- Syarat Khutbah Jumat 1. Khatib Harus Laki-laki 2. Harus Diperdengarkan oleh Jemaah Sholat Jumat 3. Khutbah Dibaca di Kawasan Pelaksanaan Jumat 4. Khatib Suci dari Hadats 5. Khatib Suci dari Najis 6. Khatib Harus Menutup Aurat 7. Khatib Harus Berdiri 8. Duduk di Antara Dua Khutbah 9. Terus-menerus di Antara Rukun Khutbah 10. Terus-menerus Antara Khutbah dan Shalat Jumat 11. Khutbah Harus Berbahasa Arab 12. Khutbah Dilakukan di Waktu Zuhur
- Rukun Khutbah Jumat 1. Memuji Allah dalam Khutbah 2. Membaca Sholawat kepada Nabi Muhammmad SAW 3. Berwasiat dengan Ketakwaan 4. Membaca Ayat Suci Al-Qur'an di Salah Satu Khutbah 5. Berdoa untuk Kaum Mukmin di Akhir Khutbah
- Sunnah Khutbah Jumat
- Tata Cara Khutbah Jumat 1. Tata Cara Khutbah Jumat Pertama 2. Tata Cara Khutbah Jumat Kedua
Khutbah adalah salah satu syarat sah dalam pelaksanaan sholat Jumat. Lantas, apa saja syarat dan rukun khutbah Jumat dalam Islam?
Dalam pelaksanaan khutbah Jumat terdapat syarat dan rukun yang perlu dipenuhi oleh seorang khatib. Apabila salah satu rukun dan syarat tidak dilakukan, maka khutbahnya pun tidak sah.
Untuk itu, berikut informasi terkait syarat, rukun, sunnah, dan tata cara khutbah Jumat. Yuk, disimak!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syarat Khutbah Jumat
Syarat khutbah Jumat merupakan ketentuan yang harus dipenuhi dan berada di luar ibadah. Keberadaan syarat khutbah Jumat juga wajib berlangsung hingga masuk ke dalam ibadahnya.[1]
Syarat khutbah Jumat sendiri terdiri dari 12. Untuk lebih jelasnya, berikut daftar syarat khutbah Jumat beserta penjelasannya:
1. Khatib Harus Laki-laki
Khatib dalam khutbah Jumat disyaratkan harus dilakukan oleh laki-laki. Sehingga apabila yang melakukannya perempuan, maka khutbah Jumat tersebut tidak sah.
Sebagaimana dijelaskan Syekh al-Qalyubi berikut ini:
ويشترط كون الخطيب ذكرا أو كونه تصح إمامته للقوم كما قاله شيخنا الرملي واعتمده شيخنا الزيادي الى ان قال وشرط الذكورة جار في سائر الخطب كالإسماع والسماع وكون الخطبة عربية
"Disyaratkan khathib seorang laki-laki atau orang yang sah menjadi imam bagi jamaah sebagaimana yang dikatakan Syekh al-Ramli dan dibuat pegangan oleh guru kami Syekh al-Zayadi. Syarat ini berlaku juga di selain khutbah Jumat sebagaimana syarat khutbah harus diperdengarkan dan didengar oleh jamaah serta syarat harus berbahasa Arab." (Syekh al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi 'ala al-Mahalli, juz 1, hal. 322).
2. Harus Diperdengarkan oleh Jemaah Sholat Jumat
Khutbah selanjutnya disyaratkan harus diperdengarkan dan didengar oleh jemaah sholat Jumat yang mengesahkan pelaksanaan Jumat. Di antaranya setiap muslim yang baligh, berakal, merdeka, berjenis kelamim laki-laki dan bertempat tinggal tetap.
Caranya, yaitu disampaikan dengan suara yang keras. Imam Ibnu Hajar berpendapat, khutbah semestinya disampaikan secara nyata sehingga tidak cukup jika terhalang dengan suara ramai.
Apabila ada keramaian yang menghalangi suara sampai ke jamaah, maka khatib harus lebih mengeraskan suaranya lagi. Sementara, menurut Imam al-Ramli, khatib cukup memperdengarkan khutbah secara hukum saja sekiranya didengar jemaah meskipun ada yang terhalang mendengarkannya.
Khatib dan jamaah juga tidak disyaratkan paham makna khutbah yang disampaikan. Sebagaimana dikatakan oleh Syekh Nawawi berikut:
ولا يضر عدم فهم معناهما حتى في حق الخطيب كمن يؤم القوم ولا يعرف معنى الفاتحة
Artinya: "Tidak bermasalah ketidakfahaman kepada makan dua khutbah, sekalipun khatibnya sendiri, sebagaimana orang yang mengimami kaum dan ia tidak faham makna al-Fatihah." (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, juz 1, hal.140).
3. Khutbah Dibaca di Kawasan Pelaksanaan Jumat
Khutbah harus disampaikan oleh khatib di kawasan tempat pelaksanaan Jumat. Adapun jemaah yang mendengarkan khutbah di luar kawasan Jumat, maka khutbahnya tetap sah.
4. Khatib Suci dari Hadats
Syarat berikutnya yaitu khatib harus suci dari dua hadats. Yakni hadats besar dan hadats kecil.
5. Khatib Suci dari Najis
Ketika menyampaikan khutbah Jumat, khatib disyaratkan suci atau bersih dari segala bentuk najis yang dihukumi kotor dalam Islam.
6. Khatib Harus Menutup Aurat
Khutbah Jumat yang dilakukan hukumnya tidak sah apabila khatib terbuka auratnya. Syarat ini ditetapkan dengan mempertimbangkan bahwa khutbah Jumat menempati posisi dua rakaat salat.
Ketentuan ini sama kedudukannya dengan syarat keempat dan kelima, yaitu suci dari hadas dan najis. Namun, khatib yang batal di tengah khutbah bisa digantikan oleh salah satu jemaah asalkan tidak ada waktu pemisah yang lama antara khatib pertama dan kedua.
Namun, jika tidak digantikan maka khatib harus bersuci terlebih dahulu kemudian mengulang khutbah dari awal. Sebagaimana dijelaskan Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani berikut ini:
ومن أحدث في أثناء الخطبة أو بعدها واستخلف قبل طول الفصل من يبني على فعله ممن حضر جاز
Artinya: "Khatib yang berhadas di pertengahan khutbah atau setelahnya dan menggantinya dengan jama'ah yang hadir dan ia meneruskan bacaan khutbahnya sebelum melewati pemisah yang lama, maka diperbolehkan." (Syekh Sayyid Muhammad Abdullah al-Jordani, Fath al-'Alam, juz.3, hal. 63, cetakan Dar al-Salam-Kairo, cetakan keempat tahun 1990). [2]
7. Khatib Harus Berdiri
Ketika menyampaikan khutbah, khatib disyaratkan harus berdiri. Namun, apabila tidak mampu karena faktor usia atau penyakit maka boleh dilakukan dengan duduk.
Apabila tidak mampu juga untuk duduk sambil menyampaikan khutbah maka boleh dilakukan dengan tidur miring. Namun, penyampaian khutbah lebih utama dilakukan oleh orang sambil berdiri.
Seperti yang dijelaskan Syekh Nawawi Banten berikut ini:
وقيام قادر ) فيهما جميعا فإن عجز عنه خطب جالسا ولو مع وجود القادر والأولى للعاجز الاستنابة
Artinya: "Dan disyaratkan berdiri bagi yang mampu di keseluruhan kedua khutbah, jika tidak mampu berdiri, maka cukup berkhutbah dengan duduk, meski ditemukan orang yang mampu berdiri. Dan yang lebih utama bagi yang tidak mampu adalah menggantikannya dengan orang yang mampu berdiri". (Syekh Nawai Banten, Nihayah al-Zain, juz 1 hal. 141).
8. Duduk di Antara Dua Khutbah
Khutbah Jumat dilaksanakan sebanyak dua kali, sehingga di antaranya khatib haru duduk sebagai pemisah khutbah. Durasi duduk khatib minimal seperti tuma'ninah dalam shalat yaitu diam dengan waktu sekira cukup untuk membaca subhanallah.
Akan tetapi, disunnahkan pemisah di antara dua khutbah sekiranya cukup membaca surah al-Ikhlas. Maka dari itu, khatib juga dianjurkan membaca surah al-Ikhlas ketika sedang duduk di antara dua khutbah.
Syekh Nawawi Banten menjelaskan dalam kitabnya sebagai berikut:
وجلوس بينهما ) بطمأنينة في جلوسه وجوبا ومن خطب قاعدا لعذر أو قائما وعجز عن الجلوس أو مضطجعا للعجز فصل بينهما بسكتة وجوبا فوق سكتة التنفس والعي ويسن أن تكون الجلسة أو السكوت بقدر سورة الإخلاص وأن يقرأها في ذلك
Artinya: "Dan disyaratkan duduk di antara dua khutbah disertai thumaininah. Orang yang berkhutbah duduk karena uzur, atau mampu berdiri namun tidak mampu duduk, atau berkhutbah dalam posisi tidur miring karena tidak mampu, ia memisah di antara dua khutbahnya dengan diam sejenak melebihi durasi diam untuk mengambil nafas dan tersengal-sengal. Disunnahkan duduk atau diam sejenak tersebut dengan kadar durasi membaca surat al-ikhlas dan bagi khatib disunnahkan membacanya saat kondisi tersebut". (Syekh Nawai Banten, Nihayah al-Zain juz 1 hal. 141).
9. Terus-menerus di Antara Rukun Khutbah
Khutbah harus dibaca secara berkesinambungan sehingga tidak boleh ada jeda atau pemisah berupa pembicaraan lain yang menyimpang dari isi khutbah. Itulah yang dimaksud terus-menerus di antara rukun khutbah.
Syekh Sulaiman al-Bujairimi mengatakan:
وولاء ) بينهما وبين أركانهما وبينهما وبين الصلاة قوله وبين أركانهما ) ولا يقطعها الوعظ وإن طال لأنه من مصالح الخطبة فالخطبة الطويلة صحيحة كما قرره شيخنا
Artinya: "Dan disyaratkan terus menerus di antara dua khutbah, di antara rukun-rukunnya dan di antara dua khutbah dan shalat jumat. Ucapan di antara rukun-rukunnya, maksudnya tidak dapat memutus syarat berkesinambungan, mauizhah khutbah meski panjang karena termasuk kemashlahatan khutbah, maka khutbah yang panjang hukumnya sah sebagaimana ditegaskan oleh guru kami". (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiyah al-Bujairami 'ala Fath al-Wahhab, juz 4, hal. 94).
10. Terus-menerus Antara Khutbah dan Shalat Jumat
Syarat ini maksudnya adalah jarak antara khutbah dan shalat Jumat tidak boleh terlalu lama. Setelah khutbah selesai maka takbiratul ihram shalat Jumat dilakukan sebelum melewati masa yang cukup melakukan shalat dua rakaat.
Berikut penjelasan Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri:
والموالاة بينهما وبين الصلاة بأن يحرم بالصلاة قبل أن يمضي بعد انتهاء الثانية ما يسع ركعتين بأخف ممكن
Artinya: "Dan disyaratkan terus menerus antara kedua khutbah dan shalat jumat, dengan sekira takbiratul ihram shalat jumat dilaksanakan sebelum melewati masa yang cukup untuk melakukan dua rakaat shalat dengan standar umum yang paling ringan". (Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, hal. 242).
11. Khutbah Harus Berbahasa Arab
Khutbah Jumat disyaratkan harus dibaca menggunakan bahasa Arab. Namun, yang dimaksudkan adalah rukun-rukun khutbah saja yang meliputi hamdalah, shalat, pesan bertakwa, bacaan ayat suci al-qur'an, dan bacaan doa untuk kaum muslim.
Sementara, isi khutbah lainnya diperbolehkan tidak menggunakan bahasa Arab. Dijelaskan oleh Al-Syaikh Abu Bakr bin Syatha' berikut:
و ) شرط فيهما ( عربية ) لاتباع السلف والخلف ( قوله وشرط فيهما ) أي في الخطبتين والمراد أركانهما كما في التحفة الى أن قال وكتب سم ما نصه قوله دون ما عداها يفيد أن كون ما عدا الأركان من توابعها بغير العربية لا يكون مانعا من الموالاة اه قال ع ش ويفرق بينه وبين السكوت بأن في السكوت إعراضا عن الخطبة بالكلية بخلاف غير العربي فإن فيه وعظا في الجملة فلا يخرج بذلك عن كونه في الخطبة اه
Artinya: "Disyaratkan dalam dua khutbah memakai bahasa Arab, maksudnya hanya rukun-rukunnya saja seperti keterangan dalam kitab al-Tuhfah, karena mengikuti ulama salaf dan khalaf. Syaikh Ibnu Qasim menulis, kewajiban memakai bahasa Arab terbatas untuk rukun-rukun khutbah memberi kesimpulan bahwa selain rukun-rukun khutbah yaitu beberapa materi yang masih berkaitan dengan khutbah yang diucapkan dengan selain bahasa Arab tidak dapat mencegah kewajiban muwalah di antara rukun-rukun khutbah. Syaikh Ali Syibramalisi mengatakan, Hal ini dibedakan dengan diam yang lama yang dapat memutus muwalah karena di dalamnya terdapat unsur berpaling dari khutbah secara keseluruhan. Berbeda dengan isi khutbah dengan selain bahasa Arab yang di dalamnya terdapat sisi mau'izhah secara umum, sehingga tidak mengeluarkannya dari bagian khutbah". (Syaikh Abu Bakr bin Syatha, I'anah al-Thalibin, juz 2, hal. 117, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, cetakan ketiga, tahun 2007).
12. Khutbah Dilakukan di Waktu Zuhur
Pelaksanaan khutbah Jumat mesti dilakukan di waktu Zuhur. Sebagaimana keberadaan shalat Jumat itu sendiri. [3]
Rukun Khutbah Jumat
Berbeda dengan syarat, rukun khutbah terletak di dalam ibadah. Rukun khutbah tersebut menggunakan bahasa Arab dan dilakukan berurutan dan berkesinambungan. [1]
Berikut daftar rukun khutbah:
1. Memuji Allah dalam Khutbah
Rukun khutbah pertama yaitu memuji Allah menggunakan kata 'hamdun' dan kata-kata seakar dengannya di dalam khutbah. Selain itu, khatib juga wajib menggunakan kata 'Allah' tertentu dalam khutbah.
Contoh pelafalan yang benar adalah "alhamdu lillâh", "nahmadu lillâh", "lillahi al-hamdu", "ana hamidu Allâha", "Allâha ahmadu". Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami berikut:
ويشترط كونه بلفظ الله ولفظ حمد وما اشتق منه كالحمد لله أو أحمد الله أو الله أحمد أو لله الحمد أو أنا حامد لله فخرج الحمد للرحمن والشكر لله ونحوهما فلا يكفي
Artinya: "Disyaratkan adanya pujian kepada Allah menggunakan kata Allah dan lafadh hamdun atau lafadh-lafadh yang satu akar kata dengannya. Seperti alhamdulillah, ahmadu-Llâha, Allâha ahmadu, Lillâhi al-hamdu, ana hamidun lillâhi, tidak cukup al-hamdu lirrahmân, asy-syukru lillâhi, dan sejenisnya, maka tidak mencukupi." (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Minhaj al-Qawim Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, hal. 246).
2. Membaca Sholawat kepada Nabi Muhammmad SAW
Pembacaan sholawat kepada Nabi di dalam khutbah disyaratkan menggunakan kata "al-shalatu" atau lafaz yang satu akar dengannya. Sementara, untuk asma Nabi Muhammad ditentukan nama khusus asalkan tidak menggunakan kata ganti.
Contoh sholawat yang benar untuk dibaca pada khutbah Jumat yaitu "ash-shalâtu 'alan-Nabi", "ana mushallin 'alâ Muhammad", "ana ushalli 'ala Rasulillah". Seperti yang dijelaskan Syekh Mahfuzh al-Tarmasi berikut:
ويتعين صيغتها اي مادة الصلاة مع اسم ظاهر من أسماء النبي صلى الله عليه وسلم
Artinya: "Shighatnya membaca shalawat Nabi tertentu, yaitu komponen kata yang berupa as-shalâtu beserta isim dhahir dari beberapa asma Nabi Muhammad shallahu 'alaihi wasallama". (Syekh Mahfuzh al-Tarmasi, Hasyiyah al-Turmusi, Jedah, Dar al-Minhaj, 2011, juz.4, hal. 248).
3. Berwasiat dengan Ketakwaan
Rukun khutbah ini tidak memiliki redaksi yang paten asalkan menyampaikan pesan kebaikan untuk mengajak kepada ketaatan. Seperti "Athi'ullaha, taatlah kalian kepada Allah", "ittaqullaha, bertakwalah kalian kepada Allah", "inzajiru 'anil makshiat, jauhilah makshiat".
4. Membaca Ayat Suci Al-Qur'an di Salah Satu Khutbah
Selanjutnya, yaitu membaca ayat suci al-Quran dalam khutbah. Syaratnya adalah ayat al-Qur'an yang dapat memberikan pemahaman makna yang dimaksud secara sempurna atau lengkap.
Membaca ayar al-qur'an ini lebih utama dilakukan pada khutbah pertama. Sebagaimana disampaikan Syekh Abu Bakr bin Syatha berikut:
(قوله ورابعها) أي أركان الخطبتين (قوله قراءة آية) أي سواء كانت وعدا أم وعيدا أم حكما أم قصة) وقوله مفهمة) أي معنى مقصودا كالوعد والوعيد وخرج به ثم نظر أو ثم عبس لعدم الإفهام (قوله وفي الأولى أولى) أي وكون قراءة الآية في الخطبة الأولى أي بعد فراغها أولى من كونها في الخطبة الثانية لتكون في مقابلة الدعاء للمؤمنين في الثانية
Artinya: "Rukun keempat adalah membaca satu ayat yang memberi pemahaman makna yang dapat dimaksud secara sempurna, baik berupa janji-janji, ancaman, hikmah atau cerita. Mengecualikan seperti ayat "tsumma nadhara", atau "abasa" karena tidak memberikan kepahaman makna secara sempurna. Membaca ayat lebih utama dilakukan di khutbah pertama dari pada ditempatkan di khutbah kedua, agar dapat menjadi pembanding keberadaan doa untuk kaum mukminin di khutbah kedua." (Syekh Abu Bakr bin Syatha, I'anatut Thalibin, juz.2, hal.66, cetakan al-Haramain-Surabaya, tanpa tahun).
5. Berdoa untuk Kaum Mukmin di Akhir Khutbah
Terakhir, yaitu membaca doa untuk kaum mukmin dalam khutbah Jumat yang isinya mengarah kepada nuansa akhirat. eperti "allahumma ajirnâ minannâr, ya Allah semoga engkau menyelematkan kami dari neraka", "allâhumma ighfir lil muslimîn wal muslimât, ya Allah ampunilah kaum muslimin dan muslimat".
Seperti yang dikatan Syekh Zainuddin al-Malibari ini:
(و) خامسها (دعاء) أخروي للمؤمنين وإن لم يتعرض للمؤمنات خلافا للأذرعي (ولو) بقوله (رحمكم الله) وكذا بنحو اللهم أجرنا من النار إن قصد تخصيص الحاضرين (في) خطبة (ثانة) لاتباع السلف والخلف
Artinya: "Rukun kelima adalah berdoa yang bersifat ukhrawi kepada orang-orang mukmin, meski tidak menyebutkan mukmin berbeda menurut pendapat imam al-Adzhra'i, meski dengan kata, semoga Allah merahmati kalian, demikian pula dengan doa, ya Allah semoga engkau menyelamatkan kita dari neraka, apabila bermaksud mengkhususkan kepada hadirin, doa tersebut dilakukan di khutbah kedua, karena mengikuti ulama salaf dan khalaf." (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu'in Hamisy I'anatut Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz.2, hal.66). [4]
Sunnah Khutbah Jumat
Sunnah khutbah Jumat tidak wajib dilakukan oleh khatib. Jika tidak mengerjakannya, maka sholat Jumat akan tetap sah. Namun, alangkah baiknya jika khatib memperhatikan dan melaksanakan sunnah ini. Berikut sunnah khutbah Jumat yang bisa dilakukan:
- Khatib memberi salam pada awal khutbah, dan
- menghadap ke arah jamaah.
- Khutbah disampaikan di tempat yang lebih tinggi (di atas mimbar).
- Khutbah disampaikan dengan kalimat yang jelas, sistematis dan temanya disesuaikan dengan situasi dan
- kondisi aktual yang saat itu terjadi.
- Khatib hendaklah memperpendek khutbahnya, jangan terlalu panjang, sebaliknya Shalat Jumatnya saja yang diperpanjang.
- Khatib disunnahkan membaca Q.S. al-Ikhlas saat duduk di antara dua khutbah.
- Khatib menertibkan rukun-rukun khutbah, yaitu dimulai membaca hamdalah sampai rukun yang terakhir, yakni berdoa untuk kaum muslimin.
Tata Cara Khutbah Jumat
Tata cara khutbah Jumat dibagi menjadi dua bagian. Yaitu tata cara khutbah pertama dan kedua yang memiliki urutan berbeda.
Agar lebih memahaminya, berikut tata cara melaksanakan khutbah Jumat pertama dan kedua.
1. Tata Cara Khutbah Jumat Pertama
- Tata Cara Khutbah Jumat Pertama
- Khatib berdiri di mimbar yang diawali dengan ucapan salam.
- Khatib kemudian duduk kembali saat dikumandangkan adzan.
- Selesai adzan, khatib berdiri dan membaca rangkaian dari rukun-rukun khutbah secara tertib. Yaitu dibaca berurutan mulai dari hamdalah, syahadat, shalawat, taqwa, dan wasiat ayat.
Sebagai contoh, berikut teks khutbah Jumat pertama:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ أَسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِلْمُهْتَدِينَ اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدِ بِالرَّسُوْلِ الْآمِيْنِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. أَمَّا . بَعْدُ: يَا عِبَادَ اللَّهِ . أَوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى: فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلوة فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ (الجمعة .)
- Selanjutnya, yaitu penyampaian materi khutbah yang isinya disesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini. Diperkuat dengan rujukan atau dalil yang kuat, khususnya yang bersumber dari al-Qur'an dan Hadits.
- Khutbah pertama kemudian ditutup oleh khatib. Berikut contoh penutup khutbah pertama:
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ مِنَي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ أَقُوْلُ قَوْلِ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
2. Tata Cara Khutbah Jumat Kedua
- Setelah khutbah pertama selesai, khatib duduk sebentar sambil berdoa mohon ampun untuk diri dan kedua orang tua. Lalu, berdiri lagi untuk khutbah kedua.
- Khutbah kedua ini, boleh diisi dengan kesimpulan materi khutbah pertama dengan tetap tidak mengabaikan rukun-rukun khutbah. Boleh juga langsung
membaca rukun-rukun dari khutbah mulai hamdalah sampai berdoa. - Berikut contohnya:
الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَمَ أَمَرَ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ ارْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْإِنْسِ وَ الْبَشَرِ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ مَا اتَّصَلَتْ عَيْنُ بِنَظَرٍ وَأَذَنِ بِخَبَرٍ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ وَمَا بَطَنَ. وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ وَثَنِي بِمَلائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالَي: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَا نِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ
- Setelah itu, khutbah diakhiri dengan membaca doa.
- Selanjutnya, yaitu membaca kalimat penutup khutbah kedua. Contohnya sebagai berikut:
عِبَادَ اللَّهِ ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْنِي وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْتَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
- Khatib turun dari mimbar. Bersamaan dengan itu, muadzin mengumandangkan iqamah. [5]
Itulah syarat dan rukun khutbah Jumat dalam Islam beserta sunnah dan tata caranya. Semoga menambah wawasan!
Referensi:
- Laman NU Online berjudul "Khatib Tak Penuhi Syarat atau Rukun Khutbah, Wajibkah Shalat Jumat Diulang?"
- Laman NU Online berjudul "Syarat-syarat Khutbah dan Penjelasannya (I)"
- Laman NU Online berjudul "Syarat-syarat Khutbah dan Penjelasannya (II-Habis)
- Laman NU Online berjudul "Rukun-rukun khutbah dan Penjelasannya".
- Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas XI oleh Kemenag Tahun 2019
(edr/urw)