Jeritan Warga Halteng Krisis Air Bersih gegara Sungai Sagea Tercemar Tambang

Maluku Utara

Jeritan Warga Halteng Krisis Air Bersih gegara Sungai Sagea Tercemar Tambang

Nurkholis Lamaau - detikSulsel
Selasa, 22 Agu 2023 09:30 WIB
Kondisi air sungai Sagea di Halmahera Tengah, Maluku Utara berubah warna menjadi kecokelatan diduga dampak dari aktivitas pertambangan.
Foto: Kondisi air sungai Sagea di Halmahera Tengah, Maluku Utara berubah warna menjadi kecokelatan diduga dampak dari aktivitas pertambangan. (dok.istimewa)
Halmahera Tengah -

Krisis air bersih melanda warga Desa Sagea, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara. Sejak Sungai Sagea tercemar aktivitas tambang, warga terpaksa membeli air galon untuk memenuhi kebutuhan air bersih di rumah.

Warga Desa Sagea, Hafifa Abdullah mengatakan Sungai Sagea selama ini menjadi sumber air bersih bagi 1.317 penduduk Desa Sagea, Kecamatan Weda Utara. Air Sungai Sagea dimanfaatkan warga untuk minum, mencuci makanan dan mandi.

"Iya, air sungai ini torang (kami) konsumsi dari dulu sampai sekarang. Karena semua masyarakat di sini kan konsumsi air itu. Pakai minum, cuci makanan, mandi, pokoknya semua pakai," tutur Hafifa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkap sejak air sungai menjadi keruh karena tercemar limbah tambang, warga pun terpaksa membeli air galon isi ulang. Namun menurutnya membeli air galon dengan harga Rp 10.000 cukup memberatkan.

"Jadi torang beli air galon. Harga Rp 10 ribu itu isi ulang. Tapi itu juga saya rasa so terlalu mahal. Apalagi saya ini cuma pedagang kecil-kecilan kaya jualan roti, kalau dapat pisang bikin gorengan," katanya.

ADVERTISEMENT

Hafifa berharap pemerintah mengambil tindakan terhadap pencemaran sungai tersebut. Dia mengungkap kondisi sungai yang keruh sudah dilihat langsung oleh pemerintah saat perayaan 17 Agustus kemarin.

"Yah, mau bilang bagaimana karena dorang (mereka-pemerintah) saksikan langsung toh. Kemarin 17 Agustus ada lomba perahu karet di sungai itu kan dorang (mereka) lihat (kondisi warna sungai)," imbuhnya.

Sementara itu, Camat Weda Utara Takdir Tjan mengakui air Sungai Sagea belum bisa dikonsumsi warganya. Hal tersebut karena kondisi air yang keruh akibat pencemaran.

"Untuk konsumsi belum bisa. (Air) memang masih kabur (keruh) cuma tidak seperti beberapa hari lalu," singkat Takdir saat dihubungi terpisah.

Warga Takut Terkena Penyakit

Hafifa juga mengungkapkan bahwa warga Desa Sagea tak lagi berani mengambil air di Sungai Sagea sejak warnanya berubah. Warga desa takut terkena penyakit jika mengkonsumsi air tersebut.

"Sekarang berubah warna begini torang tara (kami tidak) konsumsi, kecuali air jernih baru konsumsi. Torang (kami) masyarakat di sini tara (tidak) berani minum, takut jangan sampai bikin penyakit," beber Hafifa.

Lebih lanjut Hafifa mengungkap air Sungai Sagea akan keruh jika terjadi hujan atau bajir. Namun, situasi belakangan berbeda, sebab air sungai tetap keruh meski tak turun hujan.

"Kalau dulu air keruh kecuali hujan deras, banjir toh. Sekarang biar tara (tidak) hujan berubah warna terus, ini bagaimana dia punya solusinya. Jadi begini, air ini kan kebutuhan penting. Torang (kami) masyarakat di sini yang paling mendesak kan air. Kalau tanpa air torang (kami) manusia bagaimana," tuturnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

DLH Ungkap Pencemaran Tergolong Fatal

Sementara itu, Kepala Bidang Penataan dan Penaatan Lingkungan Hidup DLH Halteng Abubakar Yasin mengaku sudah menerima laporan terkait keluhan warga tersebut. Dia menyebut tingkat pencemaran di Sungai Sagea tergolong fatal.

"Memang informasi yang kami peroleh dari masyarakat setempat itu, tingkat pencemarannya sangat fatal karena lumpurnya lebih kental," ungkap Abubakar Yasin saat dikonfirmasi, Rabu (16/8).

Meski demikian, Abubakar mengaku untuk melihat berapa tinggi tingkat pencemaran harus diuji di laboratorium. Kendati begitu Abubakar tak menampik material endapan lumpur yang terbawa ke aliran sungai terindikasi bersumber dari aktivitas pertambangan.

"Terkait apakah pencemarannya melampaui baku mutu atau tidak harus dicek di lab. Terus material berupa endapan lumpur yang terbawa itu terindikasi bersumber dari kegiatan pertambangan," jelasnya.

Halaman 2 dari 2
(hsr/hmw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads