17 Agustus 1945 teks proklamasi dibacakan oleh Soekarno dan disebarluaskan melalui Radio Hoso Kyoku ke seluruh Indonesia dan ke penjuru dunia. Namun di beberapa wilayah termasuk Sulawesi, penyebaran berita kemerdekaan belum massif diterima oleh masyarakat.
Penyebarluasan kabar kemerdekaan di Sulawesi membutuhkan waktu yang cukup lama hingga sampai di masyarakat. Bahkan, di beberapa wilayah kabar tersebut baru tersebar 4 bulan setelah proklamasi.
Lambatnya penyebaran berita dikarenakan media informasi radio pada saat itu masih minim. Proses penyebaran berita proklamasi kemerdekaan kala itu sebagian besar masih dilakukan dengan cara-cara tradisional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Sulawesi, penyebaran berita kemerdekaan secara terorganisir baru dimulai pada tanggal 20 Agustus 1945. Proses tersebut dimulai sejak Dr. G.S.S.J Ratulangi bersama tiga tokoh Sulawesi lainnya yakni Andi Pangeran Pettarani, Andi Sultan Daeng Raja, dan andi Zaenal Abidin tiba di Makassar pada 19 Agustus 1945.
Sebelumnya pada awal bulan Agustus 1945, Ratulangi bersama ketiga delegasi Sulsel lainnya berangkat ke Jakarta untuk mengikuti sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Hal ini membuat kekosongan kekuasaan terjadi di Indonesia, para pemimpin memanfaatkan situasi dengan mempersiapkan proklamasi kemerdekaan.
Sejak malam hari 16 agustus hingga dini hari 17 Agustus 1945, para tokoh proklamasi mengadakan rapat dan berhasil menyusun proklamasi kemerdekaan. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan penandatanganan teks proklamasi di gedung Jalan Imam Bonjol, Nomor 1, Jakarta.
Setelah naskah proklamasi ditandatangani, maka diputuskan bahwa proklamasi akan diumumkan pada jam 10 pagi di gedung Pegangsaan Timur, Nomor 56 Jakarta.
Sesuai dengan perencanaan, Soekarno didampingi Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia pun membacakan teks proklamasi di waktu dan lokasi yang telah disepakati. Sejak itulah bangsa Indonesia merdeka.
Sehari setelah kemerdekaan, Dr. Ratulangi diangkat menjadi Gubernur Sulawesi dan di hari itu juga ia kembali ke wilayah kepemimpinannya. 19 Agustus 1945, setibanya di Ujung Pandang, Ratulangi kembali membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan di hadapan para pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat.
Penyebaran Berita Kemerdekaan di Sulawesi
Meski teks proklamasi telah dibacakan di depan masyarakat, berita kemerdekaan tidak langsung tersebar di masyarakat Sulawesi. Oleh karena itu Ratulangi bersama Andi Zainal Abidin mengatur strategi khusus untuk menyebarkan berita proklamasi secara formal.
Tim Dr. Ratulangi bertugas menyebarkan berita kemerdekaan ke arah utara Sulawesi. Sementara itu penyebaran berita ke arah selatan dilakukan oleh tim Lanto Daeng Pasewang.
Sebelum informasi kemerdekaan itu disebarkan secara formal, rupanya beberapa wilayah kecil seperti Palopo, Parepare, dan Soppeng sudah lebih dulu menerima kabar tersebut. Mereka mengetahui kabar kemerdekaan itu melalui radio dan pemberitahuan tidak resmi dari orang Jepang.
Kota lain di Sulawesi yang menerima berita proklamasi lebih awal adalah Kota Kolaka. Berita Proklamasi 17 Agustus 1945 di Kolaka diterima dari orang Jepang yang mendengar melalui radio, yaitu Kabasima Taico, Komandan tentara Jepang yang bertugas di daerah pertambangan Nikel Pomalaa-Kolaka.
Ketika berita proklamasi pertama kali dibacakan di Makassar pada tanggal 19 Agustus 1945, berita tersebut segera tersebar ke beberapa wilayah lainnya. Beberapa wilayah kota di Sulawesi menerima berita proklamasi melalui kurir dan masyarakat. Beberapa wilayah lainnya, menerima kabar tersebut melalui radio atau telepon, bahkan ada yang menerimanya melalui tentara sekutu.
Di Polombangkeng, Kabupaten Takalar, berita proklamasi dibawa oleh Fakhruddin Daeng Romo, seorang pemuda belasan tahun yang datang dari Makassar.
Sementara itu, di Kabupaten Jeneponto, Bantaeng, hingga Selayar, kabar kemerdekaan juga sampai melalui kurir atau masyarakat. Usai menerima kabar kemerdekaan, masyarakat di wilayah tersebut menunjukkan dukungannya terhadap proklamasi kemerdekaan.
Di wilayah Poso, penyebaran berita proklamasi diawali dari penyebaran pamflet yang mengabarkan mengenai kekalahan Jepang. Adalah Tentara Sekutu yang menyebarkan pamflet tersebut melalui udara.
Berita mengenai proklamasi kemerdekaan pada akhirnya diketahui di Poso pada tanggal 17 Agustus 1945 melalui seorang perwira Jepang yang dikawal oleh dua orang anggota Heiho yang bernama Saleh Topetau dan Djafar. Kepada Abdul Latief Mangitung, Perwira Jepang tersebut menyampaikan bahwa bangsa Indonesia sudah merdeka.
Selain jalur darat, penyebaran berita proklamasi ini juga dilakukan melalui jalur laut sehingga membutuhkan waktu lebih lama. Di Kepulauan Wakatobi misalnya, berita kemerdekaan baru diterima sebulan setelah proklamasi.
Kabar kemerdekaan tersebut dibawa ke Wakatobi oleh para pelayar yang baru datang dari Jawa dan Sumatera. Salah satu pelayar tersebut bernama La Ola yang datang ke kepulauan tersebut pada bulan September 1945.
Sementara itu, di sebelah utara pulau Sulawesi, tepatnya di Bolaang Mongondow, berita kemerdekaan baru tersebar di masyarakat pada Desember 2023, 4 bulan setelah proklamasi.
Penyebaran berita kemerdekaan di Bolaang Mongondow dilakukan melalui jalur darat. Penyebaran berita proklamasi ini bermula ketika seorang guru yang bernama Siata Paputungan dari Desa Molinow memperoleh salinan naskah proklamasi yang berasal dari Gorontalo.
Dengan berjalan kaki, Siata Paputungan selanjutnya mendatangi tokoh-tokoh PSII untuk memperlihatkan salinan naskah proklamasi tersebut.
Usai diperlihatkan salinan naskah proklamasi tersebut, tokoh-tokoh PSII bersama dengan mantan pemuda Heiho yang enggan dipulangkan ke tanah leluhurnya mengibarkan bendera Merah Putih. Pengibaran bendera dilakukan di Lapangan Desa Molinow pada tanggal 19 Desember 1945.
Sumber:
1. Atlas Sejarah Indonesia Berita Proklamasi Kemerdekaan terbitan Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(urw/nvl)