Pengamat Ekonomi asal Universitas Hasanuddin (Unhas) Anas Iswanto Anwar mengaku heran dengan kebijakan impor 70.000 ton beras masuk Sulawesi Selatan (Sulsel). Anas menilai kebijakan impor suatu hal yang aneh saat Sulsel dikenal sebagai lumbung padi nasional.
"Kalau bicara impor, teorinya bilang bahwa kita bisa mengimpor kalau permintaan lebih besar dari suplai, kan begitu. Tetapi Sulsel kan terkenal lumbung beras. Jadi agak aneh kalau kita mengimpor," ujar Anas kepada detikSulsel, Jumat (20/10/2023).
Anas menegaskan kebijakan itu akan merugikan petani. Situasi ini membuat harga jual beras petani tertekan dengan harga beras impor yang disebut dijual murah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berarti dampaknya nanti akan membuat petani tertekan dengan persoalan itu karena impor yang selama ini terjadi saya lihat, harga impor lebih murah dan kualitasnya lebih baik," tuturnya.
"Jadi harga yang ada di Masyarakat itu menjadi lebih murah dan pasti akan mendorong harga produksi dalam negeri turun. Kalau tidak turun jadi tidak laku. Jadi ujung-ujungnya akan merugikan petani," tambah Anas.
Dengan demikian, impor ini menguntungkan konsumen karena mendapat harga beras yang lebih murah. Anas lantas mempertanyakan keberpihakan pemerintah atas kebijakan impor tersebut.
"Kalau dari sisi konsumen menguntungkan, konsumen bisa membeli beras yang murah dan lebih baik. Itu persoalannya. Nah kita ini mau berpihak kemana, kebijakan itu mau berpihak ke petani kita atau berpihak kepada pedagang," ujarnya.
Anas berharap pemerintah dan Bulog tetap memperhatikan nasib petani. Sulsel yang selama ini surplus beras belum dinikmati petani.
"Masyarakat Sulsel banyak menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, terutama di pedesaan maka petani kita semakin terpuruk dengan kebijakan itu," kata Anas.
Menurutnya impor beras masuk Sulsel sebenarnya tidak perlu dilakukan. Namun lanjut Anas, selama data menunjukkan bahwa Sulsel swasembada pangan.
"Karena kebutuhan Sulsel terpenuhi dengan produksi Sulsel sendiri. Berbeda kalau alasannya stok kita kurang. Pertanyaan berikutnya mana kita punya hasil panen ini? Musim panen kok Kurang? Kalau memang kurang berarti ada sesuatu di situ. Berarti mungkin beras Sulsel dijual antar pulau, mungkin yah," tambahnya.
Dia menyarankan agar kebijakan daerah memfokuskan untuk pemenuhan kebutuhan domestik Sulsel. Pasalnya jika harus mengimpor, tentu akan mempengaruhi harga beras petani.
"Memang tidak ada kebijakan yang bisa membuat orang happy, pasti ada kontranya, tetapi ada namanya keberpihakan. Kita mau berpihak kepada siapa. Kebijakan publik ini mau berpihak ke siapa, apakah inflasinya, Jangan juga karena inflasi ini kita serabutan membuat kebijakan," ujar Anas.
Sebelumnya diberitakan, Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Baharuddin menegaskan 70.000 ton beras impor untuk cadangan nasional. Beras itu disimpan di gudang bulog untuk menyuplai provinsi lain.
"Sulsel menjadi cadangan pangan nasional. Beras kita memang kita simpan di gudang, karena itu sampai di Papua juga. Kalau ada apa-apa bisa kita suplai," kata Bahtiar usai melakukan panen raya di Kabupaten Maros, Jumat (20/10).
Bahtiar menegaskan beras impor tersebut cuma ditempatkan di Sulsel. Namun peruntukannya kata dua, untuk antisipasi ketersediaan pangan dan menyuplai provinsi lain.
"Cuma memang tempatnya memang di sini. Jadi jangan dipikir ada beras mampir di sini untuk Sulsel saja," jelasnya.
(sar/ata)