Aksi unjuk rasa mahasiswa di Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Maluku Utara, berakhir dikejar Bupati Halut Frans Manery menggunakan sebilah parang hingga kabur kocar-kacir. Frans kesal karena massa berupaya menghalang-halangi perayaan HUT ke-21 Kabupaten Halut.
Frans menuturkan, peristiwa itu berawal saat massa menggelar demonstrasi di Kantor DPRD Halut pada Jumat (31/5) pagi dan telah ditanggapi oleh anggota dewan. Namun massa kembali melanjutkan aksinya di kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Halmahera Utara hingga mengobok-obok fasilitas kantor.
"Maksud mereka sudah disampaikan dan sudah ditanggapi oleh ketua DPRD. Kemudian mereka melanjutkan aksi lagi di kantor keuangan daerah dan di kantor itu mereka masuk dan mengobok-obok fasilitas kantor dengan membuang meja, bunga, dan alat-alat ke luar kantor. Saat para staf yang beragama muslim sedang melakukan salat," ujar Frans dalam keterangannya, Sabtu (1/6/2024).
Selanjutnya, kata Frans, massa kemudian melakukan aksi di depan Hotel Marahai, Desa Wosia, Kecamatan Tobelo. Saat itu, massa aksi sempat ditegur oleh pihak keamanan karena bertepatan dengan waktu salat Jumat.
"Saya kira sudah tidak terjadi aksi lagi. Saat itu saya sedang ikut pleno Pemilu 2024 yang digelar KPU di Hotel Greenland Tobelo. Nanti sekitar pukul 15.30 WIT, anak saya telepon dari rumah mengatakan, 'papa mahasiswa yang melakukan aksi sementara menuju ke rumah'," ujar Frans.
"Kebetulan di rumah itu ada acara makan. Ibu (istri) menjamu tamu yang kami undang untuk menghibur dalam acara HUT Kabupaten Halmahera Utara malam nanti. Setelah mendapat informasi itu, saya langsung keluar dari tempat pleno KPU dan kembali ke rumah," tuturnya.
Namun ternyata, Frans melihat massa sudah memarkir mobil pikap dan menggelar orasi sekitar 70 merer sebelum tiba di rumahnya. Dia menyebut massa juga mengusir para tamu yang diundang.
"Seakan-akan (tamu) tidak boleh melakukan pertunjukan pada malam nanti. Mereka katakan kondisi keuangan seperti ini kenapa harus datangkan artis dan buang-buang uang. Terus saya bilang, ini kan hiburan dalam kaitan HUT. Tetap mereka mau melakukan orasi, sementara saya harus lindungi tamu kami," ujarnya.
Kekesalan Frans akhirnya memuncak sehingga mengambil sebilah parang. Frans pantas membubarkan massa dengan cara mengejar mereka dengan parang yang digenggamnya.
"Kalau dengan tangan kosong tidak mungkin mereka bisa kabur. Ya saya kejar, mau tidak mau saya harus kejar dengan parang. Untung mereka lari, kalau tidak lari dan nantang saya, mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi," katanya.
Lebih lanjut Frans menuturkan, tindakannya mengusir massa aksi bukan dengan kapasitas sebagai bupati. Karena aksi demonstrasi dilakukan di kompleks rumahnya tanpa ada pengawalan dari aparat kepolisian.
"Tindakan yang saya ambil sebenarnya bukan sebagai bupati, karena ini di kompleks perumahan saya dan tidak ada aparat kepolisian, sebab tidak ada yang menduga massa aksi akan ke situ. Saya membujuk mereka sekitar tiga atau empat kali untuk bubar," katanya.
Karena tak bubar, Frans langsung mengambil parang yang ada dalam mobil untuk membubarkan massa aksi. Rencananya, parang tersebut akan digunakan acara HUT.
"Parang itu saya ambil dari dalam mobil untuk bubarkan mereka. Rencananya, parang itu akan saya gunakan untuk tarian cakalele di acara HUT," tutur Frans.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(asm/asm)