Struktur Teks Anekdot, Unsur Kebahasaan hingga Langkah Penyusunannya

Struktur Teks Anekdot, Unsur Kebahasaan hingga Langkah Penyusunannya

Niken Dwi Sitoningrum - detikSulsel
Kamis, 10 Agu 2023 22:30 WIB
Teks Anekdot Adalah
Foto: Istimewa
Makassar -

Teks Anekdot adalah salah satu materi pembelajaran yang kita pelajari dalam pelajaran Bahasa Indonesia di jenjang SMA. Untuk lebih mudah memahaminya, berikut ini struktur dari teks anekdot, unsur kebahasaan hingga langkah penyusunannya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anekdot berarti cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Namun, teks anekdot bukan hanya sekadar cerita lucu, melainkan terdapat nilai-nilai atau makna dibalik cerita lucunya.

Agar detikers makin memahami, berikut ini detikSulsel telah merangkum penjelasan tentang struktur teks anekdot, unsur kebahasaan hingga langkah penyusunannya. Simak ya!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Struktur Teks Anekdot

Melansir Modul Bahasa Indonesia Kelas X: Struktur dan Kebahasaan Teks Anekdot, tujuan dari teks ini tidak hanya untuk membangkitkan tawa, tetapi untuk
mengungkapkan suatu kebenaran yang di dalamnya ada sindiran secara tidak langsung. Artinya, teks anekdot bukanlah sekadar hanya lelucon semata.

Teks anekdot ini sama seperti teks narasi, yang di dalamnya terdapat tokoh, alur dan latar. Penyajian teks anekdot juga berbagai macamnya, selain berbentuk teks narasi, dapat juga berbentuk dialog dan cerita bergambar. Hal utama dalam penyajian teks anekdot selalu menggunakan kalimat langsung.

ADVERTISEMENT

Teks anekdot berfungsi sebagai sindiran atau kritikan dengan sajian berbentuk humor atau lelucon. Sindiran tersebut dapat berkaitan dengan masalah politik, hukum, atau kebiasaan sehari-hari.

Adapun struktur teks anekdot terdiri atas abstrak, orientasi, krisis/ komplikasi, reaksi, dan koda.

1. Abstrak

Ini merupakan bagian awal teks anekdot yang berfungsi memberikan gambaran tentang isi teks. Biasanya, bagian ini menunjukkan hal unik yang akan ada di dalam teks. Abstrak dapat disebut sebagai tahap pembukaan. Bagian ini sifatnya hanya opsional.

2. Orientasi

Yaitu bagian teks yang menunjukkan awal kejadian cerita atau latar belakang suatu peristiwa terjadi. Biasanya, penulis bercerita dengan detil di bagian ini.

Bagian ini mengarah pada terjadinya suatu krisis, konflik, atau peristiwa utama. Bagian orientasi ini berfungsi untuk membangun teks dan menjadi penyebab timbulnya krisis.

3. Krisis atau Komplikasi

Ini adalah bagian teks yang menunjukkan hal atau masalah yang unik dan tidak biasa yang terjadi pada penulis atau orang yang diceritakan. Krisis dimaknai sebagai saat terjadinya ketidakpuasan atau kejanggalan.

Dengan kata lain, pada bagian ini adanya kekonyolan yang menggelitik dan mengundang tawa. Bagian ini merupakan inti dari peristiwa anekdot.

4. Reaksi

Yaitu bagian teks yang menerangkan cara penulis atau orang yang diceritakan dalam
menyelesaikan masalah yang timbul di bagian krisis. Reaksi itu berkenaan dengan tanggapan atau respons atas krisis yang dinyatakan sebelumnya.

Reaksi dapat berupa sikap mencela atau menertawakan. Bagian ini sering kali mengejutkan, sesuatu yang tidak terduga, mencengangkan. Reaksi dijadikan sebagai bagian yang memberikan penyelesaian masalah lengkap dengan menggunakan cara yang menarik dan berbeda dari biasanya.

5. Koda

Adalah bagian akhir dari cerita unik tersebut yang menjelaskan simpulan tentang kejadian yang diceritakan oleh penulis. Koda sama dengan penutup pertanda berakhirnya cerita.

Di dalamnya berupa persetujuan, komentar, ataupun penjelasan atas maksud dari cerita yang dipaparkan sebelumnya. Bagian ini biasanya ditandai oleh kata-kata, seperti itulah, akhirnya, demikianlah. Keberadaan koda bersifat opsional, yaitu boleh ada atau tidak ada pada sebuah teks anekdot.

Unsur Kebahasaan Teks Anekdot

Adapun unsur kebahasaan yang digunakan dalam teks anekdot adalah sebagai berikut:

Kalimat Langsung

Banyak menggunakan kalimat langsung yang bervariasi dengan kalimat-kalimat tidak langsung. Kalimat-kalimat langsung merupakan petikan dari dialog para tokohnya, sedangkan kalimat tidak langsung merupakan bentuk penceritaan kembali dialog seorang tokoh. Bahkan, tidak sedikit anekdot yang semuanya berupa dialog yang menggunakan kalimat-kalimat langsung.

