Akademisi UIN Alauddin Makassar Dukung Komdigi Lindungi Anak di Ruang Digital

Akademisi UIN Alauddin Makassar Dukung Komdigi Lindungi Anak di Ruang Digital

Sahrul Alim - detikSulsel
Jumat, 07 Feb 2025 22:30 WIB
Akademisi UIN Alauddin Makassar Ibnu Hadjar. Dokumen Istimewa
Akademisi UIN Alauddin Makassar Ibnu Hadjar. Foto: Dokumen Istimewa
Makassar -

Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Ibnu Hajar menanggapi tim khusus yang berfokus pada perlindungan anak di ruang digital oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Dia menilai langkah tersebut positif sebagai respons penting terhadap tantangan digital yang semakin kompleks.

"Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menciptakan ekosistem digital yang aman bagi generasi muda," ujar Ibnu dalam keterangan tertulisnya dikutip detikSulsel, Jumat (7/2/2025).

Menurut Ibnu Hajar, perlindungan anak di dunia digital harus dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai aspek sosial dan budaya. Ibnu juga menyebut konsep keamanan digital tidak bersifat universal, tetapi hasil negosiasi nilai yang berbeda di setiap kelompok masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Inisiatif tersebut tidak hanya mempertegas pentingnya pengawasan konten digital, tetapi juga membuka ruang untuk dialog konstruktif dalam rangka menyusun kebijakan yang holistik dan inklusif," katanya.

Dia menilai kebijakan itu akan berdampak pada jutaan anak Indonesia. Makanya perlu didasarkan pada pemahaman mendalam terhadap dinamika sosial yang ada, serta didorong oleh pendekatan partisipatif dan inklusif.

ADVERTISEMENT

Ibnu menyajikan beberapa aspek sosiologis sebagai masukan konstruktif untuk pengembangan kebijakan, dengan harapan dapat membuka ruang dialog yang membangun. Pertama, digitalisasi sebagai arena pertaruhan nilai oleh teori konstruksi sosial Berger & Luckmann.

"Konsep 'keamanan digital' tidak bersifat mutlak atau universal, melainkan merupakan hasil negosiasi nilai antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Survei Katadata (2023) mengungkapkan perbedaan persepsi antara orang tua di Jawa-yang menganggap game online sebagai ancaman-dengan kekhawatiran di wilayah seperti Papua dan Maluku, di mana perhatian lebih kepada konten religi yang dianggap menyimpang," jelasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa definisi risiko dalam ruang digital harus disusun dengan memperhatikan keragaman budaya dan nilai lokal. Sebagai masukan, lanjut Ibnu, pendekatan partisipatif seperti grounded theory dapat diterapkan untuk melibatkan masyarakat dalam merumuskan indikator risiko yang sesuai dengan konteks kultural masing-masing daerah.

Kedua, kata Ibnu, kesenjangan digital sebagai bentuk ketimpangan struktural berdasarkan teori Konflik Marxian. Kesenjangan infrastruktur digital di Indonesia merupakan tantangan nyata yang menimbulkan dampak berbeda pada anak-anak di berbagai wilayah.

"Data dari Speedtest Global Index (2023) menunjukkan perbedaan signifikan antara kecepatan internet di wilayah urban dan daerah dengan akses terbatas," katanya.

Ketimpangan ini, kata Ibnu, tidak hanya mempengaruhi akses terhadap informasi, tetapi juga memperbesar kerentanan anak terhadap risiko seperti cyberbullying di perkotaan dan penipuan online di daerah terpencil. Oleh karena itu, selain regulasi konten, pemerataan akses digital dan peningkatan literasi teknologi harus menjadi prioritas dalam kebijakan
perlindungan anak.

"Ketiga, keluarga dalam Pusaran Digitalisasi (Teori Sistem Sosial Parsons & Latent Function Merton). Transformasi digital telah mengubah dinamika dalam keluarga, di mana peran orang tua dalam mengawasi penggunaan teknologi oleh anak sering kali terkendala oleh ketidakmampuan mengikuti perkembangan teknologi yang cepat," jelasnya.

Studi dari Universitas Indonesia pada 2023 juga menunjukkan bahwa hampir setengah dari orang tua merasa kurang mampu mendampingi anak di dunia digital. Maka, strategi kebijakan yang hanya menekankan kontrol orang tua perlu dilengkapi dengan program digital parenting yang terintegrasi.

Seperti, pelatihan teknologi Intergenerasional untuk meningkatkan pemahaman orang tua mengenai tren digital terkini sehingga mereka dapat lebih efektif dalam mendampingi anak. Selanjutnya, platform komunikasi keluarga berbasis lokal untuk mengembangkan aplikasi dengan antarmuka bahasa daerah yang mendukung komunikasi dan pengawasan dengan lebih akrab.

"Revitalisasi peran keluarga besar untuk mengajak peran serta anggota keluarga lain, seperti kakek-nenek, untuk mendukung pengawasan dan pendampingan digital anak," jelasnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Selain aspek perlindungan, Ibnu Hajar juga menyoroti fenomena anak-anak yang semakin aktif sebagai kreator konten digital. Menurutnya, regulasi harus mampu menyeimbangkan perlindungan anak dengan pemberdayaan mereka di dunia digital.

"Banyak anak saat ini menjadi kreator konten di platform seperti YouTube atau TikTok. Kebijakan yang dibuat harus memastikan bahwa anak-anak mendapatkan perlindungan dari eksploitasi ekonomi tanpa menghambat kreativitas dan inovasi mereka," katanya.

Ia menyarankan adanya regulasi khusus yang mengatur jam kerja, perlindungan finansial, serta hak anak dalam industri digital agar mereka tidak menjadi korban eksploitasi ekonomi.

Menurut Ibnu Hajar, kebijakan perlindungan anak di ruang digital harus bersifat holistik dan inklusif. Selain pengendalian konten, kebijakan juga harus memperhatikan pemerataan akses digital, peningkatan literasi teknologi bagi orang tua, serta pemahaman terhadap nilai-nilai budaya lokal.

"Dengan maraknya penyebaran konten ekstrem di dunia digital, seperti yang ditunjukkan oleh data PPIM (2022), perlindungan terhadap aspek spiritual anak juga menjadi penting. Pendekatan konstruktif melalui kerja sama dengan komunitas agama dapat membantu menciptakan narasi positif yang melawan penyebaran konten yang tidak sesuai, tanpa mengorbankan kebebasan berekspresi," jelasnya.

Dia mengaku sarannya ini ditujukan untuk Menteri Komdigi Meutya Hafid sebagai pionir dalam mengarahkan transformasi digital di Indonesia, agar kebijakan yang dihasilkan dapat menciptakan ekosistem digital yang aman, adil, dan mendukung perkembangan anak-anak Indonesia secara menyeluruh.

Halaman 3 dari 2


Simak Video "Video Kak Seto: Banyak Anak Bisa Berkembang Melalui Dunia Digital"
[Gambas:Video 20detik]
(asm/hsr)

Hide Ads