Renungan Harian Katolik Sabtu, 13 September 2025: Jangan Pernah Lelah

Renungan Harian Katolik Sabtu, 13 September 2025: Jangan Pernah Lelah

Osmawanti Panggalo - detikSulsel
Sabtu, 13 Sep 2025 07:00 WIB
Orang sedang berdoa di gereja
Ilustrasi (Foto: Unsplash/Gianna B)
Makassar -

Hidup iman tidak selalu mudah dijalani. Ada kalanya kita merasa letih, jenuh, bahkan tergoda untuk berhenti berbuat baik karena tantangan yang silih berganti. Namun, justru dalam kelemahan itulah Tuhan ingin hadir untuk meneguhkan kita.

Renungan hari ini mengajak kita untuk terus bertahan, tetap setia, dan tidak pernah lelah dalam mengikuti Kristus. Sebab, kasih dan berkat-Nya selalu baru setiap hari, memberi kekuatan untuk melangkah lagi dengan semangat yang diperbarui.

Renungan hari Sabtu, 13 September 2025 mengangkat tema "Jangan Pernah Lelah" dikutip dari buku Renungan 3TiTiK oleh Juwati Darmawidjaja. Renungan ini juga dilengkapi daftar bacaaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yuk, disimak!

Renungan Harian Katolik Hari Ini, 13 September 2025

Berikut ayat Alkitab yang dapat dijadikan sebagai bahan renungan:

ADVERTISEMENT

Bacaan I: 1 Tim. 1:15-17

Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.

Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.

Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tak nampak, yang esa! Amin.

Mazmur Tanggapan: Mzm. 113:1-2,3-4,5a,6-7

Haleluya! Pujilah, hai hamba-hamba TUHAN, pujilah nama TUHAN!

Kiranya nama TUHAN dimasyhurkan, sekarang ini dan selama-lamanya.

Dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari terpujilah nama TUHAN.

TUHAN tinggi mengatasi segala bangsa, kemuliaan-Nya mengatasi langit.

Siapakah seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi,

yang merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?

Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur,

Bacaan Injil: Luk. 6:43-49

"Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik.

Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.

Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya."

"Mengapa kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?

Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya?Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan?,

ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.

Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya."

Renungan Hari Ini: Jangan Pernah Lelah

Setiap pohon dikenal dari buahnya. Dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.

(Luk. 6:44)

Kebanyakan orang lebih mudah mengenali jenis pohon dari buah yang dihasilkan. Terutama mereka yang tinggal di perkotaan, yang jarang melihat langsung pohon-pohon buah.

Mereka hanya mengenal buahnya seperti durian, nangka, dan sebagainya, tanpa tahu seperti apa pohonnya. Namun, ketika mengunjungi daerah pedesaan dan melihat pohon sedang berbuah, barulah mereka tahu, "Oh, ini pohon durian," atau, "Ini pohon nangka."

Buah juga penanda kualitas pohon. Pohon yang mendapatkan cukup nutrisi, bebas dari hama dan penyakit, tentu akan menghasilkan buah segar dan berkualitas.

Sebaliknya, pohon yang tidak terawat, kurang nutrisi, atau terserang penyakit, akan menghasilkan buah yang kecil, rusak, atau bahkan tidak layak konsumsi. Yesus menggunakan perumpamaan tentang pohon dan buah untuk menjelaskan hubungan antara hati dan perbuatan.

Hati yang baik melahirkan perbuatan baik; sebaliknya, hati yang jahat menghasilkan tindakan jahat. Bahkan, perkataan seseorang pun mencerminkan apa yang ada di dalam hatinya.

Kita semua adalah buah yang berasal dari pohon yang sama, yaitu Allah sendiri, Sang Sumber Kehidupan. Maka menjadi pertanyaan, apakah hidup kita telah menjadi buah yang manis bagi sesama?

Apakah orang sekitar kita, dapat merasakan kedamaian, penghiburan, kekuatan, dan harapan? Bunda Teresa pernah berkata, "Gunakanlah tanganmu untuk melayani dan hatimu untuk mencintai." Sederhana, namun dalam.

Seakan ia berkata, "Tak perlu hal besar untuk mencerminkan Allah. Lakukan saja kebaikan kecil, dengan cinta yang besar." Kita mungkin pernah lelah berbuat baik.

Mungkin sudah terlalu sering memberi, tapi tak pernah mendapat. Terlalu sering memaafkan, tapi tetap disakiti.

Terlalu sering berkorban, tapi dilupakan. Namun ingatlah, buah tidak tumbuh dalam satu malam. Ia butuh musim, matahari, hujan, dan kesetiaan akar untuk terus mencengkeram tanah.