Contoh:

Nasrudin kemudian bertanya, "Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?"

Hakim tersenyum lebar."Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya."

Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. "Wah, enak benar mentega ini!"

"Yah," jawab Nasrudin, "Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam."

Penggunaan Nama Tokoh Utama atau Orang Ketiga Tunggal

Penggunaan ini dapat disebutkan secara langsung nama tokoh faktualnya, seperti Gus Dur atau tokoh yang disamarkan, seperti hakim, presiden, jaksa, atau tokoh-tokoh masyarakat lainnya.

Contoh:

Telah berulang kali Nasrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian.

Tokoh: Nasrudin dan hakim.

Keterangan Waktu

Keterangan waktu, misalnya kemarin, sore ini, suatu hari, ketika itu.

Contoh:

"Telah berulang kali" Nasrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian.

"Saat itu juga" Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nasrudin.

Kata Kiasan

Kata kiasan atau konotasi adalah kata yang tidak memiliki makna sebenarnya. Kata ini dapat berupa ungkapan atau peribahasa.

Contoh:

Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Tapi kita tahu menyogok itu diharamkan.

Kata "disogok" atau "menyogok" merupakan kata kiasan dalam teks anekdot ini.

Kalimat Sindiran

Kalimat sindiran yang diungkapkan dengan pengandaian, perbandingan, dan lawan kata atau antonim.

Contoh:

Nasrudin kemudian bertanya, "Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?"

"Yah," jawab Nasrudin, "Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam!"

Kalimat sindiran: "Apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?" dan "Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam."

Konjungsi Penjelas

Konjungsi penjelas atau penerang, seperti "bahwa". Hal ini karena berkaitan dengan pengubahan dialog dari kalimat langsung ke kalimat tidak langsung.

Contoh:

Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin menyimpulkan "bahwa" si hakim minta disogok.

Kata Kerja Material

Kata kerja material adalah kata yang menunjukkan suatu aktivitas yang dapat dilihat oleh panca indera. Hal ini terkait dengan tindakan tokohnya dan alur yang membentuk rangkaian peristiwa ataupun kegiatan.

Contoh:

  • Telah berulang kali Nasrudin "mendatangi" seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian.
  • Nasrudin "menyiapkan" sebuah gentong.
  • Gentong itu "diisinya" dengan tahi sapi hingga hampir penuh.
  • Kemudian di atasnya, Nasrudin "mengoleskan" mentega beberapa sentimeter tebalnya.
  • Gentong itu "dibawanya" ke hadapan Pak Hakim.

Kata Kerja Mental

Kata kerja mental adalah kata yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan seorang tokoh.

Contoh:

  • Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin "menyimpulkan" bahwa si hakim minta disogok.
  • Maka Nasrudin "memutuskan" untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.

Konjungsi Sebab Akibat

Konjungsi sebab akibat merupakan kata penghubung yang menyatakan sebab akibat, seperti, "demikian", "oleh karena itu", "maka", dan "sehingga".

Contoh:

  • Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta
    disogok.
  • Maka Nasrudin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.

Kalimat Imperatif

Kalimat imperatif adalah kalimat yang bersifat atau memberi perintah atau dapat juga berupa "peringatan", "larangan".

Kalimat Seru

Kalimat seru biasanya ditandai dengan tanda seru, yang bersifat untuk menegaskan atau sebagai ungkapan rasa seseorang.

Contoh:

"Wah, enak benar mentega ini!"

Konjungsi Temporal

Konjungsi ini bermakna kronologis (temporal), seperti, "akhirnya", "selanjutnya", "kemudian", "lalu" dan sebagainya.

Contoh:

"Kemudian" di atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya.

Kalimat Retoris

Kalimat retoris adalah kalimat pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.

Contoh:

Nasrudin kemudian bertanya, "Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?"

Namun demikian, tidak semua unsur kebahasaan yang telah dijelaskan tersebut harus ada dalam sebuah teks anekdot. Unsur kebahasaan dalam teks anekdot terkadang ada yang tidak ada disesuaikan dengan teksnya. Akan tetapi, secara garis besar unsur kebahasaan yang dijelaskan biasanya terdapat di dalam sebuah teks anekdot.

Langkah-Langkah Penyusunan Teks Anekdot

Setelah mengetahui struktur dan unsur kebahasaannya, berikut ini langkah-langkah apabila detikers akan menyusun sebuah teks anekdot, yaitu:

  1. Tentukanlah topik.
  2. Tentukan kritik yang ingin disajikan
  3. Rancang humornya.
  4. Tentukan tokoh yang terkait, sesuai dengan masalahnya. Tokoh yang dimaksud pada
    umumnya bersifat faktual.
  5. Rinci peristiwa ke dalam alur dan struktur anekdot yang meliputi abstrak, orientasi, krisis, reaksi, dan koda.
  6. Kembangkan kerangka anekdot menjadi sebuah cerita utuh dengan memperhatikan unsur kebahasaannya.
  7. Lakukan penyuntingan

Nah, itulah penjelasan tentang struktur teks anekdot, unsur kebahasaan hingga langkah penyusunannya apabila detikers akan membuatnya. Semoga bermanfaat ya!




(edr/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads