Kebijakan PT Kawasan Industri Makassar (KIMA) menaikkan secara sepihak biaya perpanjangan penggunaan tanah industri (PPTI) sebesar 30% dari nilai jual objek pajak (NJOP). Kebijakan ini dinilai memberatkan para pengusaha dan bisa berefek 20.000 pekerja kena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pabrik terancam tutup.
"Ada 20.000 lebih tenaga kerja di KIMA bisa terkena PHK. Ini dampak dari potensi tutupnya usaha karena biaya PPTI tiba-tiba naik sangat tinggi dan ditetapkan secara sepihak," ungkap juru bicara Paguyuban Pengusaha KIMA Makassar (PPKM), M Tahir Arifin dalam keterangan yang diterima, Senin (28/3/2022).
Tahir Arifin menuturkan kondisi perekonomian saat ini belum pulih. Apalagi sektor usaha tertekan karena daya beli masyarakat masih turun. Sehingga kebijakan ini akan memberatkan para pengusaha di KIMA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenaikan biaya PPTI di KIMA itu sangat memberatkan. Apalagi di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini. Tidak memenuhi rasa keadilan," jelasnya.
Tahir merinci ada sekitar 265 perusahaan aktif di KIMA yang mempekerjakan lebih dari 20.000 tenaga kerja. Mestinya fakta ini dijadikan catatan untuk pemerintah termasuk PT Kima saat pengambilan keputusan. Seperti kebijakan biaya PPTI.
"PHK secara massal dapat terjadi, karena usaha yang tertekan dengan penetapan biaya yang sangat tinggi dan memberatkan dari PT KIMA ini. Yang merasakan imbas sosial dari pemutusan hubungan kerja ini bisa sampai 100 ribu jiwa," ungkapnya.
Pihaknya sebenarnya tidak mempersoalkan adanya rencana kenaikan PPTI dalam pengelolaan KIMA asalkan didiskusikan sejak awal dengan melibatkan pengusaha. Selain itu kenaikan tarif mestinya tidak memberatkan dengan mempertimbangkan kesanggupan pelaku usaha.
"Untuk surat rekomendasi dari PT KIMA untuk perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), pelaku usaha sebaiknya dibebankan sesuai dengan kesanggupan. Nilainya antara 1% sampai 3% dari NJOP, karena masih ada biaya-biaya lainnya," ujar Tahir.
Tahir mengungkap sebenarnya para pengusaha di KIMA pada awal tahun 1990-an membuat perjanjian jual beli dengan PT KIMA. Perjanjian ini berbentuk PPTI dan selanjutnya menjadi Akta PPTI sebagai syarat formil penggunaan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Namun setelah 20 tahun berselang, PT KIMA justru meminta perpanjangan PPTI secara sepihak kepada para pengusaha di kawasan industri terbesar di Indonesia Timur. Para investor dibebankan biaya sebesar 30% dari NJOP untuk perpanjangan PPTI atas tanah yang awalnya sudah dibeli oleh para investor.
"Ini sangat memberatkan dan mengganggu kelangsungan usaha," tukasnya.
Kebijakan ini kemudian dinilai memberatkan sehingga PPKM telah mengirimkan surat keberatan ke Kementerian BUMN di Jakarta yang ditembuskan ke beberapa kementerian terkait lainnya. Termasuk ke Badan Pemeriksa Keuanhan (BPK), serta pemegang saham yakni Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar.
Direktur KIMA, Muhammad Mahmud yang berusaha dikonfirmasi detikSulsel terkait kebijakan ini belum memberikan tanggapan hingga berita ini diturunkan.
(tau/nvl)