Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) berencana melakukan penertiban kawasan ruang terbuka hijau (RTH) dengan menggusur sekitar 20 rumah warga di kawasan Tapak Kuda. Warga yang rumahnya akan digusur menolak rencana tersebut.
"Ada lebih 20 warga yang punya lahan di sini. Kami menolak tegas penertiban," kata warga bernama Bustan kepada wartawan, Minggu (10/9/2023).
Bustan mengaku sudah menerima surat resmi dari dinas terkait rencana penggusuran tersebut. Dalam surat tersebut warga diminta mengosongkan lahan dan membongkar rumah masing-masing secara mandiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah dapat surat resminya," katanya.
Bustan menuturkan selama 3 masa kepemimpinan Wali Kota Kendari, warga tidak pernah mendapat teguran seperti itu. Dia mengklaim warga yang berada di kawasan tersebut memiliki sertifikat tanah.
"Sudah tiga Wali Kota sampai pak Zulkarnain tetap begini-begini saja. Ketika ada Pj tiba-tiba ada dilakukan seperti ini. Kalau berbicara sertifikat kita punya," ungkapnya.
Kuasa hukum warga, Didit Hariadi menambahkan warga memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh BPN. Warga pun akan bertahan jika aparat datang melakukan penggusuran.
"Teman-teman akan bertahan. Warga yang ada di wilayah Tapak Kuda ini memiliki sertifikat, yang mana sertifikat tersebut produk dari negara dan diterbitkan oleh BPN," ungkapnya.
"Kalau punya sertifikat, harga mati untuk mempertahankan tempat ini," tambahnya.
Terpisah, Kasi Pengendalian dan Kelayakan Tata Ruang Dinas PUPR Firman Oktafian membenarkan adanya surat yang dikirimkan kepada warga tersebut. Bahkan, surat itu sudah dua kali dikirimkan oleh dinas terkait.
"Warga Tapak Kuda itu sudah kami berikan surat teguran atau sosialisasi awal terkait bahwa tempat itu merupakan ruang terbuka hijau," kata Firman kepada detikcom, Senin (11/9).
Ia mengungkapkan pihaknya belum bisa berkomentar lebih jauh terkait adanya wacana penertiban. Namun saat ini pihaknya masih sebatas sosialisasi kepada warga.
"Kami belum tahu (penertiban). Jadi dengan adanya sosialisasi, pertama itu kami membuat hati masyarakat yang ada di situ terbuka bahwa memang lahan yang mereka tinggali itu adalah lahan ruang terbuka hijau dan sebaiknya tidak ada aktivitas," bebernya.
Sedangkan terkait adanya kepemilikan sertifikat, Firman mengakui tidak mengetahui lebih jauh. Tapi, Firman mengungkapkan warga harus legowo jika tanah itu dibeli oleh pemerintah.
"Idealnya di lahan-lahan RTH bagi masyarakat pemilik tanah yang memiliki sertifikat dibebaskan dibeli oleh pemerintah agar tidak ada lagi polemik dikemudian hari," pungkasnya.
(hsr/ata)