Peran ayah terkait kasus inses ibu dan anak sejak SMA di Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar) menuai sorotan sosiolog. Sang ayah seharusnya mampu memberikan perlindungan kepada anggota keluarga.
Hebohnya kasus inses ibu dan anak di Bukittinggi ini berawal dari penyampaian Wali Kota Bukittinggi Erman Safar. Dia menyampaikan ada kasus inses antara ibu dan anak yang telah terjadi bertahun-tahun, yakni sejak anak itu duduk di bangku SMA dan kini sudah berusia 28 tahun.
"Anak kita, dari usia SMA. Dia dari SMA sampai usia 28 tahun berhubungan badan dengan ibu kandungnya," kata Erman Safar, seperti dikutip dari detikSumut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erman Safar mengaku miris akan hal tersebut. Terutama karena sang ayah ada di rumahnya saat inses ibu dan anak tersebut terjadi.
"Bapaknya ada. Ada bapaknya di rumah. Satu rumah. Coba bayangin, dunia sudah tua," katanya.
Erman lantas menggarisbawahi pentingnya menjaga dan melindungi anak-anak dari potensi eksploitasi dan kekerasan seksual yang merusak masa depan mereka.
"Dalam upaya mencegah kasus serupa terjadi di masa mendatang, Pemerintah Kota Bukittinggi berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang isu pernikahan anak di bawah umur serta menguatkan upaya perlindungan anak," jelas dia.
Sorotan Sosiolog ke Sang Ayah
Sosiolog Universitas Negeri Padang (UNP) Erianjoni turut menanggapi kasus inses ini. Dia juga menyoroti peran dari sang ayah.
Erianjoni awalnya mengatakan ada tiga hal penyebab inses bisa terjadi. Dia menilai kasus ini bisa saja terjadi karena sang ibu hiperseks atau hasrat seksual si ibu yang tinggi dan tidak puas oleh si ayah.
"Hasrat seksual si ibu bisa saja tergolong hiperseks, sehingga ketidakpuasan oleh si ayah sehingga anak menjadi sasaran untuk pemuas," katanya.
Faktor kedua, kohesi sosial yang salah, karena kedekatan yang berlebihan menyebabkan hilangnya sekat sosial yang membatasi hubungan tersebut.
Sementara untuk faktor yang ketiga, Erianjoni menyoroti peran sang ayah yang menurutnya gagal menjalankan fungsi proteksi atau perlindungan anggota keluarganya.
"Dari relasi sosial yang salah itu atau hubungan sosial yang terlarang tersebut lama kelamaan berbentuk dalam hubungan simbiotik atau saling membutuhkan antara ibu," kata Erianjoni.
"Yang butuh kepuasan seksual dan anak yang butuh kasih sayang dan uang untuk pemenuhan gaya hidup," kata dia.
(hmw/urw)