Warga Pinrang Protes Dampak Limbah Pabrik Penggilingan Padi Dekat Permukiman

Warga Pinrang Protes Dampak Limbah Pabrik Penggilingan Padi Dekat Permukiman

Muhclis Abduh - detikSulsel
Rabu, 01 Mei 2024 14:30 WIB
Pabrik penggilingan padi di Pinrang yang dikeluhkan dampak debu ampas padi yang beterbangan masuk ke rumah warga.
Foto: Pabrik penggilingan padi di Pinrang yang dikeluhkan dampak debu ampas padi yang beterbangan masuk ke rumah warga. (Dok. Istimewa)
Pinrang -

Sebanyak 20 Kepala Keluarga (KK) di Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengeluhkan dampak operasional pabrik penggilingan padi yang dekat dengan permukiman warga. Debu dari limbah pabrik beterbangan masuk ke dalam rumah dan suara bising dari alat pengering pabrik yang beroperasi hingga malam hari.

"Kami tersiksa sekali dengan operasional pabrik penggilingan padi yang telah beroperasi bertahun-tahun di sini. Limbah pabrik dari debu masuk ke dalam rumah dan itu kena kulit jadi gatal," kata warga inisial MH kepada detikSulsel, Rabu (1/5/2024).

MH mengungkap dampak dari pabrik penggilingan padi yang terletak di dusun Cappakala, Desa Samaenre, Kecamatan Mattiro Sompe tersebut juga mengganggu warga sebab alat pengering beroperasi hingga tengah malam. Padahal warga sudah sering memperingatkan pemilik pabrik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Itu alat pengering dari pabrik penggilingan beroperasi dari pagi sampai jam 10 jam 12 malam jadi kami terganggu dengan kebisingannya," imbuhnya.

Dia menjelaskan lokasi pabrik dan rumah warga memang sangat dekat. Total ada sekitar 20 kepala keluarga atau rumah yang terdampak.

ADVERTISEMENT

"Ada 20-an rumah atau 20 KK di sini yang terdampak. Itu pabrik dan rumah warga hanya sekitar hanya 10 meter, jadi dekat sekali," tuturnya.

MH menegaskan pembangunan pabrik tersebut tidak pernah mendapatkan persetujuan warga yang tinggal di sekitar pabrik. Malah warga yang tinggal jauh dari pabrik yang bertandatangan untuk persetujuan pembangunan pabrik.

"Kami tidak pernah tanda tangan, ada tanda tangan (persetujuan membangun pabrik) tetapi orang yang tinggal jauh di ujung yang tanda tangan," imbuhnya.

Pemilik pabrik penggilingan padi, Rusman menyadari operasional pabrik menimbulkan suara. Dia pun mengaku terbuka dan menerima saran agar pabrik tidak mengganggu warga.

"Karena saya mengelola pabrik penggilingan padi, maka otomatis patahan dari kulit padi itu bisa menjadi keluhan. Namun saya terbuka menerima masukan dan saran," katanya.

Dia mengklaim aktivitas pabriknya sudah sesuai aturan. Dia mempersilakan pihak yang berkompetensi untuk membawa alat pengukur kebisingan untuk melihat apakah pabriknya beroperasi di atas batas yang ditetapkan.

"Saya ingin pembuktian dari orang yang berkompeten melihat di mana letak (pelanggaran yang dikeluhkan warga). Misalnya soal kebisingan kan ada alat pengukur kebisingan, silahkan diukur apakah saya melewati batas toleransi," jelasnya.

Selanjutnya terkait debu yang dikeluhkan warga, Rusman menegaskan telah memasang alat khusus untuk mencegah debu beterbangan keluar pabrik. Menurut dia, proses penggilingan padi miliknya cukup aman.

"Saya sendiri merasa sudah cukup memproteksi. Saya sudah pasang bak sekam. Sekam sebelum masuk di bak saya hisap debunya. Saya buat sumur bor untuk semprot debu. Hanya dengan air itu bisa meredam debu itu," rincinya.

Dia juga mengatakan bahwa operasional pabrik sesuai atau tidak harus dicek oleh orang yang mengerti secara teknis. Jika tidak, maka sulit untuk memberikan penjelasan kepada orang awam.

"DLH (Dinas Lingkungan Hidup) sudah pernah ke sini. Ini kan persoalan teknis. Percuma kalau orang tidak paham teknisnya. Seperti apa misalnya ada debu, debu seperti apa, bagaimana sirkulasi pabrik sehingga menimbulkan debu. Itu butuh orang yang ngerti betul," tuturnya.

Selain itu, Rustam menjelaskan pabrik telah dibangun lebih dulu ketimbang rumah warga yang berada di sekitar pabrik. Sehingga saat pembangunan, warga yang lebih dulu tinggal di sekitar yang diminta tanda tangan persetujuan sebagai syarat pabrik dibangun.

"Bagaimana mau ada izin na duluan pabrik sebelum rumah warga. Jauh duluan (pabrik dibangun). Malah jalan setapak di depan rumah itu tanah milik saya," cetusnya.




(ata/hmw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads