"Sangat berat sekali, itu kenaikan harga kedelai sekarang paling tinggi diantara harga-harga kemarin," ungkap salah satu perajin, Adrian Hendri Prayoga kepada wartawan, Kamis (29/9/2022).
Sebelum kenaikan harga terjadi, Adrian mengaku mampu mengolah 700 kilogram kedelai setiap harinya. Kini jumlah tersebut menyusut menjadi 300 kilogram saja. Sebab, kedelai yang sebelumnya dibeli seharga Rp 10.000 ribu per kilogram naik menjadi Rp 13.500 ribu per kilogram.
"Ini harganya sudah mencapai Rp 13.500 ribu per kilo, kalau harganya terus naik, kita rencana menghentikan produksi untuk sementara waktu," ujarnya.
Adrian mengaku bingung mencari solusi mensiasati lonjakan harga kedelai impor. Apalagi, produksi kedelai petani lokal yang diharapkan bisa dibeli dengan harga lebih murah, juga terbatas.
"Kedelai lokal sangat kurang di daerah kita, tidak sebanding dengan jumlah perajin tahu dan tempe yang sangat banyak," tuturnya.
Adrian berharap kepada pemerintah untuk melakukan upaya pengendalian. Hal ini agar harga kedelai impor dapat stabil kembali.
"Kita berharap kepada pemerintah, khususnya pemerintah pusat, bagaimana bisa mengendalikan harga kedelai, agar stabil kembali, maksimal harga sepuluh ribulah, itu kita masih bisa jalan," tutupnya.
Dampak kenaikan harga kedelai juga dirasakan sejumlah pengusaha warung makan. Agar tidak merugi, pengusaha terpaksa menaikkan harga jual seporsi nasi tempe.
"Kalau dulu seporsi nasi tahu tempe dijual seharga Rp 14 ribu, sekarang naik menjadi Rp 15 ribu seporsi, karena semua harga kebutuhan naik, jadi kita juga ikut menaikkan harga," kata Iyem di tempat terpisah.
Diakui Iyem, sebelum kenaikan harga kedelai, dirinya masih bisa mendapatkan 16 bungkus tempe plastik yang dibeli seharga Rp 10.000 ribu rupiah. Setelah kenaikan harga kedelai, jumlahnya berkurang menjadi 14 bungkus tempe plastik.
"Ukurannya juga sangat tipis, beda dari sebelumnya, untung pelanggan tidak mengeluh, mereka mengerti dengan kondisi sekarang," pungkas Iyem.
(asm/sar)