Rahasia Wanita Tibet Bertahan Hidup di Ketinggian 4.200 Mdpl

Rahasia Wanita Tibet Bertahan Hidup di Ketinggian 4.200 Mdpl

Tim detikEdu - detikSulsel
Jumat, 29 Nov 2024 22:30 WIB
Bagi banyak orang, penyampaian salam orang Tibet ini dianggap tidak sopan. Orang Tibet memberikan memberikan salam dengan cara menjulurkan lidahnya kepada orang lain.
Tradisi Warga Tibet Menyapa Orang. Foto: dok. Istimewa
Jakarta -

Tinggal di dataran tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi manusia karena suhu dingin ekstrem dan minimnya oksigen. Namun hal ini berbeda dengan orang-orang yang tinggal di Tibet, bahkan para wanita bisa bertahan hidup dan melahirkan dengan baik.

Dilansir dari detikEdu, tantangan hidup di dataran tinggi lebih sulit karena kadar oksigen lebih sedikit dibandingkan orang yang tinggal di permukaan. Contohnya, ketika menarik nafas di ketinggian, mereka hanya dapat menghirup sedikit oksigen.

Tibet merupakan wilayah yang ketinggiannya mencapai 4.900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kondisi ini menyebabkan banyak ilmuwan tertarik untuk meneliti bagaimana perempuan di sana bisa bertahan hidup dan bereproduksi dengan baik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Proceedings of the National Academy of Science of the United of America (PNAS), peneliti mempelajari 417 wanita Tibet berusia 46 hingga 86 tahun. Khususnya yang tinggal di lokasi Mustang Atas, Nepal, di tepi selatan Dataran Tinggi Tibet, 3.657-4.267 meter di atas permukaan laut.

Mereka mencatat data mengenai riwayat reproduksi manusia, pengukuran fisiologis, sampel DNA, dan juga faktor sosialnya. Tidak hanya itu, ilmuwan juga mengkaji bagaimana karakteristik pengiriman oksigen di dataran tinggi Tibet.

ADVERTISEMENT

Kajian tersebut berkaitan dengan kadar oksigen di udara dan darah yang lebih rendah. Hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan jumlah persalinan.

"Ini merupakan hal yang penting karena jumlah kelahiran hidup adalah salah satu tanda utama dari kebugaran atau kemampuan bertahan hidup suatu spesies dalam jangka panjang," ujar peneliti.

Studi menunjukkan hasil yang memuat ciri-ciri fisiologi wanita Tibet menjadi rahasia mereka bisa bereproduksi. Meskipun berada di lingkungan yang sangat kekurangan oksigen.

Penelitian yang dipimpin oleh dosen Emeritus Terhormat dari Case Western Reserve University, Amerika Serikat, Cynthia Beall, menunjukkan jika ketahanan luar biasa pada wanita Tibet dapat memberikan wawasan bagaimana manusia dapat bertahan di lingkungan yang cenderung ekstrem.

"Memahami bagaimana populasi seperti ini beradaptasi, memberi kita pemahaman yang lebih baik tentang proses evolusi manusia," ujar Cynthia mengutip dari thedaily.case.edu.

Dalam studinya, diketahui jika wanita Tibet yang mempunyai anak terbanyak memiliki ciri darah dan jantung yang unik. Hal ini membantu tubuh mereka dalam menyalurkan oksigen.

Diketahui, wanita yang melaporkan kelahiran hidup terbanyak mempunyai hemoglobin, yakni molekul yang membawa oksigen. Mendekati rata-rata sampel dan saturasi oksigen yang tinggi.

Berdasarkan saturasi yang sangat tinggi ini, memungkinkan pengiriman oksigen yang lebih efisien ke sel tanpa meningkatkan viskositas darah. Hal ini terjadi karena darah yang semakin kental dan tekanan pada jantung semakin besar.

"Ini adalah kasus seleksi alam yang terus berlanjut," ujar Beall, Profesor Antropologi Sarah Idell Pyle di Case Western Reserve University.

"Wanita Tibet telah berevolusi dengan cara yang menyeimbangkan kebutuhan oksigen tubuh tanpa membebani jantung," lanjutnya.

Lebih lanjut, para peneliti menyebut jika sifat genetik yang mereka kaji kemungkinan berasal dari Denisovan yang hidup di Siberia sekitar 50.000 tahun yang lalu. Kemudian keturunan mereka bermigrasi ke dataran tinggi Tibet.

Hal ini merupakan varian gen EPAS1 yang unik bagi populasi dataran tinggi Tibet dan bisa mengatur konsentrasi hemoglobin. Sifat lainnya, contohnya peningkatan aliran darah ke paru-paru dan ventrikel jantung yang lebih lebar semakin meningkatkan pengiriman oksigen.

Beberapa sifat ini berkontribusi pada berhasilnya produksi yang lebih besar. Kemudian memberikan ilmu tentang bagaimana manusia beradaptasi dengan kadar oksigen rendah seumur hidup di udara dan tubuh mereka.




(ata/hsr)

Hide Ads