Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang impor pakaian bekas. Larangan itu membuat sejumlah pedagang di Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut) mulai beradaptasi dengan menjual baju baru.
"Sudah lima hari yang lalu saya sudah lihat berita di televisi, makanya dari sekarang sudah mulai adaptasi dengan pakaian-pakaian baru. Sebenarnya saya tidak setuju, adanya pelarangan ini," kata salah satu pedagang pakaian bekas di Pasar Pinasungkulan Karombosan, Eman Jafar (46) kepada detikcom, Selasa (21/3/2023).
Namun Jafar mengaku khawatir atas kebijakan pelarangan impor pakaian bekas ini. Kebijakan itu bisa mengganggu perekonomiannya jika tak segera beradaptasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami kan ada kekhawatiran, kemarin kan menteri, ini dengar presiden langsung, apalagi diperintahkan langsung oleh Kapolri," ujarnya.
Jafar mengaku sudah 19 tahun menggeluti pekerjaan sebagai pedagang pakaian bekas atau cap bolengkar (cabo) di Kota Manado. Sehingga kebijakan ini dinilai sangat merugikan.
"Kehidupan kami cuma berharap dengan jualan pakaian bekas. Sudah puluhan tahun menghidupi anak istri, masyarakat juga masih butuh, karena murah dibandingkan pakaian toko," imbuh Jafar.
Meski demikian, dia mengaku bahwa keuntungan jualan pakaian baru dengan bekas jauh berbeda. Menurut dia harga pakaian bekas jauh lebih murah dibanding pakaian baru.
Jafar berharap ada solusi terkait larangan pakaian bekas. Setidaknya ada waktu agar pemerintah tidak langsung melakukan penindakan atas kebijakan tersebut.
"Kalau bisa tunggu dulu, minta kebijakan atau solusi untuk pakaian bekas jangan dilarang," katanya.
Berkaitan dengan stok barang yang didapat, dirinya mendapatkan barang-barang tersebut hanya dari dalam kota Manado. Keuntungan yang didapat dari penjualan pakaian bekas pun jauh berbeda dengan pakaian baru.
"Kalau saya ambil barang hanya di sekitar Manado," sambungnya.
"(Keuntungan) Kadang sehari tidak sampai sejuta. Kalau cabo lumayan keuntungan. Kalau baru kan mahal, kalau ambil kelebihan agak susah," pungkasnya.
(sar/sar)