Dituding Naikkan Biaya Lahan-Intimidasi Pengusaha, Dirut KIMA Buka Suara

Dituding Naikkan Biaya Lahan-Intimidasi Pengusaha, Dirut KIMA Buka Suara

Taufik Hasyim - detikSulsel
Jumat, 01 Apr 2022 16:10 WIB
Kantor PT Kawasan Industri Makassar
Kawasan Industri Makassar (KIMA) (Foto: Istimewa)
Makassar -

Paguyuban pengusaha Kawasan Industri Makassar (KIMA) mengklaim diintimidasi pihak pengelola KIMA gegara persoalan kenaikan biaya perpanjangan perjanjian penggunaan tanah industri (PPTI). Direktur Utama PT KIMA Zainuddin Mappa buka suara atas tudingan ini.

"Jadi tidak ada kenaikan. Itu harga sejak 2014," ungkap Zainuddin kepada detikSulsel, Jumat (1/4/2022).

Zainuddin juga menyebut pihaknya sama sekali tidak mengenal orang atau kelompok yang menyebut berasal dari paguyuban di KIMA. Kelompok yang mengklaim sebagai paguyuban pengusaha di KIMA ini tidak diketahui pihak pengelola. Sehingga pengelola KIMA tidak bisa mengakomodir aspirasinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nggak ada paguyuban. Jadi itu menurut kami paguyuban yang liar. Tidak kami akui. Kami tidak pernah menyetujui adanya paguyuban," jelasnya.

Selain itu, harga PPTI yang dipersoalkan juga sebenarnya sudah ditetapkan sejak 2014 dan sudah melalui audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Kemudian para pengusaha di KIMA juga sudah banyak yang melakukan perpanjangan.

ADVERTISEMENT

"Jadi harganya sudah acceptable bagi para pengusaha," jelasnya.

Dirut PT KIMA Zainuddin MappaDirut PT KIMA Zainuddin Mappa (Foto: Dok PT KIMA)

Selain itu, pihaknya membantah tudingan pengelola KIMA melakukan penutupan perusahaan imbas penolakan kenaikan biaya PPTI. Justru perusahaan tersebut tutup karena pencemaran lingkungan yang sanksinya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tidak ada kaitan dengan PPTI. Namun perusahaan tersebut membuang limbah yang membahayakan lingkungan sekitar.

"Beberapa kali kami selaku pengelola tegur. Sudah kami sumbat namun dibongkar lagi. Kami sebagai pengelola kawasan tentu bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, juru bicara Paguyuban Pengusaha Kawasan Industri Makassar (KIMA), M Tahir Arifin mengaku para pengusaha mendapat intimidasi setelah ada kebijakan kenaikan biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Kebijakan ini dinilai diambil sepihak PT KIMA.

"Investor atau pengusaha yang belum menyetujui atau melakukan perpanjangan PPTI kena intimidasi. Pintu masuk kantor dan pabrik dipasangi beton," ungkap M Tahir Arifin dalam keterangan yang diterima Rabu (30/3).

Tahir menambahkan intimidasi ini dinilainya sangat mengganggu aktivitas di pabrik. Intimidasi ini disebutnya tak berdasar karena lokasi pabrik-pabrik beroperasi sudah menjadi milik perusahaan atau para investor sesuai perjanjian jual beli sejak awal yang tercantum di PPTI.

"Hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan ketenangan para pelaku usaha di kawasan industri ini. Padahal kami butuh kepastian dan ketenangan berusaha," tegasnya.

Apalagi pihak PT KIMA diungkapnya mulai mengganggu internal perusahaan. PT KIMA disebutnya akan melakukan audit keuangan kepada perusahaan yang tidak sanggup membayar kenaikan PPTI yang dnilai memberatkan.

"Ini sangat meresahkan," jelasnya.

Tahir menilai kebijakan pengelola KIMA menaikkan secara sepihak biaya perpanjangan PPTI sebesar 30% dari nilai jual objek pajak (NJOP). Kebijakan ini dinilai memberatkan para pengusaha dan bisa berefek 20.000 pekerja kena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pabrik terancam tutup.

"Ada 20.000 lebih tenaga kerja di KIMA bisa terkena PHK. Ini dampak dari potensi tutupnya usaha karena biaya PPTI tiba-tiba naik sangat tinggi dan ditetapkan secara sepihak," ungkap Tahir.

Tahir Arifin menuturkan kondisi perekonomian saat ini belum pulih. Apalagi sektor usaha tertekan karena daya beli masyarakat masih turun. Sehingga kebijakan ini akan memberatkan para pengusaha di KIMA.

"Kenaikan biaya PPTI di KIMA itu sangat memberatkan. Apalagi di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini. Tidak memenuhi rasa keadilan," jelasnya.

Tahir merinci ada sekitar 265 perusahaan aktif di KIMA yang mempekerjakan lebih dari 20.000 tenaga kerja. Mestinya fakta ini dijadikan catatan untuk pemerintah termasuk PT Kima saat pengambilan keputusan. Seperti kebijakan biaya PPTI.

"PHK secara massal dapat terjadi, karena usaha yang tertekan dengan penetapan biaya yang sangat tinggi dan memberatkan dari PT KIMA ini. Yang merasakan imbas sosial dari pemutusan hubungan kerja ini bisa sampai 100 ribu jiwa," ungkapnya.




(tau/nvl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads