Hari Raya Idul Adha merupakan momentum bagi umat muslim untuk berqurban. Hasil penyembelihan daging qurban tersebut nantinya akan diberikan kepada orang-orang yang berhak.
Adapun pelaksanaannya mulai dari penyembelihan hingga pembagian daging qurban dilaksanakan oleh panitia. Namun, panitia qurban ini disebut-sebut tidak termasuk orang yang berhak menerima daging hasil qurban yang diurusnya.
Lantas, bagaimana sebenarnya hukum panitia qurban mendapatkan daging hewan qurban tersebut?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah untuk mengetahuinya, berikut penjelasan selengkapnya sebagaimana hadits Rasulullah SAW dan penjelasan para ulama. Yuk, disimak baik-baik!
Hukum Panitia Qurban Dapat Daging
Melansir laman resmi MUI, seorang panitia pelaksanaan qurban disebut juga sebagai tim jagal yang bertugas menyembelih hewan. Adapun kedudukan panitia qurban tersebut telah dijelaskan Rasulullah SAW yang diceritakan oleh Ali bin Abi Thalib.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda:
"Sungguh Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwa Nabiyullah saw memerintahkan agar ia melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula agar ia membagikan semuanya dagingnya, kulitnya dan pakaiannya pada orang-orang miskin dan beliau pun agar tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban dalam pekerjaan jagal." (HR. Muslim).
Berdasarkan hadis tersebut majelis tarjih dan tajdid Muhammadiyah menegaskan bahwa panitia tidak boleh mengambilkan upah berupa daging dari hewan yang diqurbannya. Namun, mereka bisa membebankan upah tersebut kepada orang yang berqurban dengan cara musyawarah atau mengambil dari sumber lain seperti harta.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Abu Dawud berikut:
"Ali RA. ia berkata; Rasulullah saw. telah memerintahkan kepadaku agar membantu dalam pelaksanaan qurban untanya dan agar membagikan kulit dan pakaiannya dan beliau pun memerintahkan kepadaku agar aku tidak memberikan sedikitpun dari hewan qurban kepada jagal. Ia (Ali) berkata: Kami memberikan upah (jagal) dari harta kami." (HR. Abu Dawud).
Panitia Qurban Boleh Mendapatkan Sedekah
Meskipun tidak boleh diberikan sebagai upah, panitia qurban tetap bisa mendapatkan daging apabila orang yang berqurban meniatkannya untuk sedekah.
Dilansir dari laman NU Online berjudul 'Hukum Pengambilan Jatah Daging atau Kulit oleh Panitia qurban', hal tersebut tidak dilarang berdasarkan penjelasan Syekh Nawawi Banten berikut:
ـ (ويحرم أيضا جعله) أي شيئ منها (أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع (ولو كانت الأضحية تطوعا) فإن أعطى للجزار لا على سبيل الأجرة بل على سبيل التصدق جزءا يسيرا من لحمها نيئا لا غيره كالجلد مثلا، ويكفي الصرف لواحد منهم، ولا يكفي على سبيل الهدية Artinya,
Artinya: "(Menjadikannya) salah satu bagian dari qurban (sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna 'jual', (meskipun itu ibadah qurban sunnah). Jika qurbanis memberikan sebagian daging qurban mentah, bukan selain daging seperti kulit, kepada penjagal bukan diniatkan sebagai upah, tetapi diniatkan sebagai sedekah [tidak masalah]. Pemberian daging qurban kepada salah satu dari penjagal itu memadai, tetapi pemberian daging kepada penjagal tidak memadai bila diniatkan hadiah," (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], halaman 272).
Syekh Nawawi Banten juga berpendapat pemberian daging qurban kepada panitia tersebut tidak boleh diniatkan sebagai hadiah. Namun, menurut Al-Baijuri memberikan daging qurban kepada panitia sebagai upah dan hadiah itu tidak masalah seperti yang dijelaskannya berikut ini:
ـ (ويحرم أيضا جعله أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع فإن أعطاه له لا على أنه أجرة بل صدقة لم يحرم وله إهداؤه وجعله سقاء أو خفا أو نحو ذلك كجعله فروة وله إعارته والتصدق به أفضل Artinya,
Artinya: "(Menjadikan [daging qurban] sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna 'jual'. Jika qurbanis memberikannya kepada penjagal bukan dengan niat sebagai upah, tetapi niat sedekah, maka itu tidak haram. Ia boleh menghadiahkannya dan menjadikannya sebagai wadah air, khuff (sejenis sepatu kulit), atau benda serupa seperti membuat jubah dari kulit, dan ia boleh meminjamkannya. Tetapi menyedekahkannya lebih utama," (Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 311).
Dengan begitu, hukum panitia qurban mendapatkan daging itu diperbolehkan namun dengan syarat orang yang berqurban berniat memberikan daging hasil sembelih itu bukan sebagai upah melainkan sedekah.
Golongan yang Berhak Dapat Daging Qurban
Usai disembelih, daging hewan qurban disyaratkan untuk dibagikan atau disedekahkan kepada yang berhak. Adapun golongan yang berhak menerima daging qurban terbagi menjadi tiga golongan yakni sebagai berikut:
1. Shohibul Qurban
Dinukil dari laman NU Online berjudul 'Ini Ketentuan Pembagian Daging qurban', orang yang berhak menerima daging qurban salah satunya shohibul qurban, yakni orang yang melaksanakan ibadah qurban.
Sunah bagi shohibul qurban untuk memakan maksimal sepertiga dari daging qurbannya. Kecuali, apabila qurban dilaksanakan atas dasar nazar, maka shohibul qurban tidak boleh mengambil sedikit pun daging hasil sembelih.
Sebagaimana dijelaskan KH Afifuddin Muhajir berikut ini:
ـ (ولا يأكل المضحي شيئا من الأضحية المنذورة) بل يتصدق وجوبا بجميع أجزائها (ويأكل) أي يستحب للمضحي أن يأكل (من الأضحية المتطوع بها) ثلثا فأقل
Artinya: "(Orang yang berqurban tidak boleh memakan sedikit pun dari ibadah qurban yang dinazarkan [wajib]) tetapi ia wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan qurbannya. (Ia memakan) maksudnya orang yang berqurban dianjurkan memakan (daging qurban sunnah) sepertiga bahkan lebih sedikit dari itu," (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 207).
Akan tetapi, apabila qurban dilaksanakan atas dasar nazar maka shohibul qurban tidak boleh mengambil sedikit pun daging hasil sembelih.
2. Fakir Miskin
Mengutip Jurnal UIN ARRANIRY, Darussalam-Banda Aceh berjudul 'Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pemberian Daging qurban Kepada Panitia Sebagai Upah', orang yang berhak menerima pembagian daging qurban selanjutnya adalah fakir dan miskin. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Hajj ayat 28 berikut:
فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير ( الحج : 28 )
Artinya: "Maka makanlah darinya dan berikan kepada orang yang fakir lagi kesusahan." (QS. Al Hajj: 28).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa daging qurban tersebut diberikan kepada orang miskin yang meminta-minta maupun tidak. Seperti firman Allah SWT berikut:
فكلوا منها وأطعموا القائع والمعبر كذلك سخرتها لكم لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ( الحج : 36 )
Artinya: "Maka makanlah dan berikanlah kepada pengemis yang meminta-minta (gani) dan orang miskin yang menerima pemberian tanpa meminta-minta (al mu'tarr)." (QS. Al Hajj: 36).
3. Tetangga Sekitar, Teman, dan Kerabat
Daging qurban juga diperintahkan untuk disedekahkan kepada orang lain yang tidak termasuk fakir miskin. Seperti yang diriwayatkan Jabir Ibn Abdullah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عن جابر بن عبد الله أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن أكل لحوم الضحايا بعد ثلاثة أيامثم قال كلوا وتصدقوا وتزودوا وادخروا (رواه المالك)
Artinya: "Dari Jabir Ibn Abdillah RA, Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang memakan daging qurban setelah tiga hari, kemudian beliau bersabda makanlah daging hewan qurban, dan bersedekahlah, dan berilah makan orang lain dengannya dan simpanlah!" (HR. Imam Malik)"
Mengutip laman resmi Baznas, orang lain yang dimaksudkan bisa berupa kerabat, teman dan tetangga sekitar meski mereka berkecukupan. Besaran daging qurban yang dibagikan tersebut yakni sebanyak sepertiga bagian.
Hukum Memberikan Daging Qurban kepada Orang Kaya
Melansir NU Online berjudul "Beda Hak Orang Kaya dan Miskin atas Daging Qurban", daging qurban boleh dibagikan kepada orang miskin maupun kaya. Namun terdapat perbedaan hak penerimaan daging di antara orang kaya dan miskin.
Ulama Syafi'iyah menegaskan bahwa qurban yang diterima orang miskin berstatus tamlik atau hak kepemilikan secara penuh. Sehingga mereka diperbolehkan memanfaatkan daging qurban secara bebas dengan dikonsumsi, dihibahkan, disuguhkan kepada tamu hingga dijual.
Sementara, orang kaya tidak memiliki hak secara utuh. Mereka hanya diperbolehkan menerima daging qurban untuk dikonsumsi dan disuguhkan kepada orang lain.
Adapun orang kaya dalam hal ini adalah mereka yang tidak halal menerima zakat. Yaitu orang-orang yang memiliki harta atau pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya.
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Tuhfah dan Al-Nihayah berikut:
وضيافة ولو لغني ، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه ، قاله في التحفة والنهاية
Artinya: "Bagi orang fakir boleh memanfaatkan qurban yang diambil (secara bebas) meski dengan semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memilikinya. Berbeda dari orang kaya, ia tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan qurban yang diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski kepada orang kaya, sebab puncaknya ia seperti orang yang berqurban itu sendiri.
Demikianlah ulasan mengenai hukum panitia qurban mendapatkan daging sesuai anjuran Rasulullah SAW dan pendapat para ulama. Semoga menjawab pertanyaan detikers, ya!
(edr/urw)