Kantor Desa Maroneng di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel), terbakar pascaeksekusi lahan seluas 4 hektare yang juga sempat diwarnai kericuhan. Polisi mengaku menunggu laporan dari pemerintah desa untuk menyelidiki penyebab kebakaran tersebut.
"Iya, memang ada kejadian (kebakaran) tadi malam," kata Sekdes Maroneng Imran Saing kepada detikSulsel, Sabtu (3/8/2024).
Terkait apakah kantor desa terbakar atau dibakar massa dia mengaku belum bisa memastikan. Termasuk kantor desa diduga dibakar pihak yang tidak menerima eksekusi lahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak bisa konfirmasi apakah memang terbakar atau ada sengaja (membakar). Saya belum bisa kasih asumsi terkait itu (diduga dibakar pihak yang menolak eksekusi)," tegasnya.
Imran mengaku meninggalkan kantor desa sekitar pukul 22.00 wita dan kondisi kantor desa masih belum terbakar. Namun hari ini dia menerima informasi kantor desa terbakar.
"Saya kurang paham detail sebab saya meninggalkan lokasi jam 10 malam masih baik-baik saja," bebernya.
Pihaknya mengaku memang sudah mengantisipasi kejadian tidak diinginkan pascaeksekusi lahan di Desa Maroneng. Dia menyebut telah memindahkan semua dokumen dan berkas-berkas dari kantor desa ke rumah kepala desa.
"Pascaeksekusi walaupun tidak terkena penggusuran kami sudah memindahkan aktivitas ke rumah pak desa," jelasnya.
Terpisah, Kapolres Pinrang AKBP Andiko Wicaksono menjelaskan pihaknya menunggu laporan dari pemerintah Desa Maroneng atau pemilih lahan untuk turun melakukan penyelidikan. Pasalnya status kantor Desa Maroneng sebagai pinjam pakai.
"Statusnya pinjam pakai kantor desa itu. Sebenarnya dari awal ada saran dirobohkan sekalian. Memang pinjam pakai dari pemohon. Kalau ada pihak merasa dirugikan silakan buat laporan saja," tegasnya.
"Kami menunggu laporan desa yang masuk jika memang ada kerugiannya. Kan itu statusnya bukan barang milik negara karena pinjam pakai. Intinya kami menunggu laporan. SOP-nya begitu," jelasnya.
Sebelumnya, eksekusi lahan di Desa Maroneng seluas 4 hektare juga diwarnai kericuhan pada Senin (29/7) sekitar pukul 08.00 Wita. Warga memblokade jalan hingga melempari aparat kepolisian dan Satpol PP untuk menggagalkan proses eksekusi.
Eksekusi lahan ini dilakukan sesuai dengan surat perkara perdata Nomor: 9/Pdt.G//2017/PN.Pin, jo Putusan Pengadilan Tinggi Makassar Nomor : 210/Pdt/2018/PT Mks jo Mahkamah Agung RI Nomor: 1381/K/PDT.2019 yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara antara Hj. Hajrah sebagai penggugat melawan H Rumpa dkk sebagai pihak tergugat.
(asm/ata)