Santo Stefanus, martir pertama, menghidupi iman sampai akhir hayat. Menjelang kematian, ia mampu mengampuni orang-orang yang merajamnya.

Ia adalah buah yang ranum. Sebuah buah yang dipetik di surga, dan harum sampai kini.

Doa:

Ya Tuhan, di dunia yang letih karena kebencian dan keegoisan, jadikanlah aku pohon kecil yang tetap setia menumbuhkan kebaikan. Ketika hatiku mulai lelah, siramilah aku dengan kasih-Mu.

Ketika dunia tak membalas cinta, ingatkan aku bahwa Engkaulah satu-satunya alasan. Aku ingin menjadi buah yang manis, yang memberi hidup, menguatkan sesama, dan memuliakan Engkau.

Amin.

Hari Ini Peringatan Wajib Santo Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja

Yohanes lahir di Antiokia, Syria antara tahun 344 dan 354 dari sebuah keluarga bangsawan. Ayahnya Secundus, seorang bangsawan di Antiokia dan komandan pasukan berkuda kerajaan.

Ibunya, Anthusa, seorang ibu yang baik. Yohanes dididiknya dalam tata cara hidup yang sesuai dengan kebangsawanan mereka.

Ketika berusia 20 tahun, Yohanes belajar retorika (ilmu pidato) di bawah bimbingan Libanius, seorang ahli pidato yang terkenal pada masa itu. Libanius bangga akan kepintaran dan kefasihan Yohanes.

Sekitar umur 20-an tahun, Yohanes baru dipermandikan menjadi Kristen. Kemudian bersama beberapa orang temannya, ia mendalami cara hidup membiara dan belajar teologi di bawah bimbingan Diodorus dari Tarsus, seorang pemimpin Sekolah Teologi Antiokia.

Setelah itu, selama 6 tahun ia hidup menyendiri sebagai rahib di pegunungan Antiokia. Sekembalinya ke kota, Yohanes ditahbiskan menjadi diakon oleh Uskup Meletius dan pada tahun 386 ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Flavian I dari Antiokia.

Ia ditugaskan mewartakan Injil di Antiokia. Keahliannya berpidato dimanfaatkannya dengan baik untuk menyampaikan ajaran Tuhan kepada umatnya. Kotbahnya menarik dan mendalam.

Ia menguraikan makna Kitab Suci dengan menerangkan arti setiap teks Kitab Suci bagi kehidupan. Semenjak itu, Yohanes menjadi seorang imam yang populer di kalangan umat.

Sepeninggal Nectarius, Patriark Konstantinopel, pada tahun 397 Yohanes dipilih sebagai Uskup Konstantinopel. Pada masa itu, hidup susila penduduk kota sangat merosot.

Hal ini mendesak dia untuk melancarkan pembaharuan hidup moral di seluruh kota dan di kalangan rohaniwan-rohaniwan. Kepandaiannya berpidato dimanfaatkannya untuk melancarkan pembaharuan itu.

Kotbahnya sungguh tepat dan mengena, tegas dan terus-terang. Sabda Tuhan diterapkannya secara tepat sesuai situasi kehidupan susila umat.

Oleh karena itu, ia dibenci oleh pembesar-pembesar kota dan uskup lainnya. Program pembaharuannya ditantang keras.

Dalam suatu sinode di Oak, sebuah desa di Kalsedon, ia dikucilkan oleh uskup-uskup lainnya. Tetapi tak lama kemudian ia dipanggil kembali karena reaksi keras dari seluruh umat yang sayang kepadanya.

Pada tanggal 9 Juni 404, sekali lagi ia diasingkan karena kritikannya yang pedas terhadap Kaisar (wanita) Eudoxia dan pembantu-pembantunya. Banyak penderitaan yang dia alami dalam pengasingan itu.

Di sana ia meninggal dalam kesengsaraan sebagai saksi Kristus. Yohanes dikenal sebagai seorang uskup yang saleh.

Kotbah dan tulisan-tulisannya sangat berbobot dan menjadi saksi akan kefasihannya dalam berbicara. Oleh karena itu, ia dijuluki "Krisostomus" yang artinya "Si Mulut Emas."

Dalam kotbah dan tulisan-tulisannya dapat terbaca keprihatinan utama Krisostomus pada masalah keadilan dan penerapan ajaran Kitab Suci, baik oleh umat maupun oleh rohaniwan-rohaniwan.

Demikian renungan harian Katolik Sabtu, 13 September 2025 dengan bacaannya. Semoga bermanfaat!

(urw/urw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads