Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar melakukan aksi demo di Kampus II, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel). Aksi yang memprotes surat edaran rektor perihal penyampaian aspirasi yang mesti ada izin itu berujung ricuh antara massa dengan sekuriti.
"Aksi terkait soal surat edaran dari rektorat. Kan, di surat edaran itu, mekanisme untuk menyampaikan aspirasi, tapi teman-teman menilai ada kejanggalan dari surat itu," ujar Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar, Muh Ikhsan kepada detikSulsel, Rabu (31/7/2024).
Ikhsan mengatakan mahasiswa dari berbagai fakultas dan lembaga kemahasiswaan ikut dalam aksi yang berlangsung pada Rabu (31/7) sekitar pukul 12.00 Wita. Massa, kata dia, memprotes isi surat edaran yang pada salah satu poin menekankan penyampaian aspirasi harus mendapatkan izin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu membuat lembaga kemahasiswaan menganggap bahwa untuk menyampaikan aspirasi sebenarnya tidak perlu surat izin, tetapi surat pemberitahuan saja. Di Buku Saku Mahasiswa, di undang-undang, juga jelas bahwa setiap orang itu berhak untuk menyampaikan pendapatnya, kebebasan berpendapat," katanya.
Sementara itu, perihal kericuhan yang terjadi, Ikhsan menuturkan sebenarnya sudah ada konsolidasi sebelumnya bahwa tidak boleh ada gerakan tambahan selama aksi berlangsung. Namun, ada oknum yang melakukan provokasi sehingga terjadi kericuhan.
"Sebelum chaos ada salah satu mahasiswa banyak memakai masker. Itu disuruh buka oleh satpam. Teman-teman langsung terpancing. Satpam itu langsung mau membuka, seakan-akan mau menarik sehingga terjadilah chaos. Hanya persoalan masker," ungkapnya.
"Terjadilah pemukulan dan lain sebagainya. Represif," tambahnya.
Akibat kericuhan itu, kata dia, tiga orang mahasiswa sempat diamankan ke dalam ruangan rektorat meskipun pada akhirnya dilepaskan.
"Tadi sempat ada yang diamankan tiga orang. Dimasukkan ke rektorat. Sudah keluar tadi," ucapnya.
Wakil Rektor (Warek) III UIN Alauddin Makassar, Muhammad Khalifah Mustami yang dikonfirmasi terpisah menilai mahasiswa salah paham terkait surat edaran rektor. Menurutnya, surat edaran itu bukan halangan dalam penyampaian aspirasi.
"Di surat edaran itu intinya bagaimana sebenarnya penyampaian aspirasi supaya tertib, demokrasi di kampus supaya bermartabat. Hanya saja, tampaknya ini beberapa kelompok mahasiswa tanggapannya lain. Dikiranya tidak boleh orang menyampaikan aspirasi. Itu bukan halangan, tapi semacam SOP bagaimana menyampaikan aspirasi di dalam dan luar kampus," bebernya.
Menurut Khalifah, seringkali mahasiswa yang melakukan aksi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan, menimbulkan efek negatif di lingkungan sekitar.
"Faktanya, sering kali mereka melakukan aspirasi mengganggu kepentingan banyak orang begitu. Jadi, bukan larangan menyampaikan aspirasi," katanya.
Khalifah menegaskan surat edaran yang dikeluarkan rektorat tidak menyalahi aturan. Dia juga menegaskan aturan tersebut tidak akan dicabut dan akan tetap berlaku ke depannya.
"Saya mengatakan bahwa terkait surat edaran itu, saya mewakili pimpinan, tidak bisa dicabut. Saya tegas mengatakan tidak bisa dicabut. Karena begini, surat edaran itu sama sekali tidak bertentangan dengan Buku Saku Mahasiswa dengan aturan yang lebih tinggi di atasnya," terangnya.
Dia juga mengomentari terkait adanya kericuhan antara massa dengan sekuriti. Menurutnya, kericuhan terjadi karena ada bentuk provokasi dari oknum yang berbau ancaman.
"Semua itu (tindakan sekuriti ke massa) dilakukan untuk pengamanan. Saya tadi yang menyampaikan pandangan pimpinan. Kemudian ada yang berteriak menyatakan perang, ya, siapa yang mau perang? Kan, kalau sudah begitu itu, kan, mengancam," ungkapnya.
(hsr/sar)