- Puisi Hari Ibu#1
- Puisi Hari Ibu #2
- Puisi Hari Ibu #3
- Puisi Hari Ibu Singkat #4
- Puisi Hari Ibu #5
- Puisi Hari Ibu #6
- Puisi Hari Ibu #7
- Puisi Hari Ibu #8
- Puisi Hari Ibu #9
- Puisi Hari Ibu #10
- Puisi Hari Ibu #11
- Puisi Hari Ibu #12
- Puisi Hari Ibu #13
- Puisi Hari Ibu #14
- Puisi Hari Ibu #15
- Puisi Hari Ibu #16
- Puisi Hari Ibu #17
- Puisi Hari Ibu #18
- Puisi Hari Ibu #19
- Puisi Hari Ibu #20
- Puisi Hari Ibu #21
- Puisi Hari Ibu #22
- Puisi Hari Ibu #23
- Puisi Hari Ibu #24
- Puisi Hari Ibu #25
- Puisi Hari Ibu #26
- Puisi Hari Ibu #27
- Puisi Hari Ibu #28
Peringatan Hari Ibu Nasional 2024 tinggal menghitung hari lagi. Tahun ini, momen tersebut telah memasuki peringatan yang ke-96 tahun.
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menyemarakkan hari bersejarah tersebut. Salah satunya dengan membacakan puisi bertema Hari Ibu.
Melalui puisi, detikers dapat menyampaikan rasa cinta, syukur, dan penghormatan kepada ibu atas pengorbanan serta kasih sayangnya selama ini. Tema yang diangkat dalam puisi juga bisa bervariasi, menyesuaikan dengan topik acara yang dirayakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai referensi, detikers dapat melihat contoh puisi Hari Ibu penuh makna dan menginspirasi yang telah dirangkum detikSulsel dari berbagai sumber. Yuk, disimak!
Puisi Hari Ibu#1
Tak Terhingga
Karya: Najwa Futhana Ramadhani
Aku menangis
Air mata ini jatuh membasahi bumi
Aku menangis
Menyadari,
Aku selalu egois
Tangisku tak mengubah segalanya
Tangisku tak dapat mengubah isi hatinya
Aku menyesal
Karena perbuatan ku
Aku menyesal
Atas segala kesalahanku
Kini ...
Tinggal ku duduk menyendiri
Menunggu jawaban hidup ini
Akhirnya kusadari
Dia telah pergi
Ke pelukan Illahi
Walau telah tiada
Segala cinta
Segala kasih sayangnya
Akan selalu membekas di hatiku
Oh, Ibu ...
Puisi Hari Ibu #2
Setetes Air Mata
Karya: Hanim Fatmawati Madiun
Setetes air mata seorang ibu
Gejolak hati yang seakan akan ingin menjerit
Air mata terus mengalir
Membasahi kedua pipinya
Yang sangat lembut
Di malam yang sunyi gelap gurita
Kedinginan yang berada di tubuhnya
Hati yang terluka terhanyut dalam kesedihan
Seorang ibu terus Meneteskan air mata
Dan ia mulai bertanya
Kepada seorang anak
Ia mulai mengucapkan
Kata-kata dengan lisan
Mulutnya seakan akan ingin marah
Penderitaan yang dirasakan
Ia mulai berbaring
Dan meneteskan air mata
Apa yang ia rasakan
Dan mulai merenung dan diam
Tanpa kata-kata
Puisi Hari Ibu #3
Syair untuk Ibu
Karya: Amelia Zelianti
Ibu setiap rintikkan air matamu
Menyadarkan diriku atas perbuatanku
Pengorbanan yang telah kau berikan untukku
Selalu ku kenang sepanjang hidupku
Di bawah redupnya pelita malam
Ku rebahkan kepalaku di pangkuanmu
Aku merasakan hati yang penuh ketenangan
Lewat belaian hangat tangan halusmu
Ibu, Kau lah jantung dan hatiku
Darahmu mengalir deras di tubuhku
Semua tentang lukamu terikat di batinku
Kutuliskan syair ini untukmu ibu
Dengan bait yang langsung terhubung denganmu
