4 Urutan Wali Nikah bagi Perempuan Muslim serta Ketentuannya

4 Urutan Wali Nikah bagi Perempuan Muslim serta Ketentuannya

Tim detikHikmah - detikSulsel
Sabtu, 18 Mar 2023 22:10 WIB
Ilustrasi akad nikah
Ilustrasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/Jamaludin Yusup)
Jakarta -

Ketika seorang perempuan muslim menikah, maka dia diharuskan untuk memiliki wali nikah. Bahkan jumhur ulama menyebutkan wali nikah merupakan rukun yang tak bisa dilewatkan ketika akad nikah karena memengaruhi keabsahan pernikahan tersebut.

Dilansir dari detikHikmah, Muhammad Bagir dalam buku Fiqih Praktis 2 menjelaskan, maksud perwalian nikah adalah hak yang diberikan oleh syariat kepada seseorang wali untuk melakukan akad pernikahan atas orang yang diwakilkan.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan. Disebutkan bahwa wali nikah adalah orang yang memiliki wilayah atau hak untuk melaksanakan akad atas orang lain dengan seizinnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika seorang muslim melangsungkan akad nikah, maka yang melakukan ijab qabul adalah wali dari perempuan tersebut. Sehingga lafaz ijab diucapkan oleh si wali sementara qabul dilafalkan oleh suami.

Posisi Wali dalam Pernikahan

Mengenai posisi wali dalam akad nikah, para ulama berbeda pendapat. Masih dari Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan, jumhur ulama seperti Malikiyah, Syafi'iyah, Hanabilah sepakat bahwa wali merupakan rukun pernikahan. Dengan demikian, akad nikah tidak sah tanpa adanya wali.

ADVERTISEMENT

Pendapat tersebut disandarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 221, "Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman!" Juga Surat An-Nur ayat 32, "Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu."

Nabi SAW melalui sabdanya juga menegaskan, menikah tanpa izin dari wali adalah perbuatan mungkar. Dari Aisyah, Rasul SAW berkata, "Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya itu batal, nikahnya itu batal dan nikahnya itu batal.

Dengan demikian, jika (si lelaki) menggaulinya maka harus membayar mahar buat kehormatan yang telah dihalalkannya. Kemudian, apabila mereka bertengkar, maka sultan adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali." (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi & Ibnu Majah)

Sementara itu, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan ulama lain berpandangan bahwa wali tidak termasuk rukun nikah melainkan syarat.

Mereka berpendapat bahwa apabila seorang perempuan gadis maupun janda yang sudah baligh, berakal sehat, mampu menguasai dirinya, maka boleh baginya melakukan akad nikah sendiri dan tanpa wali. Kendati demikian, pernikahan diwakilkan oleh wali disebut lebih baik dan sangat dianjurkan.

Hal ini disandarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 234 yang berbunyi: "Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari.

Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka71) menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Hal demikian juga disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasul SAW bersabda, "Para janda lebih berhak atas diri mereka. " (HR Tirmidzi)

Terkait perbedaan pendapat tersebut, Rizem Aizid dalam bukunya Fiqh Keluarga Terlengkap mengemukakan pendapatnya, "Berdasarkan semua pendapat tersebut, tentunya kita lebih condong kepada pandangan Imam Syafi'i dan Maliki, yang menyebut wali adalah rukun dan syarat sahnya nikah. Dan pendapat inilah yang dipegang kuat oleh perkawinan di Indonesia."

Orang yang Berhak Menjadi Wali Nikah Perempuan

Orang yang berhak menjadi wali nikah wanita haruslah memenuhi sejumlah syarat. Dilansir dari Fiqih Praktis 2, syaratnya yaitu laki-laki merdeka, berakal, baligh, dan juga beragama Islam.

Menukil buku Fiqh Keluarga Terlengkap, terdapat empat jenis wali dalam Islam; wali nasab, wali hakim, wali tahkim dan wali maula.

1.Wali Nasab

Wali nasab adalah wali yang diambil berdasarkan keturunan, atau yang punya hubungan nasab dengan pengantin perempuan. Mayoritas ulama mengurutkan wali nasab dari paling berhak dan masih hidup, karena yang terdekat adalah amat utama.

1) ayah kandung,
2) ayahnya ayah (kakek) terus ke atas,
3) saudara lelaki seayah-seibu,
4) saudara lelaki seayah saja,
5) anak lelaki saudara laki-laki seayah-seibu,
6) anak lelaki saudara laki-laki seayah,
7) anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah-seibu,
8) anak lelaki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah,
9) anak lelaki dari no. 7 di atas,
10) anak lelaki dari no. 8 dan seterusnya,
11) saudara lelaki ayah, seayah-seibu,
12) saudara lelaki ayah, seayah saja,
13) anak lelaki dari no. 11,
14) anak lelaki no. 12, dan
15) anak lelaki no. 13 dan seterusnya.

Dengan demikian, dapat diringkas bahwa wali nasab terdiri tiga kelompok; ayah kandung seterusnya ke atas, saudara laki-laki ke bawah, dan saudara lelaki ayah ke bawah. Dan urutan di atas harus berurutan, tidak boleh melangkahi satu dengan yang lainnya.

2. Wali Hakim

Wali hakim adalah wali yang berasal dari hakim (qadhi), seperti kepala pemerintah, pemimpin, atau orang yang diberi kewenangan oleh kepala negara untuk menikahkan perempuan yang berwali hakim.

Perempuan yang akan menikah baru boleh diwakilkan wali hakim apabila; tidak adanya wali nasab seperti yang disebutkan di atas seluruhnya, serta tidak mencukupinya syarat bagi wali nikah di atas jika masih hidup.

Ketentuan wali hakim sendiri adalah tidak menikahkan; perempuan yang belum baligh, pasangan dari kedua pihak keluarga yang tidak sekufu (sepadan), orang yang tanpa mendapat izin dari wanita yang akan menikah, dan orang yang berada di luar wilayah kekuasaannya. Dalam kondisi tersebut, wali hakim dilarang menikahkan.

3. Wali Tahkim

Wali tahkim adalah wali nikah yang diangkat sendiri oleh calon suami atau calon istri. Dalam akad nikah, seseorang bisa diwakilkan wali tahkim apabila; wali nasab pada urutan di atas tidak ada seluruhnya atau tidak memenuhi syarat, serta tak adanya wali hakim. Sehingga wali hakim baru boleh menikahkan, apabila tak terdapatnya wali nasab dan wali hakim.

4. Wali Maula

Wali maula merupakan majikan dari seorang hamba sahaya yang ingin menikah. Dengan demikian, apabila ada wanita yang berada di bawah kuasanya (yakni sebagai budak), maka majikan laki-lakinya boleh menjadi wali akad nikah bagi hamba sahaya perempuannya itu.

Rizem Aizid dalam bukunya menyimpulkan, "Dari keempat jenis, maka urutan yang berhak menjadi wali nikah perempuan adalah wali nasab (paling utama). Kemudian boleh digantikan wali hakim, bila wali nasab tidak ada seluruhnya."

"Jika wali hakim tidak ada maka boleh diwakilkan oleh wali tahkim. Sementara untuk seorang hamba sahaya wanita yang tidak punya wali nasab, maka bisa dinikahkan oleh wali maula." tambahnya.




(urw/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads