Pakar politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Sukri Tamma menilai konstelasi politik di pemilihan gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan (Sulsel) cenderung akan stagnan atau tanpa kejutan. Sukri menyebut hanya Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto yang berpeluang besar melawan mantan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman (ASS).
Sukri menilai bursa calon gubernur dan wakilnya yang menguat hanya berkutat di figur ASS, Danny, dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin (IAS). Selain itu, ada Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan, mantan Wakil Wali Kota Makassar Fatmawati Rusdi, dan Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani.
"Kalau melihat kecenderungannya hanya nama-nama itu. Sampai sejauh ini kemungkinan tidak ada kejutan politik untuk nama-nama ini. Kalau melihat konstelasi, hampir pasti nama-nama inilah yang akan maju," kata Sukri kepada detikSulsel, Sabtu, (11/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sukri, hanya ASS dan Danny yang hampir pasti maju di Pilgub Sulsel. Sehingga pilgub nantinya berpotensi hanya head to head antara Danny melawan ASS.
"Andi Sudirman hampir pasti akan maju, apalagi beliau gubernur sebelumnya dan sekarang ini mengklaim dan diasumsikan punya basis yang cukup kuat karena Pak Mentan (Andi Amran Sulaiman) kakak beliau dan dekat dengan rezim sekarang. Sehingga paling tidak itu salah satu kekuatan dan selain itu modal sosial ekonominya," jelas Sukri.
Sementara Danny, kata Sukri, sejak awal sudah menyatakan niatnya bertarung di pilgub. Danny dinilai akan berjuang masuk arena Pilgub Sulsel setelah hasil pemilu yang kecenderungannya membuat PDIP akan oposisi.
"Pak Danny sejak awal sudah menyatakan sikap dan akan menjadi penantang kuat Andi Sudirman. Yang pertama, beda kedekatan partai. Misalnya kalau PDIP nanti jadi oposisi tentu akan menghitung juga situasi seperti itu," katanya.
Adapun IAS menurut Sukri, agak sulit bersaing di antara ASS dan Danny. Dia menilai parpol akan melakukan perhitungan matang di antara ketiganya.
"Mungkin sedikit agak tricky ini adalah Pak IAS yang paling awal menyatakan akan maju. Pak IAS masih mengasumsikan punya basis dan seterusnya, namun pada akhirnya partai politiklah yang akan menentukan siapa yang akan didorong," jelasnya.
Meski demikian IAS dinilai tetap masih punya peluang sebelum bursa pasangan calon mengerucut. Pasangan calon akan mulai terlihat ketika makin dekat dengan pendaftaran ke KPU.
"Kalau sekarang (IAS) berupaya wajar saja dan nanti baru akan mengerucut jelang Agustus sebelum pendaftaran pasangan calon ke KPU," ungkapnya.
"Pak IAS kan pernah jadi calon, pernah punya suara meski juga pernah punya kasus. Itu yang akan jadi hitungan partai sebelum mengusungnya," tambah Sukri.
Sementara di bursa wakil, Sukri menilai Fatmawati Rusdi yang paling diperhitungkan. Hal itu karena NasDem meraih 17 kursi di pileg dan bisa mengusung sendiri pasangan calon.
"Kalau untuk calon wakil Bu Fatma karena NasDem bisa kunci sendiri, jadi daya tawarnya sangat tinggi. Malah seandainya ada kadernya yang cukup bisa bersaing di 01 barangkali NasDem akan memaksa 01. Tapi karena sejauh ini kadernya tidak ada barangkali dan masih menghitung-hitung, jadi kemungkinan besar hanya 02 dan Bu Fatma," jelasnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Sukri juga menilai Adnan yang memilih belum bergerak karena masih melihat peluang. Sementara partai politik sejauh ini, kata Sukri, cenderung melirik antara ASS atau Danny.
"Sejauh ini Adnan belum ada pergerakan karena mungkin beliau menghitung. Untuk 01 konstelasinya agak sulit buat beliau karena bukan pengurus partai, sementara kalau melihat kecenderungan partai mengerucut ke tokoh lain," katanya.
Adnan juga dinilai sangat potensial untuk posisi bakal calon wakil gubernur. Meski demikian, lanjutnya, situasi politik masih akan dinamis ke depan.
"Untuk wakil sangat memungkinkan, jadi saya kira masih menunggu kemana potensi ke depan," jelasnya.
Elektabilitas Ketua Parpol Tak Mampu Bersaing
Sejumlah ketua parpol juga disebut-sebut akan maju di Pilgub Sulsel. Seperti Ketua DPD I Golkar Sulsel Taufan Pawe (TP), Ketua Demokrat Ni'matullah, dan Ketua Gerindra Andi Iwan Darmawan Aras.
"Tapi parpol punya prioritas, kalau dihadapkan pada pilihan, kader tapi tidak punya peluang besar menang dengan non kader atau tidak di posisi 01 tapi punya peluang menang besar saya kira parpol akan menghitung itu," katanya.
Para ketua parpol itu dinilai cukup populer tetapi dari segi elektabilitas belum mampu bersaing. Jadi, menurut Sukri parpol akan realistis saat menentukan pasangan calon usungannya.
"Nama-nama yang muncul itu populer iya, tapi potensi elektabilitasnya tidak cukup besar sehingga parpol (DPP) akan menghitung dari pada usung kader tapi tidak punya peluang menang lebih bagus kemungkinan-kemungkinan lainnya. Pada akhirnya parpol akan berpikir mana yang punya peluang menang besar," pungkas Sukri.








































.webp)













 
     
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 