Dihiasi oleh goresan pena yang indah
Syair ini akan selalu mewarnai hidupmu
Puisi Hari Ibu Singkat #4
Catatan Terima Kasih
Karya: Lang Leav
Kamu telah memberi tahuku
Semua hal
Aku perlu mendengar
Sebelum aku tahu,
Aku perlu mendengar mereka
Agar tidak takut dari semua hal
Aku pernah takut,
Sebelum aku tahu
Aku seharusnya tidak takut pada mereka
Puisi Hari Ibu #5
Sajak Ibu
Karya: Wiji Thukul
Ibu pernah mengusirku minggat dari rumah
Tetapi menangis ketika aku susah
Ibu tak bisa memejamkan mata
Bila adikku tak bisa tidur karena lapar
Ibu akan marah besar
Bila kami merebut jatah makan
Yang bukan hak kami
Ibuku memberi pelajaran keadilan
Dengan kasih sayang
Ketabahan ibuku
Mengubah rasa sayur murah
Jadi sedap
Ibu menangis ketika aku mendapat susah
Ibu menangis ketika aku bahagia
Ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda
Ibu menangis ketika adikku keluar penjara
Ibu adalah hati yang rela menerima
Selalu disakiti oleh anak-anaknya
Penuh maaf dan ampun
Kasih sayang ibu
Adalah kilau sinar kegaiban tuhan
Membangkitkan haru insan
Dengan kebajikan
Ibu mengenalkan aku kepada tuhan
Puisi Hari Ibu #6
Lembut, Sayup, Tua Renta
Karya: Endah Megawati
Kala mata terbuka
Kala hati menitikkan air mata
Kala dunia menghujat dan menghina
Tapi kau akan selalu datang membela
Tak jarang pula aku menyuruhmu tanpa rasa malu
Menambah beban mu yang gak sedikitpun aku bantu
Membentak mu dengan mimik kesal ku
Hanya karena sepasang baju yang belum sempat dilipat untuk sekolahku
Apa harus dengan kehilangan mu aku akan tersadar?
Apa harus dengan membiarkanmu tergeletak di lantai aku akan mengerti?
Apa harus dengan melihat mu tak lagi di sisi aku akan berubah?
Aku tak sanggup lagi, walau hanya menghayal sendiri
Puisi Hari Ibu #7
Surau-surau yang Kubangun, Ibu
Karya: Hafney Maulana
Surau-surau yang kau bangun Ibu
Mengalir bersama darah dari sungging
Senyum bahagiamu
Dari tempat itu, kukayuh bidukku
Memburu zikir tahmid dan tahlil
Ibu, sebatang alif yang kau suapkan dulu
Ibu, azan dalam suraumu
Jadi tongkat penepis ombak yang menjilat jejak
Jadi palu pemecah matahari yang membakar hari
Ibu, di surau-suraumu
Aku mengutip-ngutip waktu
Puisi Hari Ibu #8
Surat untuk Ibu
Karya: Joko Pinurbo
Akhir tahun ini saya tak bisa pulang, Bu.
Saya lagi sibuk demo memperjuangkan nasib saya
yang keliru. Nantilah, jika pekerjaan demo
sudah kelar, saya sempatkan pulang sebentar.
Oh ya, Ibu masih ingat Bambang, 'kan?
Itu teman sekolah saya yang dulu sering numpang
makan dan tidur di rumah kita. Saya baru saja
bentrok dengannya gara-gara urusan politik
dan uang. Beginilah Jakarta, Bu, bisa mengubah
kawan menjadi lawan, lawan menjadi kawan.
Semoga Ibu selalu sehat bahagia bersama penyakit
yang menyayangi Ibu. Jangan khawatirkan
keadaan saya. Saya akan normal-normal saja.
Sudah beberapa kali saya mencoba meralat
nasib saya dan syukurlah saya masih dinaungi
kewarasan. Kalaupun saya dilanda sakit
atau bingung, saya tak akan memberi tahu Ibu.
Selamat Natal, Bu. Semoga hatimu yang merdu
berdentang nyaring dan malam damaimu
diberkati hujan. Sungkem buat Bapak di kuburan.
Puisi Hari Ibu #9
Ketika Ibu Pergi
Karya: Handry TM
Ketika ibu pergi, seisi rumah sepi
Kami bertemu di ruang tamu, di dapur,
Di kamar tidur, di ruang aku belajar
Selalu ibu bertanya tentang apa
Yang kudapat hari ini
Ibu adalah teman di mana kami
Saling berbagi, saling memberi
Kami adalah anak-anak yang lahir
Oleh waktu yang keliru
Kadang ibu sering bertanya tentang
Siapa yang kelak terlebih dahulu
Meninggalkan rumah ini:
Ayah terlebih dahulu, ibu kemudian
Ataukah anak-anaknya ?
Hanya air mata yang menetes setiap
Mengingat pertanyaan itu
Membayangkan orang tua pergi
Satu persatu
Tapi tidak berarti seperti itu
Tuhan pun boleh saja memanggil
Kami, anak-anak yang belum lama
Tinggal di dunia untuk menghadap-Nya
Dan kini, ketika ibu pergi
Rumah ini memberi pelajaran besar
Tentang arti kehilangan tadi
Ibu, lekaslah pulang
Aku ingin memelukmu
Puisi Hari Ibu #10
Pernah Aku Ditegur
Karya: Chairil Anwar
Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai
Ibu.....
Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah
Ibu.....
Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
Dan Bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun.....
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu....
Ibu....
Aku sayang padamu.....Tuhanku....Aku bermohon padaMu
Sejahterakanlah dia
Selamanya.....
Puisi Hari Ibu #11
Jendela
Karya: Joko Pinurbo
Di jendela tercinta ia duduk-duduk
bersama anaknya yang sedang beranjak dewasa.
Mereka ayun-ayunkan kaki, berbincang, bernyanyi
dan setiap mereka ayunkan kaki
tubuh kenangan serasa bergoyang ke kanan dan kiri.
Mereka memandang takjub ke seberang,
melihat bulan menggelinding di gigir tebing,
meluncur ke jeram sungai yang dalam, byuuurrr....
Sesaat mereka membisu.
Gigil malam mencengkeram bahu.
"Rasanya pernah kudengar suara byuuurrr
dalam tidurmu yang pasrah, Bu."
"Pasti hatimulah yang tercebur ke jeram hatiku,"
timpal si ibu sembari memungut sehelai angin
yang terselip di leher baju.
Di rumah itu mereka tinggal berdua.
Bertiga dengan waktu. Berempat dengan buku.
Berlima dengan televisi. Bersendiri dengan puisi.
"Suatu hari aku dan Ibu pasti tak bisa bersama."
"Tapi kita tak akan pernah berpisah, bukan?
Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma."
Selepas tengah malam mereka pulang ke ranjang
dan membiarkan jendela tetap terbuka.
Siapa tahu bulan akan melompat ke dalam,
menerangi tidur mereka yang bersahaja
seperti doa yang tak banyak meminta.
Puisi Hari Ibu #12
Alamat Ibu
Karya: Isbedy Stiawan ZS
Jika aku jauh berjalan
Dan lupa rumah ibu
Maka selalu kuingat
Pohon yang kau tanam
Di depan rumah sebelah kanan
Meski kumaklumi
Tak setiap waktu
Pohon itu berbunga
dan berbuah
Aku akan menandainya
Dengan mencecap rasa
Atau berteduh di bawahnya
Menghitung daun yang gugur
Mengingat uzur
Matahari selepas zuhur
Jika kau laut
Aku sudah seberangi
Dalamnya, dan melewati
Pulau pulau-benua benua
Meski aku maklum
Tak setiap waktu
Aku bisa lelap
Dalam ombakmu
dan berlayar...
