Terungkap 8 Modus Manipulasi Data Kependudukan di PPDB Sulsel Jalur Zonasi

Kota Makassar

Terungkap 8 Modus Manipulasi Data Kependudukan di PPDB Sulsel Jalur Zonasi

Rasmilawanti Rustam - detikSulsel
Kamis, 17 Agu 2023 06:00 WIB
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sulsel Ismu Iskandar (tengah) saat konferensi pers di kantornya.
Foto: Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Sulsel Ismu Iskandar (tengah) saat konferensi pers di kantornya. (Rasmilawanti/detikSulsel)
Makassar -

Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkap modus manipulasi data kependudukan yang terjadi selama pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Sulsel tahun 2023. Modus kecurangan itu digunakan demi meloloskan peserta didik saat pendaftaran jalur zonasi.

Temuan itu diungkapkan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulsel Ismu Iskandar saat konferensi di kantornya pada Rabu (16/8/2023). Dugaan kecurangan di PPDB Sulsel ditemukan usai melakukan pemeriksaan terhadap empat SMA negeri di Kota Makassar.

"Ada beberapa bentuk pelanggaran yang teridentifikasi yang dilakukan oleh orang tua wali terkait dengan rekayasa data, terkait dengan kependudukan ini," ungkapnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun empat sekolah yang diperiksa, yakni SMAN 2 Makassar, SMAN 3 Makassar, SMAN 5 Makassar, dan SMAN 11 Makassar. Pemeriksaan itu dilakukan setelah Ombudsman RI Perwakilan Sulsel menerima laporan dari masyarakat.

"Kami menerima 6 konsultasi non-laporan dan 8 laporan masyarakat serta aduan-aduan yang viral di media sosial. Dari laporan-laporan tersebut, 4 SMA di Makassar yang menjadi terlapor dalam pengaduan masyarakat," bebernya.

ADVERTISEMENT

Ismu menuturkan dari total 720 siswa yang lulus untuk kuota jalur zonasi di 4 sekolah tersebut, Ombudsman menemukan 99 siswa bermasalah. Permasalahan itu terkait data kependudukan yang menjadi syarat kelulusan dalam jalur tersebut.

"Ada 99 data siswa yang bermasalah," tutur Ismu.

Ismu lantas merincikan dari 99 peserta didik bermasalah itu di antaranya 36 siswa yang dinyatakan lulus di SMAN 2 Makassar. Sementara di SMAN 3 Makassar 16 orang, SMAN 5 Makassar 30 orang, dan SMAN 11 Makassar 17 siswa.

Ismu menjelaskan syarat pendaftaran jalur zonasi merujuk berdasarkan alamat pada kartu keluarga (KK) yang diterbitkan paling singkat 1 tahun sejak tanggal pendaftaran. Namun fakta di lapangan ada yang kurang di bawah 1 tahun.

"Sementara kita tahu bersama di juknis mensyaratkan bahwa untuk kartu keluarga itu minimal berumur satu tahun lebih untuk pemindahan anak bersangkutan dan itu sebelum tanggal 18 Juli tahun 2022," jelas Ismu.

Namun syarat itu justru dilanggar dengan berbagai macam modus kecurangan. Adapun modus dugaan manipulasi yang ditemukan oleh Ombudsman RI Perwakilan Sulsel adalah sebagai berikut:

  1. Terdapat peserta didik yang teridentifikasi melakukan mutasi atau berpindah KK setelah 18 Juni 2022, namun diluluskan dengan menggunakan surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh kelurahan;
  2. Terdapat peserta didik teridentifikasi melakukan mutasi setelah 18 Juni 2022, namun berkas KK yang dilampirkan saat verifikasi berkas adalah KK yang terbit sebelum 18 Juni 2022 dan nama peserta tersebut ada di dalamnya;
  3. Terdapat peserta didik melampirkan KK yang teridentifikasi dilakukan pengeditan pada tanggal penerbitan KK;
  4. Terdapat peserta didik melampirkan KK yang teridentifikasi mengedit KK dimana font yang digunakan tidak sesuai dengan font khusus KK Disdukcapil;
  5. Terdapat peserta didik melampirkan KK yang teridentifikasi mengedit KK dimana nama Kepala Disdukcapil Makassar yang bertanda tangan tidak sesuai dengan tanggal penerbitan KK. Terdapat kartu keluarga yang ditandatangani barcode oleh Kadis Dukcapil Makassar atas nama Muh Hatim, namun pejabat dimaksud belum menjabat saat terbitnya KK tersebut;
  6. Terdapat peserta didik yang melampirkan kartu keluarga dengan tanda tangan barcode yang tidak terbaca dan menurut keterangan Disdukcapil barcode tersebut bukan milik Disdukcapil;
  7. Terdapat peserta didik yang melampirkan KK dengan tanda tangan barcode yang tidak aktif;
  8. Terdapat peserta didik yang melampirkan kartu keluarga dengan mengedit atau memasukkan namanya ke dalam kartu keluarga orang lain.

Ismu menjelaskan temuan modus kecurangan ini memberikan gambaran bahwa tingginya tingkat persoalan di dalam proses penerimaan PPDB ini ada dua sisi, yakni dari sisi orang tua wali dan dari sisi penyelenggara.

"Orang tua melakukan segala cara untuk bagaimana cara anaknya masuk di sekolah yang diinginkan. (Di sisi lain) Panitia tidak begitu kompeten di dalam memvalidasi data-data yang yang masuk," sebut Ismu.

"Ada temuan beberapa indikasi yang dilakukan oleh penyelenggara di antaranya tidak memastikan kelengkapan persyaratan dalam proses pendaftaran ulang," tambahnya.

Ismu menambahkan ada potensi sekolah lain melakukan modus serupa, bahkan ada dugaan intervensi pejabat. Namun pihaknya hanya memproses laporan dari warga yang masuk ke Ombudsman Sulsel.

"Sejauh ini belum ada yang spesifik (soal intervensi pejabat), tapi potensinya ada, hanya Ombudsman belum sempat melakukan pendalaman karena kita fokus ke laporan yang masuk," terang Ismu.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Rekomendasi Ombudsman Sulsel

Ismu mengatakan pihaknya telah menyampaikan temuan hasil pemeriksaan kepada Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman dan Kepala Disdik Sulsel Iqbal Najamuddin.

"Intinya bahwa harus ada sanksi yang tegas dari gubernur dan kepala dinas terkait praktik-praktik dugaan manipulasi yang cenderung berulang, dan bahkan semakin parah, dalam proses PPDB khususnya jalur zonasi," tegasnya.

Lebih lanjut, evaluasi dan pembinaan juga harus dilakukan bagi penyelenggara dan pelaksana yang terbukti lalai dan tidak kompeten. Persoalan ini tidak boleh dibiarkan tanpa ada penindakan.

"Koordinasi kemarin dengan diknas mereka berkomitmen untuk memberikan sanksi, minimalnya tidak tidak akan dilibatkan dalam proses PPDB tahun selanjutnya," jelas Ismu.

Ombudsman RI Perwakilan Sulsel juga meminta Disdik Sulsel untuk melakukan pendataan bagi calon peserta didik yang belum tertampung baik di sekolah negeri maupun di swasta untuk tahun ini.

"Dengan harapan bahwa misalnya setidaknya mereka diprioritaskan untuk ketika ada misalnya diknas mengambil langkah untuk mengeluarkan siswa yang terbukti menggunakan dokumen yang tidak valid maka diisi dengan yang berhak," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(sar/ata)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads