tahapan pernikahan suku Bugis. Proses pernikahan tidak akan terlaksana dengan baik jika tidak menemukan kesepakatan dari kedua bela pihak tentang uang panai," tambahnya.
Namun, hal itu kini berubah karena uang panai berlaku untuk semua wanita Bugis-Makassar tanpa melihat gelar bangsawan. Hanya saja, nominal uang panai menjadi pembeda dengan menyesuaikan strata sosial keluarga perempuan. Strata sosial ini meliputi keluarga bangsawan, pejabat, orang kaya, latar belakang pendidikan, keturunan ulama atau kiai, dan lain sebagainya.
"Sekarang ini tinggi rendahnya nominal uang panai ditentukan oleh status sosial perempuan meliputi keturunan bangsawan, kondisi fisik, tingkat pendidikan, pekerjaan dan status ekonomi perempuan," kata Burhan.
Sementara makna dari uang panai, yakni menjadi simbol dari keuletan dan kerja keras pihak laki-laki untuk meminang wanita pujaannya. Di samping itu, sebagai penghargaan bagi wanita yang dilamar. Sehingga nilai uang panai menjadi "wajah" dari strata sosial wanita yang akan dipinang.
"Ada keuletan, ada kerja keras hingga panai itu tercapai dan tentunya di situ pula ada wajah keluarga pihak perempuan," kata Burhan.
Proses Penentuan Uang Panai dalam Tradisi Pernikahan Bugis-Makassar
Uang panai ditentukan melalui perundingan antara keluarga pihak laki-laki dan pihak perempuan. Nilai uang panai biasanya didiskusikan saat melaksanakan tradisi ma' manu-manu' atau mapettuada.
"Penentuan uang panai itu biasanya dari rembuk keluarga. Nilainya terkadang lahir dari status sosial mereka. Bahkan juga biasanya berdasar dari pernikahan sebelumnya. Apakah karena pernah menentukan uang panai atau pernah memberi uang panai, biasanya akan sama nilainya dan atau lebih tinggi dari sebelumnya," jelasnya.
"Perembukan nilai uang panai ini bisa di mappetuada bisa saat acara ma' mmamu-manu'," tambah Burhan.
Pada prosesnya akan ada tawar menawar antara keluarga pihak perempuan dan pihak laki-laki. Biasanya, pihak laki-laki akan melakukan pendekatan dengan mendatangkan orang yang dianggap berpengaruh agar panai yang diperoleh sesuai dengan kemampuannya.
"Ada tawar menawar, bahkan biasanya pihak laki-laki akan melakukan beberapa pendekatan ke keluarga pihak perempuan untuk mengurangi nilai nominalnya. Bahkan sampai mendatangkan orang yang dianggap berpengaruh saat ma' manu-manu' supaya bisa menurunkan nominal panai," pungkasnya.
(nvl/nvl)