Aku akan menerimanya
Seperti kurindu cintamu
Yang merekatkan layar
Ke lambung perahu ini
Bagiku menitipkan usia
Di telapak kakimu
Muara surga
Jika aku jauh berjalan
Lupa pulang ke hatimu
Tempat pohon-pohon berbunga
Dan laut tumbuhkan benua
Tetaplah senyummu melambai
sebagai mercusuar
Bagi para pelayar
Maka aku tak pernah tersasar
Karena sejauh anak pergi
Dan lalai jalan pulang
Kau akan mengingatkan
Perantau agar kembali
Demikian ibu
Selalu mencahayakan
Alamat.
Puisi Hari Ibu #13
Bait Sajak untuk Ibu
Karya: Kusnan
Tetes-tetes darah, keringat, dan air matamu
Cukup sudah menorehkan
Prasasti-prasasti indah di hidupku
Menggenapi di setiap celah ruang dan waktu
Gumam doa tulus nan sederhanamu
Jua, keriput di kening untuk menata asa
Demi anak-anakmu
Telah menjadi saksi
Pada hamparan permadani indah beranda surga
Akhirnya
Maafkan bila belum sempurna baktiku padamu
Saat renta usia menjemputmu... ibu, maafkan kami anak-anakmu
Selamat jalan ibu
Merengkuh jalan panjang menuju haribaan-Nya
Tuhan semesta jagad raya
Yakinlah suatu saat bersama takdir, nanti
Kita akan tersenyum bersama semerbak harum surga
Amin
Puisi Hari Ibu #14
Cinta Ibu
Karya: KH A Mustofa Bisri
Seorang ibu mendekap anaknya
Yang durhaka saat sekarat
Air matanya menetes-netes di wajah
Yang gelap dan pucat
Anaknya yang sejak di rahim diharap
Harapkan menjadi cahaya
Setidaknya dalam dirinya
dan berkata anakku jangan risaukan dosa-
Dosamu kepadaku sebutlah namaNya, sebutlah namaNya.
Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur
dan darah
Terdengar desis mirip upaya sia-sia
Sebelum semuanya terpaku kaku.
Puisi Hari Ibu #15
Ibu
Karya: Khalil Gibran
Ibu adalah segalanya, dialah penghibur di dalam kesedihan
Pemberi harapan di dalam penderitaan, dan pemberi kekuatan di dalam kelemahan
Dialah sumber cinta, belas kasihan, simpati dan pengampunan
Manusia yang kehilangan ibunya berarti kehilangan jiwa sejati, yang memberi berkat dan menjaganya tanpa henti
Segala sesuatu di alam ini melukiskan tentang sosok Ibu
Matahari adalah Ibu dari planet bumi, yang memberikan makanannya dengan pancaran panasnya
Matahari tak pernah meninggalkan alam semesta pada malam hari, sampai matahari meminta bumi untuk tidur sejenak
Di dalam nyanyian lautan dan siulan burung-burung dan anak-anak sungai
Dan bumi adalah Ibu dari pepohonan dan bunga-bungaan menjadi Ibu yang baik, bagi buah-buahan dan biji-bijian
Ibu sebagai pembentuk dasar dari seluruh kewujudan dan adalah roh kekal, penuh dengan keindahan dan cinta
Selamat Hari Ibu
Puisi Hari Ibu #16
Ibu dan Misteri
Karya: Jonna Fuchs
Bu, cintamu adalah sebuah misteri:
Bagaimana kamu bisa melakukan itu semua?
Ibu selalu ada di sana dan memperbaiki hal dengan sempurna
Untuk masalahku, besar dan kecil.
Cintamu melindungiku hari demi hari,
Jadi aku tidak takut, aku aman dan sehat.
Aku merasa bisa melakukan apa saja
Kapan pun ibu ada.
Ibu, cintamu adalah sebuah misteri,
Aku tidak punya petunjuk
Mengapa kamu mencintaiku sepanjang waktu,
Tapi saya sangat senang kamu melakukannya!
