Siti Khadijah, istri pertama Rasulullah SAW wafat saat berusia sekitar 65 tahun. Khadijah merupakan sosok yang turut merasakan dan menyaksikan suka duka perjuangan dakwah Rasulullah.
Dilansir dari detikHikmah yang mengutip dari buku Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Kisah Istri-Istri Nabi Muhammad Saw (Siti Khadijah Dan Aisyah Ra) karya Herwanti Subekti, Khadijah adalah sosok luar biasa yang terkenal akan kesetiaan dan kedermawanannya. Dia bahkan rela mengorbankan harta yang dimilikinya untuk membela agama Islam.
Kesetiaan dan pengorbanan Khadijah ini diuji oleh Allah SWT dengan pemboikotan atas bani Hasyim dan bani Abdul Muthalib oleh penduduk kafir Makkah atau kaum Quraisy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemboikotan itu tidak hanya berlangsung dalam waktu yang cukup panjang hingga 3 tahun lamanya. Hingga pada suatu hari, Rasulullah SAW membawa kabar gembira bahwa rayap telah memakan naskah kesepakatan kaum Quraisy yang tergantung di Ka'bah.
Naskah tersebut hanya bersisa tulisan "Bismika Allahuma" yang berarti "Ya Allah". Setelah mendengar kabar tersebut, akhirnya keluarga besar yang telah diasingkan selama 3 tahun bisa kembali ke rumah mereka masing-masing dengan kepala yang tegak. Para kaum Muslimin tak henti-hentinya memanggil dan memanjatkan syukur kepada Allah SWT.
Setelah pemboikotan tersebut berakhir, Khadijah pun menghembuskan nafas terakhirnya. Dia wafat pada usia 65 tahun, dan saat itu Nabi Muhammad SAW berusia 50 tahun.
Kisah Siti Khadijah Menjelang Wafatnya
Dalam buku Menjadi istri seperti Khadijah karya Ibnu Watiniyah yang menukil riwayat dalam Kitab Al-Busyra karya Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliky Al-Hasani, dikisahkan bahwa ketika Khadijah sakit menjelang ajal, Khadijah berkata kepada Rasulullah SAW, "Aku memohon maaf kepadamu, ya Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti kepadamu."
Rasulullah SAW menjawab, "Jauh dari itu ya Khadijah. Engkau telah mendukung dakwah Islam sepenuhnya."
Kemudian, Khadijah memanggil putrinya, Fathimah Az-Zahra dan berbisik, "Fathimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku."
Mendengar itu Rasulullah SAW berkata, "Wahai Khadijah, Allah SWT telah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga."
Setelah mendapatkan restu dari Rasulullah, Khadijah pun tersenyum dan berterima kasih kepada suaminya. Dia kemudian menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan Rasulullah SAW.
Wafatnya Khadijah membuat Rasulullah merasakan kesedihan yang luar biasa, beliau lalu mendekap istrinya hingga air matanya tumpah, begitu juga dengan semua orang yang ada di situ. Khadijah wafat pada hari-11 bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian, tiga tahun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
Peristiwa wafatnya Khadijah sangat menusuk hati Rasulullah SAW, karena dua orang yang dicintainya, yaitu istrinya Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib telah wafat.
Karena itulah, tahun tersebut kemudian disebut sebagai Amul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah SAW.
Jibril Membawa Kain Kafan untuk Khadijah
Tak berselang lama setelah Khadijah menghembuskan napas terakhirya, Malaikat Jibril turun dari langit dengan mengucap salam dan membawa lima kain kafan. Rasulullah SAW pun menjawab salam Jibril dan kemudian bertanya, "Untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?"
"Kain kafan ini untuk Khadijah, untuk engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali dan Hasan," jawab Jibril. Kemudian Jibril berhenti berkata dan kemudian menangis.
Melihat Jibril menangis, Rasulullah SAW pun bertanya, "Kenapa ya Jibril?"
Jibril menjawab, "Cucumu yang satu, Husain tidak memiliki kafan dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan," sahut Jibril.
Mendengar ucapan Jibril tersebut, kesedihan yang dialami Rasulullah SAW pun semakin bertambah hingga Rasulullah SAW pun kembali memandang wajah istri tercinta, Khadijah yang telah menghembuskan napas terakhirnya, secara penuh cinta dan kasih sayang dengan sepenuh hati seraya mengatakan,
"Wahai Khadijah istriku tersayang. Demi Allah, aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui semua amalmu. Semua hartamu kau hibahkan untuk Islam. Kaum Muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum Muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban?"
Khadijah merupakan sosok yang kaya raya dan dermawan. Dua per tiga kekayaan Kota Makkah adalah milik Khadijah, namun ia serahkan untuk perjuangan agama Islam.
Bahkan, di akhir hayatnya, dia tidak memiliki kain kafan sehelai pun yang bisa digunakan untuk menutupi jasad Khadijah.
Pakaian yang digunakan juga sangat kumuh, dengan 83 tambalan, di antaranya dengan kulit kayu. Betapa mulia sosok Khadijah, istri yang sangat dicintai oleh Rasulullah SAW hingga wafatnya memberikan duka yang mendalam.
(urw/alk)