Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menanggapi isu terkait izin tambang emas di Blok Wabu, Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah. Dia menegaskan Kementerian ESDM belum pernah menerbitkan izin pengelolaan tambang emas di Blok Wabu.
"Saya katakan bahwa Blok Wabu sampai hari ini belum tanda tangan izinnya. Ini perlu saya sampaikan, jangan sampai ada kabar-kabar burung yang macam-macam," kata Bahlil saat menghadiri Musyawarah Daerah Partai Golkar Papua Tengah di Timika, dikutip dari Antara, Senin (10/11/2025).
Bahlil mengatakan mantan Gubernur Papua Lukas Enembe pernah mengajukan untuk meminta Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) pengelolaan tambang emas Blok Wabu. Permohonan itu diajukan saat Bahlil masih menjabat Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang pernah diajukan sebelumnya oleh Pak Lukas Enembe untuk adanya WIUPK, tapi sampai sekarang IUPK-nya belum pernah ada," tegasnya.
Bahlil juga mengaku sempat didatangi sejumlah anggota DPRP Papua Tengah untuk menanyakan perizinan apa saja yang sudah diterbitkan oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM untuk mengelola pertambangan emas Blok Wabu beberapa waktu lalu.
"Kemarin saya didatangi oleh beberapa teman dari DPRP Papua Tengah untuk menanyakan beberapa izin termasuk Blok Wabu. Saya juga heran, kenapa bukan Pemdanya yang datang," ungkapnya.
Diketahui, tambang Blok Wabu yang berada di wilayah Kabupaten Intan Jaya merupakan area bekas konsesi PT Freeport Indonesia yang dikembalikan kepada pemerintah.
Kawasan yang berada di wilayah yang cukup sulit topografisnya dan terisolasi itu disebut-sebut memiliki cadangan mineral emas sangat besar dan berpotensi dikelola oleh PT Aneka Tambang (Antam) melalui MIND ID.
Pengelolaan blok ini mendapat penolakan keras oleh kelompok masyarakat lokal serta menjadi sorotan dari berbagai pihak, terutama Amnesty International Indonesia, karena potensi dampak negatifnya terhadap masyarakat di sekitar itu, seperti pengusiran, konflik, dan pelanggaran hak asasi manusia.
(hsr/ata)











































