Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) menghibahkan lahan seluas 10 hektare di Desa Pucak, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, untuk pembangunan Politeknik Pengawasan Obat dan Makanan (POM). Sekolah kedinasan itu bakal dibangun BPOM RI dengan anggaran Rp 1,7 triliun.
"Tadi kita penandatanganan lahan yang kita hibahkan untuk BPOM Politeknik di Pucak. Itu nanti akan menjadi sekolah pendidikan khusus lebih kepada advokasi. Programnya multiyears Rp 1,7 triliun," kata Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman kepada wartawan di Baruga Asta Cita Rujab Gubernur Sulsel, Kamis (28/8/2025).
Pemprov Sulsel, kata dia, juga mendorong adanya jalur afirmasi bagi putra-putri Sulsel yang berprestasi agar bisa masuk ke politeknik tersebut. Jalur afirmasi bisa dilalui ketika telah mendapat rekomendasi gubernur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapan kita nanti akan ada afirmasi untuk prestasi dari rekomendasi gubernur minimal 10 persen. Tentu juga ada hak yang lain untuk mendaftar umum, supaya nanti orang yang terlibat dalam pendidikan ini orang yang terbaik di Sulsel," bebernya.
Menurut Andi Sudirman, Politeknik POM di Maros nantinya merupakan yang pertama di Indonesia. Sulsel dipilih karena memiliki letak geografis yang baik dan berada di tengah-tengah Indonesia.
"50 persen nanti di sana (sistemnya) ikatan dinas. Harapannya kita seperti itu. Karena kenapa? pangan dan obat juga memiliki skop lebih luas. Kalau ada penyuluh pertanian, harus ada juga pengawasan obat dan makanan," jelasnya.
Tidak hanya politeknik, gubernur juga meminta kepada Pemkot Palopo dan Bone agar menyiapkan lahan untuk pembangunan kantor perwakilan BPOM. Kantor BPOM di Kota Palopo untuk mengakomodir daerah Luwu Raya dan Kantor BPOM di Bone mengakomodir wilayah Bosowasi.
"Akan dibangun juga kantor perwakilan di wilayah Palopo. Ini tanahnya dicarikan nanti, kemarin di bilang kurang lebih 6 ribu meter persegi. Yang kedua juga di wilayah Bosowasi, di Kabupaten Bone. Tanahnya juga tolong disiapkan," bebernya.
Sementara Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar mengatakan pembangunan Politeknik POM karena belum ada satupun pendidikan khusus yang menangani pengawasan obat dan makanan di Indonesia. Sementara di negara maju sudah berkembang.
"BPOM bukan sekadar penyuluhan, dia baru lihat makanan di jalanan itu mengandung boraks, mengandung zat pengawet mengandung pewarna berbahaya, dia sudah bisa langsung, tapi perlu dibuktikan di laboratorium, tapi dengan seperti itu dia sudah bisa punya insting," sebut Taruna.
Menurut dia, Politeknik POM sangat berbeda dengan Politeknik Kesehatan milik Kemenkes. Seperti halnya politeknik penerbangan dan pelayaran. Meski sama-sama di bidang perhubungan.
"Satu berhubungan pengawasan dan satu berhubungan untuk ketersediaan struktur gizi. Kan beda, jadi satu mengurusi teknis berapa nilai gizi, satu mengurusi mencegah jangan sampai terjadi kesalahan gizi," pungkasnya.
(hsr/sar)