Kabar kemerdekaan Indonesia disebarluaskan ke penjuru negeri usai naskah proklamasi dibacakan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945, tepat pukul 10.00 Wita. Di Sulawesi, kabar ini pertama kali tersebar luas di wilayah Luwu, bukan Makassar yang merupakan pusat kota.
Kabar kemerdekaan di Luwu bahkan telah sampai ke pelosok sebelum penyebaran informasi secara resmi dari perwakilan Sulawesi, Sam Ratulangi, dilakukan.
Cerita penyebaran kabar kemerdekaan di Luwu bermula pada awal Agustus 1945, dimana situasi peperangan kala itu terus menyudutkan pasukan Jepang. Pemuda sekaligus Perwira intel Jepang, Sakata yang terus mengikuti perkembangan situasi peperangan lunglai mengetahui kekalahan Jepang di berbagai front.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suatu ketika Sakata bertanya kepada Andi Achmad, pemuda sekaligus anak Datu Luwu Andi Djemma, bahwasanya bagaimana seandainya Jepang kalah. Andi Achmad lantas menjawab, jika itu terjadi maka kesempatan bagi Indonesia untuk merdeka.
Bagai firasat, selang beberapa hari Jepang pun kalah oleh sekutu. Indonesia lantas memproklamirkan kemerdekaan 17 Agustus tepatnya pukul 10.00 WIB. Proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Sore hari, kabar ini pun sampai di telinga Sakata. Tak menunggu lama Sakata membocorkan informasi tersebut kepada Andi Achmad. Ia memberitahukan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia telah dilakukan oleh Sokarno-Hatta, yang disaksikan oleh perwira Jepang Laksamana Muda Tadashi Maeda.
Malam harinya, Sakata dan rekan-rekannya yang tergabung dalam band Hawaian, termasuk Andi Achmad, langsung sibuk menyusun pamflet. Hal ini dilakukan untuk mengumumkan proklamasi kemerdekaan kepada masyarakat Luwu.
Setelah disepakati, kalimat isi pamflet pun ditulis oleh salah satu personil band Hawaian, Wim Poli. Tulisan tersebut berbunyi: "Sukarno Hatta telah mengumumkan kemerdekaan Indonesia".
Memasuki dini hari 18 Agustus, di saat penduduk muslim Kota Palopo sebagai pusat Kerajaan Luwu sibuk santap sahur, kelompok Sakata dan Andi Achmad diam-diam memasang pamflet pada dinding-dinding kantor, tembok pagar pinggir jalan, dan pohon-pohon besar.
Keesokan harinya, 18 Agustus 1945 pagi hari, penduduk kota Palopo dikagetkan dengan pamflet tersebut. Pembicaraan pagi masyarakat pun berkisar pada isi pamflet, dan tentang siapa yang memasangnya. Semula kabar melalui pamflet itu masih menimbulkan tanda tanya penduduk kota. Akan tetapi usai menjadi bahan pidato di masjid-masjid bulan Ramadhan 1876 H, penduduk menjadi yakin dan menyambut dengan gembira.
Kabar Indonesia telah merdeka pun menyebar luas hingga pelosok Luwu sesuai arus mobilitas penduduk. Masjid, pasar-pasar, pesta-pesta yang mempertemukan sejumlah orang, bahkan rumah tangga, menjadi media komunikasi bagi masyarakat.
Hal ini lantas membuat kabar kemerdekaan RI tersebar luas di Luwu, bahkan sebelum Sam Ratulangi bersama rombongan tiba di Makassar.
Sam Ratulangi merupakan perwakilan Sulawesi yang menyaksikan proklamasi di Jakarta pada 17 Agustus. Ia tiba di Makassar pada 19 Agustus sebagai utusan untuk menyebarluaskan berita kemerdekaan secara resmi.
Sejalan cepatnya penyebaran kabar kemerdekaan Indonesia, lapisan masyarakat Luwu terdorong mengambil sikap untuk mendukung kemerdekaan.
Pembentukan Gerakan Soekarno Muda
Di sisi lain, pada Sabtu, 18 Agustus 1945, sehari setelah Andi Achmad mendengar berita kemerdekaan dari Sakata, ia secara diam-diam melaporkannya kepada Andi Tenriajeng. Menindaklanjuti kabar kemerdekaan itu, Andi Tenriajeng bersama Andi Achmad memutuskan untuk menghubungi M. Yusuf Arief.
Dari pertemuan ketiga tokoh tersebut, disepakati untuk melakukan suatu pertemuan pada 19 Agustus malam. Pertemuan ini direncanakan dihadiri oleh orang-orang pergerakan pada saat itu. Mereka yang diharapkan hadir pada pertemuan tersebut yaitu Andi Makkulau, M. Yusuf Arief, Andi Achmad, Andi Tenriajeng, H. Abdul Kadir, M.Guli Daeng Mallimpo, Mungkasa dan M. Landau (tokoh pemuda Muhammadiyah yang sampai rapat berakhir belum juga menampakkan dirinya).
Dalam pertemuan pada 19 Agustus 1945 malam di rumah kediaman M. Yusuf Arief, terbentuklah suatu organisasi yang diberi nama "Sukarno Muda". Adapun susunan pengurus organisasi gerakan ini adalah Andi Makkulau Opu Daeng Parebba sebagai ketua, dan anggotanya masing-masing: M. Yusuf Arief, Andi Achmad, Andi Tenriajeng, H.M. Abdul Kadir, M. Guli Daeng Mallimpo, dan Mungkasa.
Beberapa hari kemudian usai pembentukannya, para "Soekarno Muda" ini melakukan sebuah pertemuan di istana Datu Luwu. Pertemuan tersebut antara pemerintah kerajaan dan pemuda. Hasil dari pertemuan tersebut pemerintah kerajaan Luwu merestui gerakan Sukarno Muda.
Untuk memastikan lagi kabar kemerdekaan Indonesia, pihak Kerajaan Luwu juga memutuskan mengirim utusan ke Makassar menjumpai Sam Ratulangi. Para utusan juga diminta untuk mempelajari perkambangan situasi terakhir.
Mereka yang diutus ke Makassar yaitu M. Sanusi Daeng Mattata, wakil pemerintah kerajaan Luwu, dan Andi Opu Daeng Parebba sebagai wakil pemuda.
Rupaya, kedatangan utusan Luwu membawa kebahagiaan bagi Sam Ratulangi. Pasalnya belum ada golongan pemuda yang berusaha menemuinya usai proklamasi kemerdekaan dibacakan di Jakarta.
Awal September M. Sanusi Daeng Mattata kembali ke Palopo dengan membawa kepastian bahwa Indonesia telah merdeka. Kabar ini disambut gembira oleh pemerintah kerajaan Luwu.
Sejak kembali dari Makassar, golongan pemuda terus giat mencari dukungan perjuangan. Mereka juga berupaya meminta penyerahan senjata kepada Jepang melalui perundingan. Meskipun upaya ini gagal karena campur tangan Sakata.
(urw/nvl)