Perusahaan tambang PT Vale Indonesia Tbk terancam angkat kaki dari bumi Sulawesi. Hal ini karena 3 gubernur di wilayah Sulawesi menolak perpanjangan izin kontrak karya (KK) PT Vale Indonesia.
Kontrak karya PT Vale berakhir pada Desember 2025 mendatang sejak izin pertambangannya sudah berlangsung sejak 1968. Ada pun 3 wilayah operasi PT Vale di pulau Sulawesi, yakni di Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Sulawesi Tengah (Sulteng).
Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman bersuara keras menyatakan penolakan perpanjangan izin kontrak karya PT Vale. Hal itu disampaikan dalam rapat panitia kerja (panja) Komisi VII DPR RI, Kamis (8/9/2022).
"Satu kata dari kami, tidak ada perpanjangan untuk mereka (PT Vale)," tegas Andi Sudirman dalam rapat dengar pendapat tersebut.
Andi Sudirman menilai, PT Vale masih minim kontribusi terhadap Provinsi Sulsel. Padahal luas lahan yang dikelola di wilayah tambang Sorowako, Kabupaten Luwu Timur (Lutim) mencapai 70.932,74 hektare.
Keputusan Gubernur Sulsel Andi Sudirman menolak perpanjangan izin PT Vale, juga diikuti 2 gubernur di wilayah Sulawesi lainnya, yakni Gubernur Sultra Ali Mazi dan Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura.
Berikut 5 alasan pimpinan daerah di bumi Sulawesi sehingga menolak perpanjangan izin kontrak PT Vale;
1. Kontribusi Terhadap PAD Minim
Gubernur Sulsel Andi Sudirman Suliman menilai realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Sulsel dari PT Vale masih minim. Pada tahun 2021, kontribusinya disebut hanya 1,98%.
"Kalau kita reviu kontraknya, kontribusi PT vale masih sangat minim untuk Provinsi Sulawesi Selatan jika berada di kisaran 1,98 persen pada contoh kasus 2021, untuk masa kontrak karya puluhan tahun sebagai pemegang kuasa pertambangan," urai Andi Sudirman.
Selain itu Andi Sudirman menambahkan, terdapat puluhan ribu hektare dalam konsesi yang dikuasai menjadi idle pemanfaatannya karena dilakukan bertahap.
"Jadi idle-nya besar sekali barang ini karena ada monopoli dalam wilayah kekuasaan," ucapnya.
2. Persoalan Monopoli dan Kemiskinan
Andi Sudirman turut menyinggung persoalan tumpuan harapan yang hanya mengandalkan satu investor. Akibatnya ada keterbatasan kemampuan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Menurutnya monopoli konsesi oleh pihak ketiga menjadikan perlambatan potensi sumber daya alam. Hal ini berimplikasi pada perlambatan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan penanganan kemiskinan ekstrem.
"Sehingga apa yg terjadi adalah terjadi perlambatan penanganan kemiskinan ekstrim dan pemulihan ekonomi yang kita lakukan sehingga kita terbelakang terus," papar Andi Sudirman.
Selain itu, isu lingkungan menjadi beban tersendiri bagi pemerintah daerah yang tidak dapat mengontrol secara langsung sistem pengelolaan kekayaan alam oleh kuasa pertambangan.
Simak singgungan SDM lokal di halaman selanjutnya.
(sar/hmw)