Populasi Suku Tobelo Dalam atau O' Hongana Manyawa yang hidup secara nomaden di belantara hutan Halmahera, Maluku Utara tersisa sekitar 300-500 orang. Kini, keberadaan mereka terancam dari hadirnya perusahaan tambang nikel.
"Mereka semua ada di hutan, tapi ancamannya adalah pertambangan. Kalau (perusahaan) tambang bongkar hutan mereka, mereka tidak bisa makan, mereka tidak kuat lagi kalau hutan mereka dibongkar," ujar Petugas Peneliti dan Advokasi Asia dari Survival International, Callum Rusel dalam keterangannya yang diterima detikcom, Selasa (28/5/2024).
Callum menyebut populasi Suku O' Hongana Manyawa di seluruh Pulau Halmahera sekitar 3.000 orang. Namun, kebanyakan dari mereka sudah keluar dari hutan dan menetap di wilayah perkampungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi ada sekitar 300-500 orang O' Hongana Manyawa yang masih mengisolasi diri (memilih menetap) di hutan," Callum.
Callum kemudian mengirimkan foto tetua O' Hongana Manyawa bernama Meme Hairani, yang saat ini menetap bersama penduduk di Desa Saolat, Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten Halmahera Timur. Meme keluar berbaur dengan masyarakat karena hutan sebagai ruang hidupnya dicaplok perusahaan tambang.
"Ini adalah Meme Hairani, orang tua O' Hongana Manyawa yang sekarang tinggal di Saolat. Dia keluar dari hutan karena tidak ada makanan waktu perusahaan bongkar hutan. Jadi dalam video terbaru ini, kami bisa lihat bahwa hutan mereka dibongkar, mereka dipaksa keluar dari hutan untuk minta makanan, jadi ini situasi darurat," imbuh Calum.
Sebelumnya diberitakan, tiga orang Suku Tobelo Dalam atau O'Hongana Manyawa mendatangi lokasi pertambangan Kaorahe di wilayah hutan Halmahera, Maluku Utara (Malut). Muncul tudingan penggusuran lahan di balik kemunculan tiga warga Suku Tobelo Dalam tersebut.
Kemunculan tiga warga Suku Tobelo Dalam itu terekam video hingga beredar luas di media sosial. Dalam video beredar, tampak 3 orang suku Tobelo Dalam atau O'Hongana Manyawa yang mendiami belantara hutan Halmahera itu mendatangi area pertambangan.
Mereka disambut dengan ucapan Hobata yang berarti kawan oleh para pekerja tambang. Mereka juga diajak masuk ke sebuah bangunan dan dijamu makan.
Aktivis Masyarakat Adat di Maluku Utara, Munadi Kilkoda kemudian menyebut peristiwa dalam video terjadi di kawasan pertambangan Karoahe yang terletak di antara wilayah hutan Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Kehadiran mereka dinilai terjadi karena hutan sebagai ruang hidupnya telah hilang tergerus aktivitas pertambangan.
"Ya, mereka kehilangan habitat penting itu yang sekian tahun lamanya menopang hidup mereka, habitat yang mereka pertahankan sebagai rumah dan karena itu, habitat tersebut berkontribusi terhadap kelangsungan hidup manusia dan ekosistem lainnya," ujar Munadi Kilkoda kepada detikcom, Senin (27/5).
(hmw/sar)