Cinta beda agama menjadi hal yang cukup kontroversial saat ini, sebab hal tersebut dilarang oleh agama. Namun, rupanya kisah cinta beda agama sudah terjadi sejak zaman nabi.
Dilansir dari detikHikmah, kisah cinta beda agama pernah dialami oleh putri Rasulullah SAW yaitu Zainab RA yang menikah dengan Abul Ash bin Rabi'. Dalam Kelengkapan Tarikh Muhammad SAW karya Moenawar Chalil, disebutkan bahwa Abul Ash bin Rabi' adalah salah seorang pemuka Quraisy.
Melansir buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad, cinta antara Zainab dan Abul Ash sangatlah dalam dan keduanya saling mencintai. Namun, keduanya sempat terpisahkan karena perbedaan keyakinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah Rasulullah SAW menerima wahyu kenabian, Abul Ash tetap kukuh pada kepercayaan nenek moyangnya. Dikisahkan bahwa dia tetap menyembah berhala, sebagaimana orang-orang kafir Quraisy.
Pertemuan Zainab dan Abul Ash
Zainab RA merupakan putri sulung Rasulullah SAW dari pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid RA. Zainab RA lahir saat Rasulullah SAW berusia 30 tahun atau sekitar 23 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah.
Sebagai anak pertama, Zainab RA terbiasa untuk membantu dan meringankan tugas ibunya dalam urusan rumah tangga serta mengasuh adik-adiknya. Kebiasaan itu yang membantu Zainab belajar tentang arti kesabaran dan keteguhan.
Sedangkan, Abul Ash bin Rabi' bin Abdil Uzza bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qushay al-Qurasyi dikisahkan merupakan sosok pemuda terhormat dengan kekayaan melimpah. Dia adalah putra Halah bin Khuwailid yang merupakan saudara Khadijah RA.
Abul Ash tumbuh menjadi seorang pemuda yang kaya, rupawan, dan mempesona ketika dewasa. Dia hidup bergelimang harta dan kenikmatan hingga setelah cukup usia ia menikahi Zainab RA. Pernikahan keduanya berlangsung sebelum masa kenabian Rasulullah SAW.
Kisah Perjuangan Cinta Zainab dan Abul Ash
Merangkum dalam buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad dan buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Yoyok Rahayu Basuki, ketika Rasulullah SAW memutuskan untuk hijrah, Zainab RA tidak diperbolehkan oleh sang suami dan keluarganya untuk meninggalkan Makkah.
Bahkan, saat peristiwa Perang Badar, Zainab RA menjadi satu-satunya muslimah yang tinggal bersama kafir Quraisy di Makkah. Saat itu, Abul Ash ikut berperang melawan kaum muslimin dan mertuanya, Rasulullah SAW.
Saat itu, Zainab RA gelisah karena peperangan tersebut. Dalam perang tersebut, sang suami berada di pihak musuh yang melawan ayahnya, padahal keduanya adalah sosok yang sangat dicintai oleh Zainab RA.
Zainab pun hanya bisa berdoa agar Allah SWT memberikan kemenangan kepada kaum muslimin. Namun, di sisi lain dia juga berharap suaminya dijauhkan dari bahaya dan mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam.
Hingga akhirnya kaum muslim berhasil memenangkan peperangan tersebut, Abul Ash yang berada di kubu lawan menjadi salah satu tawanan. Dia kemudian digiring menuju Madinah, saat itu Rasulullah SAW mewajibkan setiap tawanan menebus diri mereka jika ingin bebas.
Tebusan yang ditetapkan antara 1.000-4.000 dirham. Tebusan itu bisa dibayarkan sesuai dengan kedudukan dan kekayaan para tawanan di kaumnya.
Zainab RA lalu mengirimkan uang tebusan dan sebuah kalung pemberian ibunya, Khadijah binti Khuwailid. Rasulullah SAW yang menyaksikan Zainab RA membawa tebusan tersebut terharu, air mata Rasulullah SAW tak terbendung.
Para sahabat yang melihat Rasulullah SAW tengah bersedih lantas sepakat untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi' tanpa harus membayar tebusan. Rasulullah SAW kemudian mengembalikan kalung tersebut dan meminta Abul Ash menceraikan Zainab RA.
Dalam Islam, seorang wanita mukmin tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash yang mendengarnya kemudian menyetujui hal tersebut. Ketika kembali ke Makkah keluarga Abul Ash berkata, "Biarlah engkau menceraikan istrimu itu, dan kami akan menceraikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripada nya."
Namun, Abul Ash yang sangat mencintai Zainab berkata, "Di suku Quraisy tidak ada gadis yang dapat menandingi istriku." Meskipun dihalang-halangi orang Quraisy pada akhirnya Abul Ash melepaskan Zainab ke Madinah.
Di tengah perjalanan, beberapa orang Quraisy mengganggu unta Zainab RA sehingga dia terjatuh. Zainab yang kala itu tengah mengandung harus kehilangan bayinya karena keguguran.
Dalam buku 40 Putri Terhebat, Bunda Terkuat karya Tethy Ezokanzo, disebutkan bahwa setelah kejadian itu Zainab RA terus sakit-sakitan dan lukanya sulit untuk diobati. Akhirnya, Abul Ash pun diberi hidayah oleh Allah SWT dan masuk Islam.
Abul Ash kemudian menyusul Zainab RA pada tahun ke 7 Hijriah. Saat itu, Rasulullah SAW sangat senang menerima menantunya kembali. Zainab RA juga sangat berbahagia, dia menjalani hari-hari terakhir hidupnya ditemani suami tercinta. Zainab kemudian wafat pada tahun 8 Hijriah.
(urw/alk)