Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mengusut dugaan pencemaran sungai Sagea dan gua Bokimoruru tercemar akibat akivitas pertambangan di Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara. KLHK akan berkoordinasi dengan pemerintah setempat.
"Jadi tanggal 11 September 2023 itu ada pengunjuk rasa yang ke kantor kami di KLHK, mereka mengadukan bahwa ada pencemaran di sungai Sagea dan gua Bokimoruru dari 6 perusahaan," ujar Direktur Penanganan Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Ardyanto Nugroho kepada detikcom, Kamis (21/9/2023).
Ardyanto mengatakan, tuntutan para mahasiswa saat itu adalah menghentikan kegiatan operasional keenam perusahaan. Meski tidak menyebut secara rinci nama keenam perusahaan tersebut, namun Ardyanto menegaskan dirinya tidak bisa mengambil keputusan sebelum mengetahui persoalannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu saya enggak bisa ambil keputusan langsung sebelum saya mengetahui duduk persoalannya. Oleh karena itu kami mengundang rapat beberapa instansi pemerintahan Provinsi Maluku Utara dan Halmahera Tengah," katanya.
"Waktu itu disampaikanlah apa yang sudah dikerjakan oleh teman-teman dan hasilnya seperti apa. Ini penting bagi kami supaya mendapatkan gambaran awal kondisi di sana itu seperti apa, sekaligus identifikasi awal pihak mana atau faktor apa yang menjadi pencemaran di sungai Sagea tersebut," ujarnya.
Ardyanto juga mengaku pihaknya sudah menerima informasi terkait kondisi lapangan dan sulitnya mengakses lokasi yang dicurigai sebagai penyebab sungai Sagea hingga gua Bokimoruru menjadi keruh. Sehingga pihaknya perlu menyusun strategi terlebih dahulu.
"Itu yang kami harus susun strateginya, siapa yang harus kami bawa, lalu siapa yang harus kami ikut sertakan, masyarakat yang mana, ini masih dalam pembahasan di kami," katanya.
Kendati demikian, Ardyanto belum bisa memastikan kapan pihaknya akan turun ke lapangan. Menurutnya, butuh waktu dalam menyusun strategi agar penanganan di lapangan lebih efisien.
"Saya belum mau menjanjikan kapan, saya masih perlu waktu untuk berbicara dengan para ahli. Kenapa saya belum bisa janjikan? Karena lokasinya kan agak jauh, terus sumber anggaran kami dan sumber daya manusia kami juga terbatas, oleh karena itu saya perlu waktu menyusun strategi supaya nanti pas kami datang ke lapangan betul-betul efisien," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemkab Halteng menyurati KLHK untuk mengusut dugaan Sungai Sagea tercemar karena aktivitas tambang. Pihaknya juga meminta agar DLH Maluku Utara turun tangan mengatasi persoalan ini.
"Iya betul (menyurat ke KLHK dan DLH Malut). Jadi saya minta dorang (mereka) untuk turun melakukan monitoring fisik," ujar Penjabat (Pj) Bupati Halteng Ikram Malan Sangadji kepada detikcom, Selasa (29/8).
Ikram berharap KLHK dan DLH Malut bisa membantu melakukan monitoring lapangan. Pasalnya, pihaknya memiliki keterbatasan baik dari segi peralatan hingga kewenangan.
"Karena dari torang (kami) itu peralatan terbatas, kemudian kemampuan analisis serta kewenangan juga. Karena permasalahan ini tidak berdiri sendiri, bisa saja permasalahan dari aktivitas penambangan. Kalau (dampak penambangan) nikel kan beda sama emas ya," ujarnya.
"Kemudian apakah ada permasalahan di hutan, lahan atas lah, jadi harus kehutanan (yang menangani) dan itu kewenangannya ada di (DLH) provinsi. Sama seperti balai pengelolaan daerah aliran sungai," tambah Ikram.
Ikram pun belum mau sesumbar terkait penyebab Sungai Sagea tercemar karena aktivitas tambang sampai pemeriksaan rampung. Namun pihaknya akan bertindak tegas jika dugaan itu terbukti.
"Nah, itu ada (sanksi). Ada dari lingkungan hidup yang akan melakukan kajian langsung. Tapi kalau torang (kami) di pemerintahan daerah, misalnya ada dampak yang torang (kami) hitung atau torang (kami) lihat, misalnya seberapa besar dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat, nah sehingga dengan dasar kajian lebih komprehensif secara ilmiah torang (kami) bisa mengajukan klaim,"jelasnya.
(asm/ata)