2 Aksi Angngaru Berujung Petaka, Hakikatnya Bukan untuk Pesta Pernikahan

2 Aksi Angngaru Berujung Petaka, Hakikatnya Bukan untuk Pesta Pernikahan

Tim detikSulsel - detikSulsel
Jumat, 08 Nov 2024 08:00 WIB
Barang bukti badik yang digunakan untuk membunuh korban
Ilustrasi badik. Foto: (dok. istimewa)
Makassar -

Penampilan adat angngaru menjadi salah satu budaya yang kerap muncul dalam pesta pernikahan di Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun belakangan, angngaru menjadi sorotan setelah 2 pemuda tertusuk badik sendiri saat tampil di pesta pernikahan.

Pemuda berinisial F (18) di Kampung Malise Kelurahan Punda Baji, Kecamatan Labakang, Kabupaten Pangkep misalnya, meregang nyawa setelah tertusuk badiknya sendiri. Insiden itu terjadi saat F menyambut kedatangan pengantin pada Selasa (29/10).

Tidak berselang lama, pada Senin (4/11), insiden serupa kembali terjadi terhadap pemuda inisial R (19) di Dusun Palompong, Desa Pabentengan, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa. Beruntung, R masih dapat terselamatkan dan kini menjalani rawat jalan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, bagaimana hakikat angngaru sesungguhnya?

Hakikat Angngaru untuk Mengucap Sumpah

Budayawan Universitas Hasanuddin (Unhas) Firman Saleh mengatakan tradisi angngaru perlu dikembalikan pada hakikatnya. Dia menyebut angngaru sejatinya merupakan ritual pengucapan janji atau sumpah prajurit.

ADVERTISEMENT

"Kita kembali ke hakikatnya angngaru, dari kata aru, aru itu ikrar, janji, sumpah, setia. Jadi angngaru adalah proses mengucapkan atau mengikrarkan janji sumpah setianya prajurit atau para panglima kerajaan," kata Firman Saleh kepada detikSulsel, Rabu (6/11/2024).

Firman menjelaskan, angngaru juga tidak dilakukan oleh sembarang orang. Menurutnya, perlu ada keyakinan yang kuat agar persembahan angngaru dapat dilakukan dengan lancar.

"Dan memang itu dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keyakinan penuh bahwa memang dirinya diberikan, dia punya keyakinan bahwa dia memiliki kelebihan dengan tidak termakan benda tajam," jelasnya.

Kini, kata Firman, tradisi angngaru bertransformasi ke tradisi pernikahan. Makanya tidak sedikit orang yang memaknai angngaru sebagai sumpah janji setia kedua mempelai dalam pernikahan.

"Makanya itu disebut sebagai transformasi budaya, tadinya tidak dilaksanakan pada tradisi pernikahan jadi dilaksanakan pada pernikahan karena maknanya tadi ikrar sumpah janji setia," ujarnya.

"Dalam pernikahan, dengan menghadirkan angngaru sehingga dimaknai juga bahwa si mempelai laki-laki dengan adanya angngaru menunjukkan nilai bahwa dia bersedia untuk menjadi pendamping, mengikrarkan janji sumpah setianya kepada calon mempelai (perempuan)," tambahnya.

Firman menjelaskan, kesakralan angngaru memang ada pada penggunaan badik asli. Sehingga, dia menilai penampilnya tidak boleh sembarang orang melainkan yang memiliki kekebalan tubuh pada senjata tajam.

"Kalau angngaru yang sesungguhnya menggunakan badik, parang, atau keris yang sesungguhnya karena yang melakukan bukan orang biasa. Maksudnya dianugerahi kekuatan, dia punya keyakinan cukup tinggi yang menunjukkan betul-betul saya lah orang yang pantas yang mengawal, mendampingi, melindungi apa pun yang terjadi," terangnya.

Sementara, lanjutnya, saat ini banyak yang menampilkan angngaru dengan menggunakan badik asli tapi tidak memiliki keyakinan penuh atas kekebalan dirinya. Dia menegaskan hal dasar dalam melakukan angngaru adalah keyakinan.

"Walaupun orang bilang geraknya sama, tapi ada hal yang sangat mendasar yaitu keyakinan," katanya.

Angngaru Bukan untuk Pesta Pernikahan

Firman menekankan jika angngaru bukanlah untuk pesta pernikahan. Namun, karena telah bertransformasi ke acara pernikahan, dia pun menyarankan agar penampil cukup menggunakan badik replika.

Menurutnya, badik asli memiliki ketajaman racun yang tinggi sehingga dapat berakibat fatal jika dilakukan oleh orang yang tidak memiliki ilmu kekebalan.

"Kalau acara pernikahan, tidak sewajarnya menggunakan badik yang sesungguhnya. Mungkin ada yang tidak punya kekebalan, langsung dia menusukkan badik itu ke tubuhnya, itu fatal akibatnya," katanya.

"Harusnya dia menggunakan yang replika saja, kan hanya pertunjukan saja, hanya untuk menunjukkan inilah tradisi," sambungnya.




(asm/ata)

Hide Ads