- Pengertian I'tikaf
- Rukun dan Syarat I'tikaf Rukun I'tikaf Syarat I'tikaf
- Hukum Melakukan I'tikaf
- Waktu Pelaksanaan I'tikaf
- Niat I'tikaf 1. Niat I'tikaf Mutlak 2. Niat I'tikaf Terikat Waktu Tanpa Terus-menerus 3. Niat I'tikaf Terikat Waktu dan Terus-menerus
- Amalan-amalan saat I'tikaf
- Hal-hal yang Membatalkan I'tikaf
I'tikaf merupakan salah satu amalan yang dapat dikerjakan umat muslim saat bulan Ramadan. Biasanya, i'tikaf ini dilaksanakan pada 10 malam terakhir Ramadan.
Melakukan i'tikaf merupakan bentuk upaya yang dilakukan umat muslim untuk meraih Lailatul Qadar. Melansir NU Online, dalam salah satu hadits, Rasulullah menyebutkan bahwa i'tikaf di sepuluh malam terakhir bagaikan beri'tikaf bersama beliau.
مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Siapa yang ingin beri'tikaf bersamaku, maka beri'tikaflah pada sepuluh malam terakhir," (HR Ibnu Hibban).
Lantas, apa itu i'tikaf dan bagaimana ketentuan pelaksanaannya?
Pengertian I'tikaf
Secara bahasa, i'tikaf berasal dari kata 'akafa-ya'kifu-ukufan. Apabila dikaitkan dengan kalimat "an al-amr" menjadi "akafahu an al-amr" yang berarti 'mencegah'. Sementara jika dikaitkan dengan kata "ala" menjadi "akafa 'ala al-amr" artinya 'menetapi'.
Pengembangannya kemudian menjadi i'takafa-ya'takifu-i'tikafan yang artinya tetap tinggal pada suatu tempat. Kalimat 'I'takafa fi al-masjid' berarti 'tetap tinggal atau diam di masjid'.
Menurut istilah, i'tikaf bermakna berdiam diri di masjid disertai dengan niat. Tujuan i'tikaf adalah semata-mata beribadah kepada Allah SWT, khususnya dalam hal ibadah-ibadah yang umumnya dilakukan di masjid.
Rukun dan Syarat I'tikaf
Umat muslim yang hendak melaksanakan i'tikaf hendaklah memenuhi rukun dan syaratnya. Berikut ini penjelasannya:
Rukun I'tikaf
1. Niat
Baik i'tikaf sunnah atau i'tikaf nazar, dianjurkan untuk berniat. Apabila seorang muslim bernazar akan melakukan i'tikaf, maka baginya wajib melaksanakan nadzar tersebut dan niatnya adalah niat i'tikaf untuk menunaikan nazarnya.
2. Berdiam diri dalam masjid
Umat muslim yang beri'tikaf harus berdiam diri di masjid, bisa sebentar atau lama sesuai dengan keinginan orang yang beri'tikaf atau mu'takif. I'tikaf di masjid bisa dilakukan pada malam hari ataupun pada siang hari.
3. Masjid
4. Orang yang beri'tikaf
Syarat I'tikaf
1. Muslim, bagi non-muslim tidak sah melakukan i'tikaf.
2. Berakal, orang yang tidak berakal tidak sah melaksanakan i'tikaf.
3. Suci dari hadats besar.
Hukum Melakukan I'tikaf
Hukum asal i'tikaf adalah sunnah. Akan tetapi, hukumnya bisa berubah menjadi wajib, makruh, bahkan haram bergantung pada kondisinya. Berikut ini penjelasan lengkapnya:
Sunnah, artinya bila dikerjakan mendapat pahala, apabila ditinggalkan tidak berdosa
- Wajib, apabila dinadzarkan
- Haram, apabila i'tikaf dilakukan oleh seorang istri atau hamba sahaya tanpa izin
- Makruh, apabila dilakukan oleh perempuan yang bertingkah dan mengundang fitnah meski disertai izin
Waktu Pelaksanaan I'tikaf
I'tikaf dapat dilakukan setiap saat, termasuk pada waktu-waktu yang diharamkan shalat. Namun, i'tikaf lebih utama dilakukan pada 10 malam terakhir di bulan Ramadan.
Melakukan i'tikaf lebih dianjurkan pada 10 malam terakhir demi menggapai keutamaan Lailatul Qadar yang waktunya dirahasiakan Allah.
Anjuran melaksanakan i'tikaf pada 10 malam terakhir Ramadan ini sebagaimana dalam hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya: Dari Aisyah r.a. isteri Nabi s.a.w. menuturkan, "Sesungguhnya Nabi s.a.w. melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istrinya mengerjakan i'tikaf sepeninggal beliau". (Hadis Shahih, riwayat al-Bukhari: 1886 dan Muslim: 2006).
Niat I'tikaf
Ketika seorang muslim hendak melaksanakan i'tikaf, hendaknya dia berniat terlebih dahulu. Niat i'tikaf terbagi menjadi 3, bergantung pada pelaksanaan i'tikafnya. Berikut ini penjelasannya:
1. Niat I'tikaf Mutlak
I'tikaf mutlak walaupun lama waktunya cukuplah berniat sebagai berikut:
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى
Artinya: "Aku berniat i'tikaf di masjid ini karena Allah."
2. Niat I'tikaf Terikat Waktu Tanpa Terus-menerus
I'tikaf yang terikat waktu, selama satu bulan misalnya, niatnya adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا/لَيْلًا كَامِلًا/شَهْرًا لِلهِ تَعَالَى
Artinya: "Aku berniat i'tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah."
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا
Artinya: "Aku berniat i'tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut karena Allah."
3. Niat I'tikaf Terikat Waktu dan Terus-menerus
Saat berniat, seorang yang beri'tikaf harus menyebutkan status fardhu i'tikafnya apabila i'tikaf tersebut dinadzarkan. Berdasarkan pendapat kuat, seluruh i'tikaf itu menjadi fardhu, baik ditentukan lamanya maupun tidak.
Niat i'tikaf yang dinazarkan adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ فَرْضًا للهِ تَعَالَى
Artinya: "Aku berniat i'tikaf di masjid ini fardhu karena Allah."
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فَرْضًا للهِ تَعَالَى
Artinya: "Aku berniat i'tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut fardhu karena Allah."
Amalan-amalan saat I'tikaf
Penjelasan tentang amalan-amalan yang dianjurkan pada saat i'tikaf dijelaskan dalam berbagai kitab turats, salah satunya seperti yang dijelaskan oeh Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu' ala Syarh al-Muhadzab berikut:
قال الشافعي والأصحاب فالأولى للمعتكف الاشتغال بالطاعات من صلاة وتسبيح وذكر وقراءة واشتغال بعلم تعلما وتعليما ومطالعة وكتابة ونحو ذلك ولا كراهة في شئ من ذلك ولا يقال هو خلاف الأولى هذا مذهبنا وبه قال جماعة منهم عطاء والأوزاعي وسعيد بن عبد العزيز
"Imam Syafi'i dan ashab (para pengikutnya) berkata, 'Hal yang utama bagi orang yang beri'tikaf adalah menyibukkan diri dengan ketaatan dengan melaksanakan shalat, bertasbih, berdzikir, membaca Al-Qur'an, dan menyibukkan diri dengan ilmu dengan cara belajar, mengajar, membaca, dan menulis serta hal-hal sesamanya. Tidak dihukumi makruh dalam melaksanakan satu pun dari hal-hal di atas, dan tidak bisa disebut sebagai menyalahi hal yang utama (khilaf al-aula). Ketentuan ini merupakan pijakan mazhab kita (mazhab Syafi'i), dan pendapat ini diikuti oleh golongan ulama, seperti Imam 'Atha, al-Auza'i, Sa'id bin Abdul Aziz" (Syekh Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu' ala Syarh al-Muhadzab, juz 6, hal. 528).
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa beberapa amalan yang bisa dikerjakan saat i'tikaf, yaitu:
- Salat
- Bertasbih
- Berdzikir
- Membaca Al-Qur'an
- Menyibukkan diri dengan ilmu dengan cara belajar, mengajar, membaca, dan menulis
Hal-hal yang Membatalkan I'tikaf
I'tikaf bisa batal, apabila orang-orang yang beri'tikaf melakukan atau mengalami hal-hal berikut ini:
1. Berhubungan suami-istri
2. Mengeluarkan sperma,
3. Mabuk yang disengaja,
4. Murtad,
5. Haidh, selama waktu i'tikaf cukup dalam masa suci biasanya,
6. Nifas,
7. Keluar tanpa alasan,
8. Keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda,
9. Keluar disertai alasan hingga beberapa kali, padahal keluarnya karena keinginan sendiri.
(urw/alk)