Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membantah pernyataan Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin yang menyebut Sulsel bangkrut gegara defisit Rp 1,5 triliun. Kemenkeu menegaskan Pemprov cuma kesulitan melunasi utang akibat pengelolaan keuangan yang tidak tepat.
Dilansir dari CNBC, Senin (16/10/2023), hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo. Menurutnya Pemprov Sulsel hanya diterpa masa likuiditas.
"Tanggapan Kemenkeu adalah penggunaan istilah 'bangkrut' sejatinya kurang tepat untuk memaknai ketidakmampuan Pemprov Sulsel dalam melunasi utang jangka pendek/panjang pada tahun ini," ujar Prastowo dalam keterangannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prastowo menilai Pemprov Sulsel mengalami kesulitan likuiditas akibat dari pengelolaan utang jangka pendek yang kurang hati-hati atau prudent. Hal itu tergambar dari Hasil analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada 2022 dan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada 2023.
Dari hasil laporan itu, Pemprov Sulsel menunjukkan kinerja keuangan yang kurang sehat, khususnya pada aspek likuiditas. Pada tahun 2023, terdapat utang jangka pendek jatuh tempo dan utang jangka panjang yang menjadi kewajiban Pemprov Sulsel.
"Sebagai catatan, masalah yang dialami Pemprov Sulsel adalah likuiditas (kesulitan melunasi utang jangka pendek), bukan solvabilitas (kesulitan melunasi utang jangka panjang) mengingat angsuran pokok utang jangka panjang telah dianggarkan dalam APBD 2023 pada pengeluaran pembiayaan," ujar Prastowo.
Menurutnya, tingginya kewajiban utang tersebut sebenarnya dapat dihindari dengan optimalisasi pendapatan dan efisiensi belanja. Apalagi tingginya akumulasi sisa lebih anggaran pembiayaan (SILPA) pada 2023 dan tahun-tahun sebelumnya.
"Per September 2023 SILPA Pemprov berada di angka Rp 676 miliar, dan kondisi ini diprediksi tetap terjadi hingga akhir tahun melihat tren realisasi PAD (pendapatan asli daerah) yang meningkat serta pola akumulasi SILPA pada dua tahun sebelumnya," tambahnya.
Kemenkeu pun menyarankan Pemprov Sulsel dapat melakukan negosiasi utang jangka pendek dan restrukturisasi utang jangka panjang. Selain itu melakukan optimalisasi pendapatan dan efisiensi serta realokasi belanja untuk menekan SILPA, dan/atau refinancing sebagai langkah terakhir.
Merujuk pada portal data APBD Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu per 12 Agustus 2023, realisasi APBD Sulawesi Selatan masih surplus Rp 1,58 triliun, meski APBD 2023 didesain defisit Rp 1,24 triliun.
Surplus itu disebabkan realisasi pendapatan daerah yang sudah mencapai Rp 27,48 triliun atau 61,75% dari target tahun ini sebesar Rp 44,51 triliun dan realisasi belanja baru mencapai Rp 25,90 triliun atau 56,6% dari target Rp 45,76 triliun.
Namun demikian, dari sisi realisasi pembiayaan atau utang, memang telah mencapai Rp 1,58 triliun atau 126,93% dari target APBD nya tahun ini sebesar Rp 1,24 triliun. Pengeluaran pembiayaan daerah dalam bentuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo pun telah mencapai Rp 220,3 miliar atau 58,46% dari target Rp 376,87 miliar.
Sebelumnya diberitakan, Bahtiar mengungkapkan kondisi keuangan tersebut saat rapat paripurna DPRD Sulsel dengan agenda pengantar nota keuangan dan RAPBD tahun 2024, Rabu (11/10). Bahtiar terang-terangan menyebut Sulsel di tengah kebangkrutan karena defisit Rp 1,5 triliun.
"Hari ini saya harus terbuka ke semua yang terhormat semua pimpinan dan anggota DPRD yang ada, kita defisit Rp 1,5 triliun, Sulsel ini bangkrut," kata Bahtiar dalam pidatonya di hadapan anggota DPRD Sulsel.
Bahtiar menjelaskan defisit terjadi akibat perencanaan APBD yang keliru selama bertahun-tahun. Perencanaan program tidak disesuaikan dengan porsi anggaran yang tersedia.
"Berarti perencanaan keliru bertahun-tahun kan. Program lama itu perencanaan di langit uangnya tidak ada. Jadi defisit itu artinya tidak sesuai apa yang diomongin. Misalnya tulis APBD Rp 10,1 (triliun) yah defisit Rp 1,5 artinya aslinya uangmu hanya Rp 8,5 T kan itu berarti 1,5 tidak ada duitnya," jelasnya.
(sar/nvl)