5 Fakta Guru SMP di Sorong Kena Denda Adat Rp 100 Juta gegara Viralkan Siswa

Papua Barat Daya

5 Fakta Guru SMP di Sorong Kena Denda Adat Rp 100 Juta gegara Viralkan Siswa

Paulus Pulo - detikSulsel
Jumat, 08 Nov 2024 06:30 WIB
Tampak depan SMP 3 Kota Sorong.
Foto: Tampak depan SMP 3 Kota Sorong. (Dok. Istimewa)
Sorong -

Guru SMP berinisial SA di Kota Sorong, Papua Barat Daya, dikenakan sanksi adat usai memvideokan aktivitas siswanya, ES (13) hingga viral di media sosial. Orang tua ES yang keberatan terhadap ulah SA lantas menuntut denda sebesar Rp 100 juta.

Momen guru merekam aksi siswanya di dalam kelas terjadi di SMP Negeri 3 Kota Sorong. Namun pihak sekolah tidak merinci waktu kejadian video itu dibuat yang menimbulkan protes orang tua siswa.

"Betul adanya kejadian tersebut hingga si guru SA harus diberikan sanksi berupa denda Rp 100 juta," kata Kepala SMP Negeri 3 Kota Sorong, Herlin S Maniagasi kepada wartawan, Rabu (6/11/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirangkum detikcom, Jumat (8/11), berikut 5 fakta guru SMP dikenakan sanksi adat Rp 100 juta oleh orang tua siswa di Sorong:

1. Guru Rekam Siswa Gambar Alis

Kasus ini berawal saat SA sedang mengajar di ruang kelas. Di tengah pelajaran, SA melihat siswanya inisial ES sedang menggambar alisnya sendiri menggunakan alat tulis.

ADVERTISEMENT

"Sesuai informasi yang kami dapat bahwa siswa ini gambar alis saat guru SA tengah membawa mata pelajaran di dalam kelas," ungkap Herlin.

Aksi siswa itu direkam oleh SA hingga diunggah di media sosial tanpa sepengetahuan SE. Video itu kemudian viral hingga diketahui oleh orang tua siswa.

"Awalnya ada permintaan denda, termasuk syarat saya (dituntut) turun dari jabatan dan guru SA harus dinonaktifkan," ujarnya.

2. Guru Mulanya Didenda Rp 500 Juta

Aparat kepolisian sempat turun tangan melakukan mediasi atas permasalahan tersebut. Orang tua ES mulanya menuntut SA dengan denda sebesar Rp 500 juta.

"Selama dua kali dinegosiasi, pihak keluarga dan sekolah belum mendapatkan titik temu hingga berlanjut ke Polresta Sorong Kota," ungkapnya.

Orang tua ES akhirnya menuntut guru SA untuk membayar denda Rp 100 juta. Kedua belah pihak pun sepakat dengan nominal tersebut.

"Kesepakatan awal di Polresta Sorong Kota keluarga meminta denda dari Rp 500 juta, dinegosiasi hingga turun jadi Rp 100 juta," beber Herlin.

3. Ortu Beri Tenggat hingga 9 November

Orang tua ES memberikan tenggat waktu untuk melakukan pembayaran denda adat tersebut. Guru SA harus melunasi pembayaran maksimal sampai Sabtu (9/11).

"Selama beberapa jam lakukan negosiasi, pihak sekolah dan orang tua murid sepakat Rp 100 juta dengan batas waktu membayar dendanya hingga pada 9 November," ujarnya.

Herlin mengatakan pihak sekolah akan membantu guru tersebut membayar denda. Pasalnya, guru SA tidak bisa menanggung pembayaran denda seorang diri.

"Pihak sekolah akan bantu Rp 10 juta dan SA sudah menyanggupi agar bayar Rp 20 juta. Sisanya kami cari jalan," ucap Herlin.

Simak fakta berikutnya di halaman berikutnya...

4. PGRI Galang Donasi Bayar Denda

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Sorong turut membantu melunasi denda adat tersebut. Sebanyak 3.500 guru dikerahkan untuk ikut berdonasi sebagai bentuk solidaritas.

"Gerakan solidaritas 3.500 guru ini diinisiasi oleh Persatuan Guru Republik Indonesia Kota Sorong guna membantu SA yang didenda adat oleh keluarga ES," kata Ketua PGRI Sorong, Arif Abdullah Husain kepada wartawan, Kamis (7/11).

Arif mengatakan para guru di Sorong patungan dengan nominal Rp 30 ribu tiap orang. Dia berharap donasi bisa terkumpul sesuai dengan nominal denda yang dituntut orang tua siswa.

"Gerakan donasi ini kita sudah sepakat tiap guru dibebani dengan Rp 30 ribu dan harus diserahkan pada 9 November," imbuhnya.

5. PGRI Harap Guru Tak Disanksi Adat

Arif mengaku prihatin atas sanksi sosial yang dikenakan terhadap guru SA. Dia berharap insiden ini menjadi bahan evaluasi agar tidak mencoreng muruah guru.

"PGRI Kota Sorong tetap menjunjung tinggi hukum adat Papua. Namun perihal sanksi adat tidak boleh diberlakukan ke dewan guru di daerah," harap Arif.

Dia lantas menyinggung profesi guru dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005. Arif berharap sanksi adat tidak diberlakukan untuk tenaga pendidik.

"Setiap persoalan sebaiknya dibicarakan lebih dulu dan jangan langsung terapkan aturan adat. Sebab posisi guru ini juga sebagai orang tua anak di sekolah," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(sar/ata)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads