Fakta-fakta Rombongan Prewedding Picu Kebakaran Bromo Lapor Balik TNBTS

Jawa Timur

Fakta-fakta Rombongan Prewedding Picu Kebakaran Bromo Lapor Balik TNBTS

Tim detikJatim - detikSulsel
Senin, 18 Sep 2023 15:34 WIB
Rombongan prewedding bawa flare picu kebakaran Bromo kembali melakukan wajib lapor
Rombongan prewedding bawa flare picu kebakaran Bromo kembali melakukan wajib lapor. Foto: M Rofiq/detikJatim
Probolinggo -

Rombongan prewedding yang picu kebakaran Bromo akibat sesi foto menggunakan flare kini melaporkan balik pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Laporan itu berisi dugaan kelalaian oleh pihak pengelola wisata Gunung Bromo.

Dalam kasus ini, satu dari enam orang rombongan prewedding telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasusnya kemudian berlanjut setelah kuasa hukum rombongan prewedding mengancam akan melaporkan Balai Besar TNBTS yang diduga turut membuat kesalahan sehingga memicu terjadinya kebakaran.

Dirangkum dari detikJatim, Senin (18/9/2023), berikut fakta-fakta rombongan prewedding picu kebakaran Bromo lapor balik pihak TNBTS.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Rombongan Prewedding Minta Maaf

Salah satu rombongan telah ditetapkan menjadi tersangka dan lima lainnya adalah saksi. Keenam rombongan itu belakangan meminta maaf atas kebakaran Bromo yang terjadi.

"Permohonan maaf ini kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Suku Tengger yang bermukim di lereng Gunung Bromo. Kepada tokoh adat Tengger dan seluruh pemerintah, mulai dari Bapak Presiden dan Wakil Presiden, pemerintah provinsi hingga kabupaten," kata Hendra Purnama, calon pengantin yang menyewa jasa WO (Wedding Organizer) untuk foto prewedding, Jumat (15/9).

ADVERTISEMENT

Terkait itu, Kepala Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo Sunaryono mengungkapkan bahwa permintaan maaf oleh tersangka dan saksi kebakaran Bromo itupun telah diterima warga Tengger dan tokoh Suku Tengger.

2. Kuasa Hukum Rombongan Prewedding Salahkan TNBTS

Kuasa hukum rombongan prewedding Mustaji pun menuntut keadilan terkait kasus kebakaran di Bukit Teletubbies, Gunung Bromo. Dia meminta kliennya ditindaki secara adil.

"Terkait dengan perkara ini tentunya kami berharap kepada penegak hukum terhadap klien kami yang saat ini ditahan adanya putusan yang seadil-adilnya," ungkap Mustaji, Jumat (15/9).

Menurut Mustaji, tidak ada unsur kesengajaan dari kliennya dalam kasus tersebut. Sementara pihak TNBTS dinilai lalai sehingga turut menyebabkan kebakaran.

"Karena sudah jelas ini tidak ada kesengajaan dan kami juga sudah minta maaf," tambahnya.

3. SOP Pengawalan TNBTS Lemah

Mustaji mengaku melakukan penelusuran terhadap kasus yang menggaet rombongan prewedding, sehari setelah kejadian berlangsung. Hasil penelusurannya adalah kebakaran terjadi tidak hanya karena kelalaian kliennya.

Menurutnya, pihak pengelolal wisata Gunung Bromo, dalam hal ini Balai Besar TNBTS juga melakukan kesalahan yang memicu terjadinya kebakaran. Dia menyebut pengelola semestinya tidak membiarkan pengunjung berkeliaran.

"Yaitu adanya kelemahan dari petugas TNBTS sendiri. Di mana aturannya dalam pengelolaan wisata ini harus ada pengawalan atau imbauan kepada pengunjung. Jadi setelah pengunjung bayar (tiket masuk) tidak langsung dibiarkan berkeliaran," kata Mustaji.

Menurutnya, hal itu berakibat pada pengunjung yang tidak tahu informasi mengenai hal yang harus dilakukan dan dilarang. Jika ada pengawalan berupa pemeriksaan pada barang-barang yang dibawa pengunjung, maka hal itu akan mengurangi risiko terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

"Petugas itu harusnya begitu, jangan hanya menerima tiket lalu dilepas begitu saja, tapi ada SOP pengamanan bagaimana. Jadi, klien kami tidak tahu dampak dari flare ini," paparnya.

4. Rombongan Prewedding Lapor Balik Pihak TNBTS

Salah satu pengacara rombongan prewedding, Hasmoko melaporkan pihak pengelola Gunung Bromo, Balai Besar TNBTS. Laporan tersebut berdasarkan dugaan kelalaian dengan tidak menerapkan sistem keamanan.

"Setelah kami investigasi tentunya akan ada langkah-langkah hukum dari kami untuk melaporkan pihak-pihak terkait berkaitan dengan tidak adanya sistem keamanan kepada pengunjung termasuk juga fasilitas umum lainnya," ungkap Hasmoko, Jumat (15/9).

5. Kuasa Hukum Nilai TNBTS Berorientasi Bisnis

Hasmoko juga menyoroti beberapa fasilitas umum yang seharusnya disediakan pihak pengelola TNBTS. Mulai dari fasilitas seperti pemadam atau fasilitas siaga, sangat penting bila sewaktu-waktu terjadi kebakaran.

Menurutnya, hak-hak para wisatawan yang berkunjung sudah dilalaikan oleh pihak pengelola Gunung Bromo, BB TNBTS. Dia pun menilai pengelola hanya berorientasi bisnis.

"Kami akan kaji untuk melaporkan kelalaian itu, agar ke depannya bisa lebih bagus dan lebih tertib lagi. Kalau kami amati, kalau melihat dari kelalaian itu, orientasinya (BB TNBTS) hanya kepada bisnis semata," kata Hasmoko.

6. TNBTS Akan Proporsional Hadapi Laporan

Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS, Septi Eka Wardhani enggan menanggapi jauh terkait laporan pihak rombongan prewedding ke pihaknya. Dia mengatakan bahwa pihaknya akan proporsional dalam menghadapi rencana pelaporan rombongan prewedding tersebut.

"Saya tidak bisa menanggapi tentang hal ini," ujarnya menjawab pertanyaan detikJatim, Sabtu (16/9).

TNBTS juga akan melakukan langkah-langkah prosedural sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Tentunya kami akan proporsional dalam menghadapi ini. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," tegasnya.

7. TNBTS Singgung UU Konservasi

Septi mengatakan bahwa rombongan prewedding yang memicu kebakaran di Gunung Bromo dapat dikenakan sanksi berdasarkan UU Konservasi. TNBTS ditetapkan sebagai kawasan taman nasional melalui keputusan Menteri Kehutanan No. 178/Menhut-II/2005 tanggal 29 Juni 2005.

Berdasarkan ketetapan tersebut, kata Septi, maka TNBTS adalah kawasan konservasi sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Seperti diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

"TNBTS sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi sesuai Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dan PP Nomor 28 tahun 2011. Diatur tentang larangan dan sanksinya," ungkapnya.




(asm/ata)

Hide Ads