Puisi Hari Ibu #17
Ibu Malaikatku
Karya: Mosdalifah
Ibu...
Disini kutulis cerita tentangmu
Nafas yang tak pernah terjerat dusta
Tekad yang tak koyak oleh masa
Seberapapun sakitnya kau tetap penuh
Ibu...
Tanpa lelah kau layani kami
Dengan segenap rasa bangga dihati
Tak terbesit sejenak pikirkan lelahmu
Kau terus berjalan diantara duri-duri
Ibu...
Tak pernah kuharap kau cepat tua dan renta
Tak pernah ku ingin kau lelah dalam usia
Selalu kuharapkan kau terus bersamaku
Dengan cinta berikan petuahmu
Ibu..
Kau lah malaikatku
Penyembuh luka dalam kepedihan
Penghapus dahaga akan kasih sayang
Sampai kapanpun itu..
Aku akan tetap mencintaimu..
Ibu, malaikatku.
Puisi Hari Ibu #18
Kesunyian Ibu
Karya: Denza Perdana
Ibu
Dahinya adalah jejak sujud yang panjang
Perjalanan waktu membekas di pelupuk matanya
Derai air mata di pipinya telah mengering
Tanpa sisa, tanpa ada yang menduga
Ia memilih jalan sunyi untuk bertanya
Hiruk pikuk untuk tersenyum di beranda derita
Menjerit saat lelap berkuasa
Berdoa bukan untuk dirinya.
Puisi Hari Ibu #19
Cuma Ibu yang Tahu
Karya: Khofifah Indar Parawansa
Saat Ibu baru saja memejamkan mata
pecahlah tangisan sikecil dengan nyaringnya
dalam keadaan mengantuk, anak pun harus digendong sepenuh cinta
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya
Saat lapar melanda, terbayang makanan enak di atas meja
ketika suapan pertama, anak pup dicelana
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya
Saat badan sudah lelah tak ada tenaga
ingin segera mandi menghilangkan penat yang ada
mumpung anak-anak sedang anteng di kamarnya
Belum sempat sabunan, anak sudah nangis berantem rebutan boneka
Kacaulah acara mandi Ibu, langsung handukan walau daki masih menempel dibadannya
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya
Saat Ibu ingin beribadah dengan khusuknya
anak-anak mulai mencari perhatian
menarik-narik mukena, mengacak-ngacak lemari baju mumpung lbu tak berdaya
Loncat sana loncat sini, punggung Ibu jadi pelana.
Belum juga beres doa, anak-anak semakin berkuasa
Bagaimana rasanya?
Cuma Ibu yang tahu rasanya
Aaah
Di balik kerepotan itu semua, namun ada jua syurga didalamnya.
Cuma Ibu yang tahu lezatnya makna senyuman anak yang diberikan
pelukan anak
Ucapan cinta anak yang tampak sederhana dihadapan orang, namun berubah menjadi intan permata dimata Ibu
Itulah mengapa
Saat anak bahagia, Ibu menangis
Anak berprestasi, Ibu menangis
Anak tidur lelap, Ibu menangis
Anak pergi jauh, Ibu menangis
Anak menikah, Ibu menangis
Anak wisuda TK aja, Ibu menangis
Anak tampil dipanggung, Ibu menangis
Aah....
inikah tangis bahagia yang tak akan dapat dimiliki siapapun jua
jika engkau tak mengalaminya sendiri sebagai Ibu
mungkinkah ini bagian dari surga milikNya yang diberikan kepada seluruh Ibu, sebuah cinta yang begitu lezatnya dirasa
Dan akhirnya saya percaya dimana ada kerasnya perjuangan Ibu di dalam rumah
maka disitu akan hadir cahaya surga yang menemani Ibu yang tak kalah indahnya
Jika hari ini engkau menangis karena repotnya mengasuh anak
maka akan ada hari dimana engkau akan tersenyum paling manis karena kebaikan yang hadir bersamanya
Selamat menyambut Hari Ibu esok hari 22 Des
Salam buat seluruh Ibu-Ibu
Dimanapun berada
Puisi Hari Ibu #20
Ibu
Karya: Kusumo
Kasihmu tiada tara, sungguh besar sekali
Tak pernah ku mendengar keluhanmu
Setiap saat hanya cinta yang engkau berikan
Senyumanmu indah menyejukkan hati
Ibu...
