Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyebut pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Kontribusi devisa dari PMI mencapai Rp 159,6 triliun setiap tahunnya.
"Sejak tiga tahun berjalan, PMI adalah pejuang keluarga dan mereka adalah pahlawan yang menyumbang kontribusi devisa terbesar bagi negara. Mereka menyumbangkan sebesar Rp 159,6 triliun setiap tahun," kata Benny dalam acara pelantikan dan pengukuhan Komunitas Relawan (Kawan) PMI di Makassar, Sabtu (5/8/2023).
Saat ini, kata dia, ada 4,7 juta migran Indonesia yang 74 ribu di antaranya berasal dari Sulawesi Selatan (Sulsel). Data ini baru yang tercatat berangkat secara resmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Command Centre ini tercatat 4,7 juta migran Indonesia, berapa orang kita bekerja di luar negeri dari Sulawesi Selatan? 74 ribu. Tapi problemnya adalah ini yang tercatat resmi," ujarnya.
Sementara, jika melihat data yang dirilis World Bank pada tahun 2017, Benny menyebut total ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Dari data itu, ada 5 juta orang yang bekerja di luar negeri tanpa melalui prosedural.
"Tapi kalau kita melihat data World Bank dirilis tahun 2017, bahwa ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Saat itu kita tracking, di tahun 2017 hanya 3.663.000. Artinya ada lima juta lebih orang Indonesia yang bekerja di luar negeri diduga tanpa prosedural. Diduga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang," bebernya.
Dalam kesempatan itu, Benny mengatakan regulasi terkait PMI sudah ada. Hanya saja dia menilai perlu ada revisi karena perangkat hukum justru tidak berfungsi secara optimal.
"Kita punya gugus tugas, Perpres No. 22 Tahun 2021, kita punya UU TPPO No. 21 Tahun 2007. Ini undang-undang strong regulative tapi tidak efektif," ucapnya.
Ia pun mendorong agar regulasi segera direvisi untuk menjamin perlindungan dan keselamatan PMI. Menurut Benny, saat itu, gugus tugas yang dipimpin Menteri PPA tidak ditopang oleh perangkat organisasi yang mumpuni.
"Saya mengatakan di hadapan Presiden, gugus tugas mengalami kemandulan. Tapi bukan kesalahan Presiden, bukan di penegak hukum, tapi saat itu ketua hariannya dipimpin Menteri PPA yang tidak memiliki struktur organisasi ke bawah dan tidak memiliki kewenangan hukum," terangnya.
Sehingga, sejak saat itu, Presiden Jokowi menunjuk Kapolri Jenderal Listy Sigit sebagai Ketua Gugus Pemberantas TPPO. Benny mengatakan pembentukan ulang gugus tersebut sangat efektif karena membuahkan hasil yang memuaskan.
"Saat itu, Presiden memutuskan ketua gugus tugas diserahkan kepada Bapak Kapolri. Dalam satu bulan setengah 2.400 anak bangsa diselamatkan dan 800 mereka yang disebut sindikat telah ditetapkan sebagai tersangka," bebernya.
(asm/hsr)