Pj Wali Kota Parepare Akbar Ali mendorong peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa 11 Desember menjadi Hari Penting Nasional. Dia juga berharap momen tersebut ditetapkan lewat peraturan gubernur (pergub) karena merupakan hari penting di Sulawesi Selatan (Sulsel).
"Saya kira memang bagus kalau ini menjadi hari nasional (diperingati secara nasional)" kata Akbar usai upacara di Monumen Korban 40.000 Jiwa, Kelurahan Ujung Sabang, Kecamatan Ujung, Parepare, Senin (11/12/2023).
Namun demikian, Akbar menekankan jika jasa pahlawan tidak hanya dikenang pada momen tertentu saja. Upacara peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa sebaiknya menjadi refleksi di tiap waktu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi mengenang pahlawan saya kira tidak mengenal mau hari nasional atau untuk Sulsel yang jelas kita masyarakat Sulsel memberikan penghormatan dan penghargaan kepada syuhada masyarakat yang tidak bersalah, kita yang memberikan momentum melalui peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa di setiap kesempatan," bebernya.
Akbar mengatakan peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa bukan hanya momen refleksi perjuangan pahlawan di Parepare saja. Masyarakat Sulsel sudah selayaknya ikut memperingati momen bersejarah itu.
"Karena ini merupakan peristiwa sejarah bukan hanya di Kota Parepare tetapi banyak daerah, maka ini merupakan sebuah sejarah untuk Sulsel," kata Akbar.
Akbar beranggapan peringatan ini diharapkan dapat mendorong kepedulian masyarakat akan jasa pahlawan. Pembantaian tentara Belanda pimpinan Raymond Westerling pada Desember 1946-Februari 1947 mesti menjadi pembelajaran.
"Seharusnya ini melalui pemerintah provinsi (pergub) agar bentuk penghargaan kita bukan hanya Parepare saja, tetapi seluruh masyarakat Sulsel memiliki kepedulian terhadap korban 40.000 jiwa," tuturnya.
Untuk diketahui, Hari Peringatan Korban 40.000 Jiwa di Sulsel belum masuk daftar Hari Penting Nasional yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Masih banyak kontroversi terkait peristiwa pembantaian Westerling, terutama terkait validasi jumlah data korban yang disebut mencapai 40.000 orang.
Dorongan agar Hari Korban 40.000 Jiwa di Sulsel jadi Hari Penting Nasional terakhir digaungkan pada tahun 1964 silam yang dikoordinir tokoh pejuang Sulsel Andi Mattlatta. Kala itu 50.000 orang-orang Sulawesi yang berada di Jakarta berkumpul di Gedung Senayan memperingati Hari Korban 40.000 Jiwa di Sulsel, dan mereka meminta Preiden Soekarno menjadikannya hari berkabung nasional.
Sejarawan Universitas Hasanuddin Dr Suriadi Mappangara mengaku Peringatan Hari Korban 40.000 Jiwa di Sulsel belum dilaksanakan berdasarkan aturan resmi. DPRD provinsi atau kabupaten/kota pun diminta sebaiknya mengatur dasar hukum pelaksanaannya.
"Jadi mungkin perlu lah ketetapan dari DPRD, apakah kalau 11 Desember itu semua (orang) harus memperingati. Itu mungkin bisa dimulai dari situ. Sambil mencari benar-benar sejarahnya yang pasti, sehingga bisa dijadikan hari berkabung nasional," kata Suriadi saat wawancara dengan detikSulsel, Selasa (5/12) lalu.
Suriadi mengaku momen itu belum menjadi hari penting karena persoalan validasi fakta. Salah satu problem itu terkait jejak sejarah perjuangannya dan jumlah korban yang belum jelas.
"Jadi perjuangan orang untuk sampai pada peristiwa 40.000 jiwa itu tidak jelas. Tidak jelas apa dia berjuang. Korban itu banyak bukan karena semata-mata mereka melakukan perlawanan, tapi kan banyak korban yang kita tidak tahu, dan jika kita wawancara satu per orang itu beda-beda," pungkasnya.
(sar/nvl)