Kau berikan perhatian penuh untuk kebaikan
Tak peduli hujan, panas, pagi, siang, sore, malam
Belaian hangat tanganmu terasa nyaman sekali
Teruslah mengasihiku, menyayangiku
Ibu...
Terima kasih untukmu, yang penuh kesabaran
Merawat, membesarkan, dengan ketulusan
Tak sanggup rasanya membalas kebaikanmu
Terlalu besar, banyak, tak terhitung jumlahnya
Doamu ibu, selalu kunantikan
Kuingin restumu menyertaiku
Doaku untukmu ibu
Semoga bahagia selalu
Puisi Hari Ibu #21
Ibu
Karya: Lola Ridge
Cintamu bagaikan cahaya bulan
yang mengubah hal-hal kasar menjadi keindahan,
sehingga jiwa-jiwa kecil
yang masam saling memantulkan secara miring
seperti di cermin yang retak. . .
melihat dalam rohmu yang bercahaya
pantulan mereka sendiri,
berubah rupa seperti aliran air yang bersinar,
dan mencintaimu apa adanya.
Kamu bukanlah gambaran dalam pikiranku,
melainkan sebuah kilau.
Aku melihatmu dalam kilauan
pucat seperti cahaya bintang di dinding abu-abu. . .
cepat berlalu dari ingatan bagaikan pantulan angsa putih
yang berkilauan di air pecah.
Puisi Hari Ibu #22
Aku Memanggil Namamu
Karya: Dimas Arika Mihardja
Setiap debur rindu, aku memanggil namamu dengan gigil bahasa kalbu:
Ibu Bagaimana bisa aku, bagaimana bisa aku mengubur wajah cerah penuh gairah mencinta?
Ibu, Jika riak menjadi ombak dan ombak menggelombangkan rasa sayang
Kupanggil sepenuh sepenuh gigil hanya namamu. Saat sampan dan perahu melaju
Di tengah cuaca tak menentu engkaulah bandar, tempat nyaman bagai sampan
Bersandar sebab di matamu ada mercusuar berbinar.
Jalan terjal berliku adalah lekuk tubuh ibu yang mengajarkan kesabaran
Rindang pohon di sepanjang tulang mengingatkan hangat dekap di dadamu
Deru lalu lintas jalanan, rambu-rambu dan simpang
Lampu adalah nasihat yang selalu mengobarkan semangat berjihad.
Aku memanggil namamu, Ibu
Sebab waktu tak lelah mengasuh dan membasuh peluh
Aku memanggil namamu, Ibu
Sebab segala lagu, sebab segala lugu mengombak di bibirmu
Aku selalu memanggil dan memanggil namamu:
Ibu!
Puisi Hari Ibu #23
Ibuku Dehulu
Karya: Amir Hamzah
Ibuku dehulu marah padaku
diam ia tiada berkata aku pun lalu merajuk pilu
tiada peduli apa terjadi matanya terus mengawas daku
walaupun bibirnya tiada bergerak mukanya masam menahan sedan
hatinya pedih kerana lakuku
Terus aku berkesal hati
menurutkan setan, mengkacau-balau
jurang celaka terpandang di muka
kusongsong juga - biar cedera
Bangkit ibu dipegangnya aku
dirangkumnya segera dikecupnya serta dahiku berapi pancaran neraka
sejuk sentosa turun ke kalbu
Demikian engkau;
ibu, bapa, kekasih pula berpadu satu dalam dirimu
mengawas daku dalam dunia.
Puisi Hari Ibu #24
Bunda Air Mata
Karya: Emha Ainun Najib
Kalau engkau menangis
Ibundamu yang meneteskan air mata
Dan Tuhan yang akan mengusapnya
Kalau engkau bersedih
Ibundamu yang kesakitan
Dan Tuhan yang menyiapkan hiburan-hiburan
Menangislah banyak-banyak untuk Ibundamu
Dan jangan bikin satu kali pun untuk membuat Tuhan naik pitam kepada hidupmu
Kalau Ibundamu menangis,
para malaikat menjelma butiran-butiran air matanya
Dan cahaya yang memancar dari airmata ibunda
membuat para malaikat itu silau dan marah kepadamu
Dan kemarahan para malaikat adalah kemarahan suci
sehingga Allah tidak melarang mereka tatkala menutup pintu sorga bagimu
Puisi Hari Ibu #25
Jangan Takut Ibu
Karya: WS Rendra
Matahari musti terbit.
Matahari musti terbenam.
Melewati hari-hari yang fana
Ada kanker payudara, ada encok,
dan ada uban.
Ada Gubernur sarapan bangkai buruh pabrik,
Bupati mengunyah aspal,
Anak-anak sekolah dijadikan bonsai.
Jangan takut, Ibu !
Kita harus bertahan.
Karena ketakutan
meningkatkan penindasan.
Manusia musti lahir.
Manusia musti mati.
Di antara kelahiran dan kematian
bom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki,
serdadu-serdadu Jepang memenggal kepala patriot-patriot Asia,
Ku Klux Klan membakar gereja orang Negro,
Teroris Amerika meledakkan bom di Oklahoma
Memanggang orangtua, ibu-ibu dan bayi-bayi,
di Miami turis Eropa dirampok dan dibunuh,
serdadu inggris membantai para pemuda di Irlandia,
orang Irlandia meledakkan bom di London yang tidak aman
Jangan takut, Ibu !
Jangan mau digertak
Jangan mau di ancam
Karena ketakutan meningkatkan penjajahan
Sungai waktu
menghanyutkan keluh-kesah mimpi yang merangas.
Keringat bumi yang menyangga peradaban insan
menjadi uranium dan mercury.
Tetapi jangan takut, Ibu
Bulan bagai alis mata terbit di ulu hati
Rasi Bima Sakti berzikir di dahi
Aku cium tanganmu, Ibu !
Rahim dam susumu adalah persemaian harapan
Kekuatan ajaib insan
Dari Zaman ke Zaman
Puisi Hari Ibu #26
Kepada Ibu
Karya: Rafina Yumma Syafiqa
Kata ibu, kami sama-sama
Berpeluk di rahimnya
Saat berada di kedua tangannya
Kami sedang berebut susunya
Kami berburu bintang paling terang
Bersama menyusim anak tangga
Memetik kejora
Kemudian kami letakkan di pangkuan ibu
Duh, ibu mengapa kau teteskan air mata haru?
Entah untukku, kau, atau kami
Puisi Hari Ibu #27
Ibu
Karya: KH Mustofa Bisri
Kaulah gua teduh tempatku bertapa bersamamu sekian lama
Kaulah Kawah dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi yang tergetar lembut bagiku melepas lelah dan nestapa Gunung yang menjaga mimpiku siang dan malam
Mata air yang tak brenti mengalir membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain berenang dan menyelam
Kaulah Ibu, laut dan langit yang menjaga lurus horisonku
Kaulah ibu, mentari dan rembulan yang mengawal perjalananku mencari jejak sorga di telapak kakimu
Puisi Hari Ibu #28
Untuk Ibuku Tercinta
Karya: Agus Suarsono
Ku ingin,
Menghirup hawa yang kau hirup
Melangkah,
Di tempatmu melangkah
Berteduh,
Di tempatmu berteduh
Dan terlelap di atas pangkuanmu
Ibu...
Ku cuma inginkan selalu bersamamu
Sepanjang waktuku..
Nah, itulah tadi kumpulan puisi untuk peringatan Hari Ibu. Semoga bermanfaat.
(edr/edr)