UN Convention to Combat Desertification (UNCCD) dari PBB melaporkan jika 40% bagian dari Bumi menjadi kering secara permanen dalam 3 dekade terakhir. Hal ini diketahui dapat menghadirkan bencana besar.
Dilansir dari detikINET, tercatat sekitar 77,6% daratan menjadi lebih kering hingga 2020 jika dibandingkan dengan 30 tahun sebelumnya. Daerah yang dulunya lembab menjadi kering dan menghasilkan dampak serius untuk pertanian, ekosistem alam, dan umat manusia.
Mengutip dari National News, dalam 30 tahun terakhir, kekeringan tanah bertambah menjadi 4,3 juta km. Hal ini berarti 40% permukaan dunia, sekarang dianggap sebagai daratan kering, kecuali Antartika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, terdapat lebih dari 25% populasi dunia atau sekitar 2,3 miliar orang hidup di area itu. Jika kekeringan ini terus berlanjut, jumlahnya akan mencapai 5 miliar di 2100.
"Krisis kekeringan ini telah dicatat dengan kejelasan ilmiah, mengungkap ancaman eksistensial bagi miliaran orang di dunia," ujar Executive Secretary UNCCD, Ibrahim Tiaw.
"Saat iklim menjadi lebih kering, kemampuan untuk kembali ke kondisi sebelumnya hilang. Iklim lebih kering yang sekarang berimbas pada daratan luas di seluruh dunia tidak akan kembali ke kondisi sebelumnya," jelasnya.
Dari hasil laporan ketersediaan air di Afrika Utara dan Timur Tengah mengalami penurunan dari 75% sejak 1950-an. Krisis kekeringan ini berkaitan dengan badai pasir dan debu lebih sering dan lebih besar di Timur Tengah.
Pertanian juga menjadi masalah serius dalam kondisi ini. Hal ini disebabkan lahan pertanian menjadi lebih kering sehingga kurang produktif dan menyebabkan kerawanan pangan.
Baca juga: Tanda 'Kiamat' dari Sungai Eufrat |
Wilayah yang masuk dalam kategori daratan kering adalah Afrika barat dan Brasil, juga Afrika Tengah dan Eropa yang 95% yang menjadi lebih kering secara permanen. Sementara itu, hanya kurang dari seperempat lahan di dunia yang dalam kondisi lumayan basah.
"Ini dapat memengaruhi akses terhadap air yang dapat mendorong manusia dan alam makin dekat ke titik kritis yang membawa bencana di mana manusia tidak lagi mampu membalikkan dampak buruk perubahan iklim," ucap Kepala ilmuwan UNCCD, Barron Orr.
Dari laporan PBB, negara-negara didesak untuk meningkatkan penggunaan lahan dan lebih efisien menggunakan air. Menanam tanaman yang membutuhkan lebih sedikit air dan metode irigasi, contohnya irigasi tetes akan dibutuhkan dalam skala yang jauh lebih besar.
(asm/ata)