Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta SMPN 1 Pinrang tidak membebani siswa terkait iuran Rp 200 ribu yang diputuskan masih dilanjutkan. Pihaknya meminta sekolah tidak mengancam siswa jika tidak mampu membayar.
"Tak boleh ada ancaman (bagi siswa yang tak membayar Rp 200 ribu)," tegas Kepala Dikbud Pinrang Andi Matjatja kepada detikSulsel, Senin (20/3/2023).
Matjatja mengaku, pihaknya sudah turun mengklarifikasi ke SMPN 1 Pinrang sejak iuran tersebut dikeluhkan siswa. Kepsek maupun komite sekolah sepakat tetap melanjutkan asal tidak mewajibkan orang tua siswa membayar nominal tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil pertemuan terkait penekanan pembayaran di SMPN 1 Pinrang tidak mewajibkan siswa membayar Rp 200 ribu," tuturnya.
Menurutnya, siswa bisa menyumbang tanpa paksaan. Dia menekankan, mereka dapat membayar disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
"Tergantung berapa yang mau disumbangkan sesuai kemampuan masing-masing orang tua murid," tegas Matjatja.
Sementara orang tua siswa, Anca mengaku kecewa lantaran iuran tersebut masih dilanjutkan meski dikeluhkan. Menurutnya, orang tua siswa yang lain tak sepenuhnya setuju penetapan pembayaran tersebut.
"Kami kecewa (pembayaran tetap dilanjutkan)," ungkap Anca saat dikonfirmasi terpisah.
Anca menjelaskan, semestinya dengan munculnya polemik dan penolakan, pihak sekolah dan Dikbud harusnya peka. Tak lagi melanjutkan pembayaran yang terkesan wajib membayar Rp 200 ribu per siswa kelas XII dan kelas XIII untuk membangun lapangan voli.
"Mereka menyampaikan keluhan, harusnya mereka (Dikbud dan pihak sekolah) tanggap, berartikan ada yang tidak sepakat," imbuhnya.
Dia juga membantah pernyataan pihak sekolah bahwa siswa tidak diwajibkan membayar Rp 200 ribu. Faktanya menurut dia, ada orang tua membayar Rp 50 ribu tetapi ditolak.
"Seharusnya di awal dicantumkan (tidak wajib Rp 200 ribu) nanti belakangan saat muncul ini (penolakan) baru dibilang bisa berapa berapa (tidak ditentukan nominal pembayaran)," paparnya.
Dia menjelaskan, kepsek harus mengecek langsung ke guru yang menerima pembayaran. Sebab dis menemukan fakta ada guru yang menolak saat siswa membayar Rp 50 ribu.
"Kan bukan Pak Kepsek yang menagih dong. Tapi guru lain," imbuhnya.
Penegasan Kepsek SMPN 1 Pinrang
Diberitakan sebelumnya, Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 1 Pinrang Muhammad Saleh tetap menarik sumbangan senilai Rp 200 ribu per siswa meskipun mendapatkan penolakan dari orang tua (ortu) siswa. Namun Saleh berdalih iuran tersebut sifatnya tidak wajib.
"Keputusannya pembayaran tetap dilanjutkan," ujar Saleh saat dikonfirmasi detikSulsel, Sabtu (18/3).
Saleh mengatakan iuran Rp 200 ribu untuk siswa kelas XII dan XIII tersebut tidak bersifat wajib. Orang tua siswa bisa menyumbang di bawah Rp 200 ribu.
"Selalu ji ada dana masuk. Kan ada kita (media) orang tua siswa sampaikan ditolak kalau 50 ribu tetapi data yang kami miliki ada yang bayar Rp 50 ribu dan itu memang bisa," jelasnya.
Dia juga menegaskan baik Dikbud dan komite sekolah tidak bisa menghentikan iuran tersebut. Apalagi pungutan tersebut tidak diwajibkan bagi siswa.
"Ketua komite jelaskan tidak pernah ada rencana mau menghentikan. Kan tidak diwajibkan," paparnya.
(sar/ata)