Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi Sumber Daya Mineral (Perindagem) Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) Hartono Makka buka suara usai dilaporkan ke polisi oleh warga terkait pemalsuan surat tanah. Hartono menegaskan pelapor tidak pernah tercatat sebagai pemilik lahan di Pasar Kampung Jaya yang diklaim sebagai miliknya.
"Pada saat awal menjabat, masyarakat meminta dibangun pasar di lahan tersebut, saya adakan pertemuan dan hanya 3 pemilik lahan saat itu. Tidak pernah masuk namanya yang pelapor ini," ungkap Hartono kepada detikSulsel, Kamis (8/6/2023).
Hartono memaparkan proses pembayaran lahan 3 pemilik lahan tersebut juga disepakati bukan menggunakan uang tunai. Mereka hanya meminta agar diberikan los saat Pasar Kampung Jaya selesai dibangun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada proses ganti rugi, mereka cuman minta dibangunkan los dan mereka akan mengisi menjual di situ," imbuhnya.
Adapun pelapor, kata Hartono, namanya tidak pernah masuk sebagai pemilik lahan. Belakangan setelah Pasar Kampung Jaya selesai dibangun, barulah kemudian pelapor muncul dan meminta ganti rugi.
"Yang 3 orang itu mereka ada pernyataan sebagai pemilik lahan dan ada bukti mereka. Andaikan di awal ada juga namanya pelapor ini, maka pasti akan kami panggil juga," imbuhnya.
Dia menegaskan, Pasar Kampung Jaya berani dibangun karena yakin tak ada sengketa dengan lahan. Para pemilik lahan juga sudah sepakat hanya meminta los saat pasar selesai dibangun.
"Saya tidak akan membangunkan pasar di situ andaikan ada yang keberatan," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Hartono dilaporkan ke polisi atas dugaan pemalsuan surat tanah. Kuasa hukum pelapor, Hasjuddin mengaku kliennya menggugat Hartono karena terlapor membangun pasar di atas lahan milik kliennya tanpa ada ganti rugi.
"Versi kami Dinas Perindagem (Hartono Makka) membangun Pasar Kampung Jaya dengan tanpa ada kompensasi ke pemilik lahan," ungkap Hasjuddin kepada detikSulsel, Rabu (7/6).
Hasjuddin memaparkan, saat proses pembangunan Pasar Kampung Jaya di Kelurahan Jaya, Kecamatan Watang Sawitto pada tahun 2015 dilakukan tanpa ada komunikasi kepada pemilik lahan. Sehingga proses pembangunan Pasar Kampung Jaya di atas lahan milik warga terkesan dipaksakan.
"Ini memang tidak ada komunikasi dari awal, ini yang kami sesalkan pembangunan Pasar Kampung jaya. Seharusnya ini diawali dengan klarifikasi publik, kapan ada pemerintah mau masuk ke tanah masyarakat harus diawali dengan komunikasi publik, ini yang tidak terbangun," imbuhnya.
Padahal kata Hasjuddin, warga pemilik lahan berharap Kadis Perindagem yang melakukan pembangunan di atas lahan warga tersebut melakukan pendekatan dan membicarakan dengan baik proses ganti rugi lahan. Tetapi hal tersebut tidak pernah digubris.
"Klien saya selaku pemilik lahan yang mengantongi dokumen kepemilikan berupa rincik (salah satu jenis Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia yang ada sebelum tahun 1960) selalu mencoba menyampaikan haknya tetapi tetap dibangun tanpa ada ganti rugi," bebernya.
(asm/hmw)