Orang tua (ortu) siswa SMPN 1 Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluhkan kebijakan sekolah yang mewajibkan pembayaran iuran Rp 200 ribu tiap murid demi pembangunan lapangan voli. Ortu siswa lantas mempertanyakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang seharusnya mengakomodir proyek itu.
"Apa tujuan selalu dibebankan ke orang tua siswa? Jumlah siswa 1.500 x 200 berarti Rp 300 juta. Itu mau diapain? Kan ada anggaran BOS," keluh salah satu wali siswa SMPN 1 Pinrang, Anca kepada detikSulsel, Selasa (14/3/2023).
Anca menduga, pungutan Rp 200 ribu per siswa tersebut untuk membangun sejumlah proyek di sekolah. Selain dua lapangan voli, ada juga perbaikan drainase, dan penghubung kelas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini ada beberapa orang tua siswa bertanya kenapa ada pungutan begitu? Artinya kan ini sudah jadi keluhan," paparnya.
Di sisi lain, Anca menjelaskan sempat ada beberapa siswa yang hanya membayar Rp 100 ribu dan ditolak. Alasannya nominal yang sudah ditetapkan dalam rapat komite sekolah senilai Rp 200 ribu per siswa.
"Jadi ada yang bawa Rp 100 ribu, ada Rp 50 ribu ditolak semua. Katanya Rp 200 ribu itu dari rapat komite. Jadi itu kedok sumbangan permintaannya. Padahal kalau dipikir, ada dana BOS kan bisa dipakai," keluhnya.
Kepsek SMPN 1 Pinrang, Muh Saleh mengakui adanya permintaan bantuan dana melalui komite sekolah. Dia menjelaskan permintaan bantuan tersebut sudah sesuai dengan SOP yang ada.
"Kami sudah konsultasi dengan Kabag Hukum (Sekretariat Daerah Pinrang) konsep apa agar tidak melanggar hukum, itu lah komite dapat menggalang dana melalui bantuan," papar Saleh.
Dia menjelaskan ada dua bentuk permintaan bantuan. Pertama untuk siswa kelas VII dan kelas VIII dengan jumlah permintaan bantuan Rp 200 ribu per siswa.
"Rp 200 ribu ini untuk membangun 2 lapangan voli, memperbaiki saluran drainase dan membangun penghubung kelas. Ini untuk siswa kelas VII dan kelas VIII," jelasnya.
Kemudian khusus untuk siswa kelas IX, permintaan bantuan sebesar Rp 300 ribu digunakan untuk pembangunan 6 unit toilet dan penamatan siswa IX.
"Itu kan acara rekreasi sekolah untuk kelas IX tahun lalu Rp 300 ribu dan dipakai ke Malino, nah ini mau ke Bulukumba. Saya sampaikan kalau keluar bawa banyak siswa berisiko, lebih baik Rp 300 ribu itu untuk perpisahan di sekolah kemudian bisa juga bangun 6 toilet," paparnya.
Saleh pun menegaskan, permintaan bantuan ke orang tua siswa tersebut bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Bagi orang tua siswa yang tidak mampu bisa tidak membayar.
"Kalau tidak mampu tidak usah. Kami tidak paksa dan tidak ada (siswa) dikeluarkan karena biaya begitu," jelasnya.
(sar/hsr)