Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali mengalami deflasi pada September 2024 sebesar 0,09% secara month to month (m-t-m). Deflasi ini menjadi yang kelima kali dialami Sulsel selama lima bulan berturut-turut.
"Untuk Sulsel pada September 2024 atau month to month terjadi deflasi sebesar 0,09%," ujar Kepala BPS Sulsel Aryanto dalam keterangannya, Selasa (1/10/2024).
Aryanto mengungkapkan Sulsel mengalami deflasi selama lima bulan terakhir. Secara m-t-m pada Mei 2024, deflasi Sulsel di angka 0,10%, Juni 0,26%, Juli 0,18%, Agustus 0,04%, dan September 0,09%. Khusus September, penyumbang utama deflasi adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Deflasi untuk September 2024 didominasi karena ada deflasi untuk kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,57% dengan andil deflasi sebesar 0,18%. Yang kedua adalah transportasi mengalami deflasi sebesar 0,16% dengan andil deflasi 0,02%," katanya.
"Deflasi yang terjadi untuk September ini karena penurunan atau deflasi terhadap komoditas cabai rawit -36,37% dengan andil deflasi -0,15%, cabai merah deflasi 19,58% dengan andil 0,03%, tomat 11,26% dengan andil 0,02%," tambah Aryanto.
Di satu sisi, BPS mencatat inflasi Sulsel secara year-on-year (y-o-y) sebesar 1,67 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 105,52. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Parepare 2,21 persen dengan IHK sebesar 106,49 dan terendah terjadi di Bulukumba sebesar 1,35 persen dengan IHK sebesar 104,96.
Aryanto menjelaskan, inflasi Sulsel secara y-o-y di September 2024 terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan naiknya indeks kelompok pengeluaran. Salah satunya dari kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 2,68%.
Selain itu kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,88%; kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,72%; serta kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,68%. Selanjutnya, kelompok kesehatan sebesar 1,77%; kelompok transportasi sebesar 0,61%; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 1,12%.
Sementara kelompok pendidikan sebesar 1,09%; kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 1,34%; kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 5,22%. Adapun kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 0,14%.
"Inflasi y-o-y sebesar 1,67% terjadi karena hampir semua kelompok pengeluaran mengalami inflasi. Bila kita lihat 10 komoditas penyumbang inflasi y-o-y tadi, pertama adalah emas perhiasan. Ini mengalami inflasi sebesar 31,78% dengan andil 0,35%," beber Aryanto.
(sar/ata)