Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mencatat Sulsel mengalami deflasi month to month (mtm) selama lima bulan berturut-turut mulai Mei hingga September 2024. Ekonom Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Marsuki mengatakan kondisi ini mengindikasikan adanya masalah ekonomi yang cukup berat hingga ada dampak buruk yang mengintai.
"Keadaan deflasi di Sulsel yang sudah terjadi selama lima bulan berturut turut dapat dianggap keadaan anomali dalam kondisi di mana perekonomian sudah keluar dari dampak negatif COVID-19. Dapat dianggap ada masalah yang relatif cukup berat," ujar Marsuki kepada detikSulsel, Selasa (1/10/2024).
BPS dalam berita resmi statistik (BRS) mengungkapkan bahwa Sulsel mulai mengalami deflasi pada Mei yakni sebesar 0,10%, Juni 0,26%, Juli 0,18%, dan Agustus 0,04%. Tren itu berlanjut hingga September di mana Sulsel mengalami deflasi 0,09%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Marsuki mengungkapkan deflasi berkepanjangan disebabkan lemahnya daya beli masyarakat, terutama akibat stagnasi di sektor-sektor ekonomi utama. Kondisi ini, kata dia, mengakibatkan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga pendapatan masyarakat menurun dan berdampak pada permintaan yang lesu terhadap sejumlah produk di pasar.
"Selain itu, ada pelaku ekonomi yang menahan belanja mereka akibat kekhawatiran tentang tren perekonomian dan sosial yang dianggap akan kurang kondusif," katanya.
Lebih lanjut Marsuki memperingatkan jika tren deflasi ini terus berlangsung, maka akan memperburuk aktivitas ekonomi. Dia pun mengingatkan kelesuan ekonomi yang terjadi dapat meningkatkan jumlah PHK, memperbesar angka kemiskinan, dan pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi secara bertahap.
"Akan terjadi kelesuan ekonomi yang berimbas akan semakin besarnya jumlah PHK dan meningkatnya tingkat kemiskinan. Seterusnya menekan pertumbuhan ekonomi secara gradual," bebernya.
Marsuki menekankan perlunya kebijakan dari pemerintah untuk mengatasi situasi ini. Menurutnya, pemerintah harus mengambil langkah strategis, seperti memberikan kemudahan akses pembiayaan, insentif perpajakan, serta menjaga harga-harga komoditas strategis agar tidak naik, termasuk BBM, listrik, dan air.
"Beberapa kebijakan dari otoritas strategis terkait harus mengambil kebijakan-kebijakan yang bersifat extra ordinary atau sekurangnya dapat mengakomodasi masalah-masalah ekonomi dan bisnis yang rawan yang banyak melibatkan masyarakat kebanyakan," tuturnya.
Selain itu, dia juga menyarankan pemerintah untuk terus memberikan bantuan sosial yang transparan dan melaksanakan operasi pasar. Terutama, lanjut dia, di wilayah-wilayah yang paling terdampak.
"Tetap perlu adanya bansos (bantuan sosial) yang transparan dan bertanggung jawab untuk kelompok masyarakat serta melakukan distribusi dan operasi pasar luas di tempat-tempat masyarakat kebanyakan berada," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, BPS Sulsel melaporkan Sulsel mengalami deflasi bulanan secara konsisten sejak Mei 2024. Pada September 2024, deflasi month to month (mtm) tercatat sebesar 0,09%, sementara inflasi year on year (yoy) mencapai 1,67%.
"Untuk Sulsel pada September 2024 atau month to month terjadi deflasi sebesar 0,09%. Bila kita lihat inflasi dari tahun ke tahun atau year on year sebesar 1,67%," ujar Kepala BPS Sulsel Aryanto dalam pemaparan berita resmi statistik (BRS), Selasa (1/10/2024).
(hmw/ata)