Miris Warga 5 Desa di Enrekang Bangun Jembatan Sendiri-Utang Rp 14 Juta

Miris Warga 5 Desa di Enrekang Bangun Jembatan Sendiri-Utang Rp 14 Juta

Tim detikSulsel - detikSulsel
Kamis, 31 Jul 2025 09:00 WIB
Jembatan penghubung yang digunakan 5 desa di Kabupaten Enrekang yang dibangun secara swadaya.
Jembatan penghubung yang digunakan 5 desa di Kabupaten Enrekang yang dibangun secara swadaya. Foto: (Dok. Istimewa)
Enrekang -

Warga 5 desa di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel), terpaksa menggalang donasi untuk mempercepat pembangunan jembatan baru akibat jembatan gantung sebelumnya putus diterjang banjir bandang. Belakangan, setelah jembatan selesai dibangun, barulah diketahui jika pembangunan jembatan menyisakan utang sebesar Rp 14 juta.

Jembatan gantung tersebut putus dihantam banjir pada 2024 lalu. Jembatan menghubungkan Desa Kaluppini, Desa Lembang, Desa Ranga, Desa Tokkonan dan Desa Rossoan di Kecamatan Enrekang, sehingga mobilitas warga terganggu.

"Itu sebelumnya ada jembatan gantung tetapi rusak karena banjir. Sejak jembatan putus, warga kesulitan melewati sungai. Kalau hujan deras warga menunggu surutnya air sungai sampai bisa dilewati," ujar warga bernama Juliani kepada detikSulsel, Senin (7/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Warga yang merasa sangat membutuhkan keberadaan jembatan kemudian menggalang donasi. Hal ini, kata Juliana, sebagai bentuk keseriusan warga terhadap akses mereka.

"Ya, kami warga tentu berharap pemerintah segera buat jembatan gantung. Kami juga galang donasi sebagai bentuk keseriusan kami agar jembatan baru dapat dibangun lagi. Jumlah donasi terkumpul sudah Rp 10 juta," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Belakangan diketahui total biaya pembangunan jembatan mencapai Rp 71 juta. Namun hasil swadaya dan donasi warga rupanya hanya terkumpul sekitar Rp 57 juta.

"Jadi biaya pembangunan Rp 71 juta dan terkumpul Rp 57 juta. Masih ada sekitar Rp 14 juta yang menjadi utang setelah kami hitung," beber Kepala Desa Kaluppini Muh Salata kepada detikSulsel, Selasa (29/7).

Salata memaparkan utang Rp 14 juta tersebut merupakan bahan bangunan yang dibeli di toko. Bahan bangunan tersebut yang dipakai membangun jembatan.

"Utang itu maksudnya kami sudah ambil bahan bangunan seperti semen di toko dan belum dilunasi," bebernya.

Dia memaparkan warga dari 5 desa di sekitar juga turut membantu pembangunan jembatan. Mereka menyadari kebutuhan atas jembatan ini sangat penting.

"Pembangunannya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat 5 desa yakni Kaluppini, Lembang, Ranga, Tokkonan dan Rosoan. Dan memang 5 desa ini yang selama ini membutuhkan kehadiran jembatan penghubung ini," imbuhnya.

Saat ini kata dia, warga masih berupaya mengumpulkan dana baik swadaya maupun donasi untuk dapat melunasi utang. Salata menilai warga begitu antusias membantu baik dana maupun tenaga.

"Jadi sementara penggalangan lagi dan bagaimana kreatifnya masyarakat. Belum tahu berapa yang masuk lagi ini," jelasnya.

Dia memaparkan dana desa tidak dapat dipakai membangun jembatan. Alasannya karena jembatan itu bukan merupakan jalan desa.

"Tidak bisa memakai dana desa karena itu bukan jalan desa, itu jalan kabupaten. Jadi aturan kita tidak diperbolehkan memakai anggaran desa," paparnya.

Legislator Sentil Pemkab Enrekang

Anggota DPRD Enrekang Ma'ruf Arifin Bando pun merespons warga 5 desa yang berutang sampai Rp 14 juta demi membangun jembatan secara swadaya. Dia menilai Pemkab Enrekang tidak bergerak cepat agar jembatan tersebut bisa dibangun dan warga tidak berutang.

"Semestinya pemerintah yang lebih aktif, misalnya dengan memanfaatkan anggaran perubahan atau pengalokasian parsial untuk respons awal. Kita kasihan juga kalau warga pakai dana pribadi dan swadaya membangun jembatan begitu," kata Ma'ruf kepada detikSulsel, Rabu (30/7).

Legislator PAN ini mengatakan semestinya pemerintah yang bergerak cepat saat ada jembatan putus. Termasuk melihat penanganan awal dan anggaran yang dapat dipakai segera membangun.

"Pemahaman saya memang perlu ada tindakan baik dari pribadi dari pemerintah atau dari biaya tak terduga bisa diambil segera. Nanti itu diusulkan di APBD perubahan 2025 untuk bisa digunakan membangun jembatan," paparnya.

Bahkan menurut anggota komisi I DPRD Enrekang ini, Pemkab dan legislatif bisa dilibatkan untuk ikut berdonasi secara pribadi jika perlu. Hal ini sebagai bentuk kepedulian atas kebutuhan warga.

"Kan yang saya dengar ada utang Rp 14 juta. Itu bisa dari dinas-dinas bantu bayar itu utang. Termasuk juga warga koordinasikan ke kami untuk ikut berdonasi," imbuhnya.

Namun dia mengakui Pemkab juga biasanya akan dilema saat dihadapkan dengan kebutuhan pembangunan. Jika terlalu cepat turun tangan bisa dianggap ada penyalahgunaan, namun ketika lambat akan dianggap tidak peduli warganya.

"Pada dasarnya, ini memang menjadi dilema bagi pemerintah karena anggaran APBD tidak serta merta bisa langsung tersedia. Harus melalui proses perencanaan terlebih dahulu. Mungkin bisa diupayakan melalui Dinas Bencana, namun tetap saja anggarannya tidak bisa langsung ada," terangnya.

Halaman 2 dari 4
(asm/ata)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads