Sejumlah warga menolak pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel di Kota Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel). Massa berunjuk rasa mendesak pendirian sekolah dihentikan lantaran dianggap tidak memiliki izin.
Aksi demonstrasi massa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Soreang Peduli Kota Santri itu digelar di Jalan Poros Parepare-Pinrang, Kecamatan Soreang, Jumat (6/10). Massa turut menyinggung aspek sosial kultural di balik penolakan tersebut.
"Warga menolak pertama itu tadi berada di lingkungan mayoritas muslim. Kalau lihat izinnya, izin sekolah, mereka minta dicabut karena alasan izin tidak lengkap," kata anggota DPRD Parepare Kamaluddin Kadir kepada detikSulsel, Jumat (6/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kamaruddin mengatakan pimpinan DPRD Parepare langsung menerima aspirasi massa. Pihaknya saat itu menjelaskan bahwa perizinan pembangunan sekolah diurus di Pemkab Parepare.
"Di DPRD sudah dijelaskan izinnya ada dari PUPR. Kan sekarang izin bisa lewat online atau OSS (Online Single Submission)," tuturnya.
DPRD Parepare merekomendasikan agar pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel dihentikan sementara. Pertimbangannya lanjut Kamaruddin, demi menghindari konflik sosial lebih meluas.
"Kewenangan menutup di pemerintah daerah," tambah Kamaruddin.
Menurutnya, pembangunan sekolah disetop sembari dilakukan proses mediasi. DPRD Parepare akan kembali mengundang kelompok massa, pihak sekolah termasuk pemerintah membahas persoalan ini.
"Kita menghindari jangan sampai ada konflik terjadi di masyarakat," jelasnya.
Wakil Ketua II DPRD Parepare Rahmat Sjamsu Alam menuturkan pihaknya akan mengundang Yayasan Sekolah Kristen Gamaliel untuk memberikan penjelasan. Dinas terkait seperti PUPR, dinas pendidikan, hingga dinas PTSP akan turut diundang menjelaskan terkait perizinan sekolah.
"Artinya kita semua termasuk pemerintah tidak mempersoalkan pendirian apapun bentuknya asal memenuhi aspek. Kemudian syarat-syarat yang sudah ditentukan," tegas Rahmat saat dihubungi, Minggu (8/10).
Rahmat berharap dalam rapat dengar pendapat nanti ada solusi atas permasalahan yang terjadi. Jika mediasi buntu, kemungkinan lokasi pembangunan sekolah bisa saja direkomendasikan dipindahkan ke tempat lain.
"Kalau solusi tidak ketemu, mungkin ada opsi lain pemerintah bisa memfasilitasi tempat yang lain. Karena masyarakat persoalkan karena mayoritas Islam di situ dan banyak aktivitas keagamaan di situ," jelasnya.
Yayasan Klaim Punya Izin
Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Kristen Gamaliel Sinta membantah pendirian sekolah tidak memiliki izin sebagaimana yang dituduhkan. Pihaknya mengklaim tidak berani membangun jika tidak mengurus perizinan lebih dulu.
"Kami sudah pasti punya (izin) sebelum action (membangun). Apapun juga tidak berani (jika tanpa izin)," tegas Sinta saat dikonfirmasi, Sabtu (7/10).
Sinta mengaku heran pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel mendapatkan penolakan dari warga. Dia menegaskan tidak ada maksud lain dari pendirian sekolah itu selain kepentingan pendidikan.
"Kami tidak nyangka juga, kami sudah lama kan kumpul dana (untuk membangun sekolah). Ini kan bukan cari keuntungan, seperti yang dikelola bisnis," ucapnya.
Namun demikian, Sinta enggan berbicara lebih jauh soal aksi demo massa. Pihaknya menunggu sampai ada hasil dari proses mediasi yang dilakukan DPRD Parepare.
"Sebetulnya kami tidak mau klarifikasi kemana mana dulu kan ada mediasi nanti di DPRD Parepare," terang Sinta.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
GP Ansor Nilai Ada Upaya Provokasi
Ketua GP Ansor Sulsel Rusdi Idrus menilai ada oknum yang mencoba memprovokasi di balik penolakan Sekolah Kristen Gamaliel. Dia pun meminta pemerintah dan aparat terkait mengusut dugaan tersebut.
"Saya yakin ini ada yang provokasi warga tersebut. Karena itu GP Ansor meminta kepada pemerintah dan aparat untuk menindak tegas," kata Rusdi, Senin (9/10).
Rusdi menilai alasan penolakan pembangunan sekolah tersebut tidak masuk akal. Aksi demo yang dilakukan atas hal itu dianggap mencoreng nilai Bhinneka Tunggal Ika yang dianut Indonesia.
"Tentu ini sangat disayangkan kalau dasarnya hanya karena di tempat itu mayoritas warga muslim. Ini sungguh tidak masuk akal," imbuhnya.
Senada, Ketua GP Ansor Parepare Rusman juga menyesalkan aksi penolakan warga terhadap pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel dengan dalih aspek kondisi sosial kultural. Pihaknya lantas membandingkan situasi yang ada di wilayah Toraja.
"Ini kan selalu alasannya tidak cocok karena kondisi sosial kultural masyarakat di situ. Nah pertanyaannya, warga muslim saat membangun di Toraja apakah juga orang Kristen mengesampingkan sosial kultural di sana," ucap Rusman.
Rusman menganggap penolakan kehadiran Sekolah Kristen Gamaliel seharusnya tidak perlu terjadi. Apalagi jika pembangunannya sesuai dengan regulasi.
"Ini persoalan kebhinnekaan bahwa siapapun di Indonesia dan dimanapun, dia berhak membangun fasilitas apapun. Asalkan sesuai dengan aturan dan ada izin," jelasnya.